26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 2:58 AM WIB

Bule Perampok Sebut Dakwaan Jaksa Sesat, Banyak Kejanggalan saat Dijuk

DENPASAR – Georghi Zhukov, 40, asal Rusia, dan Robert Haupt, 42, asal Ukaraina, tersangka perampokan money changer (MC)

di Tanjung Benoa, Kuta Selatan, mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Denpasar.

Tim penasihat hukum tersangka yang terdiri dari I Komang Ari Sumartawan, I Nengah Sidia, dan I Kadek Putra Sutarmayasa, menuding dakwaan JPU membingungkan dan menyesatkan.

“Dakwaan yang diajukan JPU tidak memenuhi Pasal ayat (2) huruf b, sepantasnya dianggap kabur, membingungkan atau menyesatkan yang berakibat sulit bagi

terdakwa untuk melakukan pembelaan diri,” cetus Sutarmayasa saat membacakan eksepsi di muka majelis hakim yang diketuai Sri Wahyuni Ariningsih, kemarin (31/7).

Dijelaskan Sutarmayasa, dalam dakwaan sebelumnya JPU menyebut para terdakwa telah mengambil uang dalam laci kasir serta membawa satu unit brankas yang ada di MC PT. Bali Maspint Jinra AMC.

Menurut Sutarmayasa, hal itu tidak berdasar karena JPU tidak menyebutkan secara terperinci uang yang ada di laci kasir dan brankas.

Sebaliknya JPU malah langsung mengklaim total kerugian. “Dalam dakwaan juga terdapat kesalahan penulisan nama,” sindirnya.

Selain itu, dakwaan JPU terdapat kekeliruan karena sampai saat ini para terdakwa tetap menyangkal melakukan tindak pidana yang didakwakam JPU.

Sutarmayasa juga mempertanyakan terkait kewenangan JPU dari Kejari Denpasar yang menangani perkara ini.

Sebab, tempat kejadian (locus delicty) berada di wilayah Kuta Selatan Badung. “Secara hukum yang berwenang adalah Kejari Badung. Sudah sepatutnya majelis hakim menyatakan dakwaan JPU tidak dapat diterima,” cetusnya.

Selain itu, terkait bukti-bukti Sutarmayasa berdalih bahwa kliennya bukan sebagai pelaku kejahatan seperti yang dituduhkan. Ini karena para terdakwa tidak pernah menandatangi BAP.

“Bahkan, saat ditangkap mereka tidak ada di TKP. Terkait siapa pelakunya, saya tidak tahu,” tutur pengacara paro baya itu.

Menanggapi eksepsi tim penasihat hukum JPU Ni Luh Oka Adikarini meminta waktu sepekan untuk menyiapkan jawaban. Hakim pun mengabulkan permintaan JPU.

Ditemui usai sidang, Sumartayasa, pihaknya mendapat informasi jika pada saat penangkapan dan pengeledahan di kediaman para kliennya, pihak kepolisian tidak menyertakan surat bukti pengeledahan.

Selain itu, di berita acara pengeledahan tidak ada ditemukan uang. Namun, setelah penyitaan dari Robert ditemukan sebuah tas berisi uang.

Padahal, Robert baru ada waktu pengeledahan di kamar Aleksi. Menurut Robert, uang yang dia lihat di dalam tas saat penyitaan masih penuh.

“Namun saat pers konferensi uang itu menyusut sampai 70 persen,” bebernya. Selain itu, pihak kepolisian selalu mengklaim ke awak media bahwa para terdakwa ini adalah buronan di negara asalnya namun tanpa bukti yang jelas.

Pihaknya sudah mendapat dokumen ontentik dari kepolisian di Ukraina bahwa terdakwa ini bersih tidak pernah melakukan tindakan kriminal.

DENPASAR – Georghi Zhukov, 40, asal Rusia, dan Robert Haupt, 42, asal Ukaraina, tersangka perampokan money changer (MC)

di Tanjung Benoa, Kuta Selatan, mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Denpasar.

Tim penasihat hukum tersangka yang terdiri dari I Komang Ari Sumartawan, I Nengah Sidia, dan I Kadek Putra Sutarmayasa, menuding dakwaan JPU membingungkan dan menyesatkan.

“Dakwaan yang diajukan JPU tidak memenuhi Pasal ayat (2) huruf b, sepantasnya dianggap kabur, membingungkan atau menyesatkan yang berakibat sulit bagi

terdakwa untuk melakukan pembelaan diri,” cetus Sutarmayasa saat membacakan eksepsi di muka majelis hakim yang diketuai Sri Wahyuni Ariningsih, kemarin (31/7).

Dijelaskan Sutarmayasa, dalam dakwaan sebelumnya JPU menyebut para terdakwa telah mengambil uang dalam laci kasir serta membawa satu unit brankas yang ada di MC PT. Bali Maspint Jinra AMC.

Menurut Sutarmayasa, hal itu tidak berdasar karena JPU tidak menyebutkan secara terperinci uang yang ada di laci kasir dan brankas.

Sebaliknya JPU malah langsung mengklaim total kerugian. “Dalam dakwaan juga terdapat kesalahan penulisan nama,” sindirnya.

Selain itu, dakwaan JPU terdapat kekeliruan karena sampai saat ini para terdakwa tetap menyangkal melakukan tindak pidana yang didakwakam JPU.

Sutarmayasa juga mempertanyakan terkait kewenangan JPU dari Kejari Denpasar yang menangani perkara ini.

Sebab, tempat kejadian (locus delicty) berada di wilayah Kuta Selatan Badung. “Secara hukum yang berwenang adalah Kejari Badung. Sudah sepatutnya majelis hakim menyatakan dakwaan JPU tidak dapat diterima,” cetusnya.

Selain itu, terkait bukti-bukti Sutarmayasa berdalih bahwa kliennya bukan sebagai pelaku kejahatan seperti yang dituduhkan. Ini karena para terdakwa tidak pernah menandatangi BAP.

“Bahkan, saat ditangkap mereka tidak ada di TKP. Terkait siapa pelakunya, saya tidak tahu,” tutur pengacara paro baya itu.

Menanggapi eksepsi tim penasihat hukum JPU Ni Luh Oka Adikarini meminta waktu sepekan untuk menyiapkan jawaban. Hakim pun mengabulkan permintaan JPU.

Ditemui usai sidang, Sumartayasa, pihaknya mendapat informasi jika pada saat penangkapan dan pengeledahan di kediaman para kliennya, pihak kepolisian tidak menyertakan surat bukti pengeledahan.

Selain itu, di berita acara pengeledahan tidak ada ditemukan uang. Namun, setelah penyitaan dari Robert ditemukan sebuah tas berisi uang.

Padahal, Robert baru ada waktu pengeledahan di kamar Aleksi. Menurut Robert, uang yang dia lihat di dalam tas saat penyitaan masih penuh.

“Namun saat pers konferensi uang itu menyusut sampai 70 persen,” bebernya. Selain itu, pihak kepolisian selalu mengklaim ke awak media bahwa para terdakwa ini adalah buronan di negara asalnya namun tanpa bukti yang jelas.

Pihaknya sudah mendapat dokumen ontentik dari kepolisian di Ukraina bahwa terdakwa ini bersih tidak pernah melakukan tindakan kriminal.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/