SINGARAJA – Cinta dan kasih sayang wajib diberikan orang tua kepada anak. Namun, tak boleh berlebihan.
Cinta buta akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan sang buah hati. Salah satu contohnya adalah Aswatama, putra Guru Drona.
Tali pertemanan Aswatama dengan Duryodana menyeret Dronacarya ke medan perang semata-mata untuk melindungi anaknya dari senjata musuh. Kasih sayang buta akhirnya membuat Drona terbunuh.
Dr. I Ketut Rochineng, SH, MH menilai pelajaran berharga dari epos Mahabharata mahakarya Bhagawan Vyasa ini masih sangat kontekstual dengan situasi kekinian di masyarakat.
Merasa terpanggil untuk berbagi tentang pola asuh anak demi masa depan mereka, Penjabat Bupati Gianyar 2018 itu merilis tembang Bali berjudul Aswatama.
Lagu berdurasi 4 menit 52 detik itu ia ciptakan sekaligus nyanyikan sendiri di sela-sela kesibukannya. Menariknya, lagu tersebut diciptakan hanya dalam waktu 1 jam berbekal gitar bolong usai menonton film Mahabharata.
“Niki wenten cerita munggah ring Mahabharata guru besar indik kanuragan. Wastan ipun Sang Guru Drona. Sayang kaliwat sayang,
tresna kalintang tresna kalimbakang ring pianak ipun, Kesatria Sang Aswatama. Sekadi ring slokane tresna sing mabatas makardi tresna buta ngantos mati,”
demikian penggalan lirik lagu karya anggota Komisi 1 DPRD Provinsi Bali asal Desa Patemon, Seririt, Buleleng yang pernah menjabat Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Bali itu.
Inspirasi Rochineng muncul merespons sosok Aswatama, jenderal andalan Korawa dalam perang Kurukshetra.
Ide itu dihubungkan dengan wejangan Vasudewa Krishna saat ayah Aswatama, Guru Drona bertempur melawan Arjuna.
Guru Drona memiliki kesaktian luar biasa dan tidak bisa dikalahkan. Sadar bahwa kelemahan Guru Drona satu-satunya adalah Aswatama,
Krishna pun menyuruh Bima membunuh seekor gajah yang bernama Aswatama. Bima berteriak setelah berhasil membunuh gajah Aswatama.
“Mendengar bahwa Aswatama mati, Drona bertanya kepada Yudistira, kesatria yang ia ketahui tak pernah berbohong.
Yudistira pun menyatakan bahwa Aswatama mati, tetapi bukan Aswatama putra Drona. Yudistira mengucapkan kalimat seutuhnya dan sejelas mungkin,
tetapi kata terakhir tersamarkan oleh suara genderang dan terompet bertalu-talu. Mendengar bahwa Aswatama mati, Drona pun langsung lemas dan tidak melanjutkan pertempuran.
Ia duduk dalam posisi asanas; melepas kekuatannya. Melihat Drona tak bersemangat, Drestadyumna, panglima tertinggi pihak Pandawa bergegas mengambil pedang kemudian memenggal leher Drona,” ungkap Rochineng.
Lewat lagu, Rochineng ingin mengingatkan bahwa kasih sayang yang berlebihan pada anak tidaklah baik. Seperti halnya Guru Drona yang mengabaikan hati nuraninya dengan berdiri sebagai panglima tempur Hastinapura setelah gagal menasehati Aswatama.
“Kasih sayang buta akhirnya membuat Drona terbunuh,” tegas Rocky N yang di awal tahun 2021 membagikan 1,5 ton paket beras kepada para sopir angkot di Buleleng.
“Cinta buta dan berlebihan akan mengakibatkan anak kita berjalan di atas ketidakbenaran seperti Aswatama,” pesannya. (rba)