SINGARAJA – Kamus Tari Bali bagi penyandang difabel sukses mengantar lima mahasiswa Undiksha menjuarai Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) ke-30, yang diselenggarakan di Makassar pada tahun 2017 lalu.
Namun, untuk menciptakan kamus itu butuh perjuangan. Selain melalui kontemplasi yang panjang, kamus itu juga mesti diuji.
Ya, kamus dasar gerakan tari itu benar-benar diuji pada proses pencatatan rekor MURI, di Auditorium Undiksha pada Senin lalu.
Hasilnya pun cukup membanggakan. Sebanyak 130 siswa dari tujuh SLB Negeri di seluruh Bali, bisa memahami isyarat dasar gerakan tari itu, dan bisa membawakan Tari Pendet dengan baik hanya berdasarkan bahasa isyarat.
“Rasanya lega dan bangga, karena karya kami bisa diaplikasikan. Terlebih bagi anak-anak berkebutuhan khusus,” ujar Ketua Tim Penelitian, IGA Candra Dewi.
Kamus dasar tari itu pun diapresiasi oleh para pengajar tari bagi anak-anak disabilitas. Salah satunya, I Made Widyantara.
Guru seni budaya di SLB Negeri 1 Tabanan itu mengaku selama ini tidak ada isyarat baku dalam gerakan tari. Semua berdasarkan kesepakatan siswa dengan guru masing-masing.
Dampaknya, isyarat gerakan antara satu sekolah dengan sekolah lain berbeda. Bahkan antara guru satu dengan guru lainnya juga bisa berbeda.
Menurut Widyantara, hanya butuh waktu tiga hari bagi anak-anak yang ia asuh untuk memahami isyarat gerak itu.
“Dasar-dasar tari mereka kan sudah paham. Tinggal memahami isyarat gerak saja. Hanya perlu waktu tiga hari saja kok.
Dengan adanya kamus ini juga kami dimudahkan. Karena cukup ada satu bahasa isyarat untuk gerakan Tari Bali,” kata Widyantara.
Rencananya kamus itu akan diurus hak cipta dan hak patennya. Setelah itu akan diperbanyak dan didistribusikan ke Sekolah Luar Biasa (SLB) yang ada di Bali.
Sehingga kamus itu dapat menjadi pedoman bagi anak-anak disabilitas rungu dan guru seni yang melatih anak disabilitas rungu