27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 1:44 AM WIB

Kisah Jayaprana-Layonsari akan Diangkat ke Layar Lebar

SINGARAJA – Para pegiat film di Kabupaten Buleleng akan merekonstruksi kembali cerita rakyat asal Buleleng, Jayaprana-Layonsari. Kisah ini nantinya akan diangkat ke layar lebar. 

Proses penggarapan diharapkan tuntas pada awal tahun 2021 mendatang, sehingga film sudah bisa ditayangkan pada Juni 2021 mendatang.

Penggarapan film itu diinisiasi oleh duet filmmaker asal Buleleng. Yakni Putu Satria Kusuma melalui bendera Sat Film dan Putu Kusuma Wijaya yang selama ini menggerakkan Rumah Film Sang Karsa. Keduanya melebur diri dalam wadah Panitia Film Jayaprana.

Putu Satria Kusuma selama ini kerap memproduksi film dokumenter dan film pendek. Film-film karyanya telah memenangkan berbagai festival skala lokal dan nasional.

Sementara Putu Kusuma Wijaya sudah menjadi pegiat film sejak era 2000-an. Ia sempat menyutradarai film layar lebar berjudul “Fantasi” pada tahun 2004 lalu. Setelah itu ia lebih banyak memproduksi film pendek yang diputar pada festival film skala nasional dan internasional. Ia juga beberapa kali terlibat penggarapan film bersama sutradara Garin Nugroho.

Satria Kusuma mengatakan, penggarapan film itu diharapkan bisa mengangkat nama Buleleng di kancah nasional. Terlebih film yang diangkat sangat dekat dengan masyarakat Buleleng secara khusus, dan masyarakat Bali pada umumnya.

Menurut Satria, selama ini proses penggarapan film layar lebar cenderung dilihat dari sudut pandang penggarap film yang bermukim di Jakarta. Putu Satria menyebutnya sebagai “Jakarta-sentris”. Sehingga ia bersama beberapa pegiat film di Buleleng, berinisiatif menggarap sebuah film layar lebar yang dilihat dari sudut pandang masyarakat Bali. Selain itu penggarapan juga melibatkan para pegiat film di Bali.

“Barometer film kita terlalu Jakarta-sentris. Kami ingin mendobrak hal itu. Makanya dalam proses penggarapan, kami libatkan orang-orang lokal, termasuk filmmaker yang ada di Bali. Kita punya banyak sumber daya untuk itu,” kata Satria.

Lebih lanjut Satria mengatakan, saat ini proses penggarapan film baru pada tahap casting pemeran. Menurutnya ada banyak tantangan dalam proses tersebut. Untuk pemeran tokoh Jayaprana misalnya. Pemeran tak hanya dituntut berwajah rupawan dan memiliki kemampuan akting. Namun juga harus mampu berbahasa Bali dengan dialek Buleleng, serta bisa mekidung. Sementara pemeran Layonsari, harus bisa menari.

“Total ada 49 peran yang akan kami hadirkan. Tapi memang cukup berat mencari yang cocok untuk tokoh Jayaprana, Layonsari, Saung Galing, dan Demang. Kami targetkan bulan Desember ini casting sudah tuntas,” katanya.

Setelah casting tuntas, para calon aktor akan diberikan pelatihan selama dua bulan penuh. Terutama latihan seni peran. Selanjutnya pada bulan Maret hingga April 2021 akan dilakukan proses syuting. Baru pada Juni, film ditargetkan sudah siap tayang.

SINGARAJA – Para pegiat film di Kabupaten Buleleng akan merekonstruksi kembali cerita rakyat asal Buleleng, Jayaprana-Layonsari. Kisah ini nantinya akan diangkat ke layar lebar. 

Proses penggarapan diharapkan tuntas pada awal tahun 2021 mendatang, sehingga film sudah bisa ditayangkan pada Juni 2021 mendatang.

Penggarapan film itu diinisiasi oleh duet filmmaker asal Buleleng. Yakni Putu Satria Kusuma melalui bendera Sat Film dan Putu Kusuma Wijaya yang selama ini menggerakkan Rumah Film Sang Karsa. Keduanya melebur diri dalam wadah Panitia Film Jayaprana.

Putu Satria Kusuma selama ini kerap memproduksi film dokumenter dan film pendek. Film-film karyanya telah memenangkan berbagai festival skala lokal dan nasional.

Sementara Putu Kusuma Wijaya sudah menjadi pegiat film sejak era 2000-an. Ia sempat menyutradarai film layar lebar berjudul “Fantasi” pada tahun 2004 lalu. Setelah itu ia lebih banyak memproduksi film pendek yang diputar pada festival film skala nasional dan internasional. Ia juga beberapa kali terlibat penggarapan film bersama sutradara Garin Nugroho.

Satria Kusuma mengatakan, penggarapan film itu diharapkan bisa mengangkat nama Buleleng di kancah nasional. Terlebih film yang diangkat sangat dekat dengan masyarakat Buleleng secara khusus, dan masyarakat Bali pada umumnya.

Menurut Satria, selama ini proses penggarapan film layar lebar cenderung dilihat dari sudut pandang penggarap film yang bermukim di Jakarta. Putu Satria menyebutnya sebagai “Jakarta-sentris”. Sehingga ia bersama beberapa pegiat film di Buleleng, berinisiatif menggarap sebuah film layar lebar yang dilihat dari sudut pandang masyarakat Bali. Selain itu penggarapan juga melibatkan para pegiat film di Bali.

“Barometer film kita terlalu Jakarta-sentris. Kami ingin mendobrak hal itu. Makanya dalam proses penggarapan, kami libatkan orang-orang lokal, termasuk filmmaker yang ada di Bali. Kita punya banyak sumber daya untuk itu,” kata Satria.

Lebih lanjut Satria mengatakan, saat ini proses penggarapan film baru pada tahap casting pemeran. Menurutnya ada banyak tantangan dalam proses tersebut. Untuk pemeran tokoh Jayaprana misalnya. Pemeran tak hanya dituntut berwajah rupawan dan memiliki kemampuan akting. Namun juga harus mampu berbahasa Bali dengan dialek Buleleng, serta bisa mekidung. Sementara pemeran Layonsari, harus bisa menari.

“Total ada 49 peran yang akan kami hadirkan. Tapi memang cukup berat mencari yang cocok untuk tokoh Jayaprana, Layonsari, Saung Galing, dan Demang. Kami targetkan bulan Desember ini casting sudah tuntas,” katanya.

Setelah casting tuntas, para calon aktor akan diberikan pelatihan selama dua bulan penuh. Terutama latihan seni peran. Selanjutnya pada bulan Maret hingga April 2021 akan dilakukan proses syuting. Baru pada Juni, film ditargetkan sudah siap tayang.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/