RadarBali.com – Sempat dipentaskan di Denpasar, Festival Monolog Bali 100 Putu Wijaya, kembali dipentaskan di Singaraja.
Kali ini dua pementasan, yakni pementasan ke-37 dan ke-38 – dari target 100 pementasan – ditampilkan di areal parkir mobil SMAN 4 Singaraja, Selasa (29/8) malam lalu.
Ada dua naskah monolog karya Putu Wijaya yang dipentaskan malam itu. Keduanya adalah Zig-Zag yang dimainkan oleh Rossinta Dewi dan Ya-Tidak yang dimainkan oleh Triana Dewi.
Kedua pemain teater itu merupakan aktor muda yang bergabung dalam Teater Galang Kangin SMAN 4 Singaraja.
Aktor Rossinta Dewi memainkan naskah Zig-Zag dengan cara yang cukup menarik. Ia melibatkan beberapa pemain pendukung yang membawa bingkai-bingkai ke atas panggung.
Bingkai itu diibaratkan sebagai cermin. Momen itu pun memberikan kesan mendalam bagi penonton. Sedangkan aktor Triana Dewi mengoptimalkan kain putih sebagai properti pementasan.
Kain itu dimanfaatkan semaksimal mungkin dan diibaratkan seperti seprai, tali, sekaligus selimut untuk menyembunyikan identitas aktor.
Praktisi teater Kadek Sonia Piscayanti mengungkapkan, pementasan yang dilakukan aktor-aktor muda Teater Galang Kangin itu sangat potensial.
“Untuk level anak SMA, pementasan mereka malam ini sudah luar biasa,” kata Sonia. Hanya saja, Sonia masih menyisakan beberapa catatan.
Menurutnya, aktor Rossinta Dewi sudah mendapatkan ekspresi dalam pementasan. Tetapi dalam proses dialog, kesan menghapal masih terasa.
Sementara aktor Triana Dewi bisa memainkan naskah dengan lebih rileks dan natural. Meski lebih rileks, Triana belum mampu menggerakkan penonton.
Sehingga perhatian penonton pun tak fokus pada pementasan. “Kejelian sutradara menyiasati panggung masih belum terasah. Tapi itu masih bisa dibenahi lagi,” imbuhnya.
Sementara itu inisiator Festival Monolog Bali 100 Putu Wijaya, Putu Satria Kusuma mengakui pementasan monolog pada festival ini belum setengah jalan.
Sejak awal ia sudah menargetkan pementasan sebanyak 100 naskah selama setahun. Kenyataannya hingga akhir Agustus, baru 38 pementasan yang dilakukan.
“Festival Monolog Bali ini kita kerja bersama-sama. Setiap sanggar itu punya target. Contoh saya di Teater Selem Putih, punya target 10 pementasan, tapi baru terpenuh lima pementasan, kurang lagi lima. Kalau bisa sampai 15 pementasan, itu artinya teater saya memenuhi target. Ada juga yang janji 20 pementasan, tapi sampai sekarang belum sampai lima pementasan. Ini kerja bareng semua kelompok teater di Bali,” katanya.
Untuk diketahui, Festival Monolog Bali 100 Putu Wijaya digagas untuk menghormati dramawan Putu Wijaya. Dramawan asal Bali itu meraih berbagai penghargaan karena karyanya di bidang sastra maupun teater.
Selama ini kehadiran Putu Wijaya, belum pernah dirayakan di Bali. Padahal di Solo dan Jogja, ada festival yang sengaja digelar untuk merayakan kehadiran Putu Wijaya.
Festival Monolog Bali 100 Putu Wijaya pun digelar untuk merayakan kehadiran serta karya-karya Putu Wijaya, khususnya di bidang monolog.