28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 5:51 AM WIB

Berkali-kali Gagal Kembalikan Uang Negara, Dituntut Tinggi, Protes….

DENPASAR –  Sidang perkara dugaan korupsi BKK Provinsi Tahun Anggaran 2015 dengan terdakwa Bendesa Candikuning I Made Susila Putra kembali digelar kemarin di Pengadilan Tipikor Denpasar dengan agenda pembacaan pledoi.

Yang menarik, sebelum pembacaan pledoi, penasehat hukum terdakwa, Wayan Suarsa, memohon waktu kepada majelis hakim yang dipimpin Angeliky Day untuk melakukan pengembalian uang kerugian negara yang nilainya mencapai Rp 200 juta.

Hal itu dilakukan lantaran upaya pengembalian kerugian negara yang sempat disampaikan sebelum pembacaan surat tuntutan pada sidang sebelumnya tidak bisa dilakukan oleh terdakwa.

Begitu juga setelah pembacaan surat tuntutan. Menurut kuasa hokum terdakwa, upaya mengembalikan uang negara sebenarnya sudah dilakukan berulangkali.

Namun, Kejari Tabanan selalu berdalih tidak memiliki rekening untuk menyimpan uang pengembalian terdakwa.

“Kejari Tabanan beralasan belum ada rekening untuk menyimpan uang pengembalian kerugian negara. Kami disarankan untuk melakukannya hari ini (dalam sidang),” ujar pengacara terdakwa.

JPU dari Kejari Tabanan Made Joni Artha tidak keberatan proses penghitungan uang sebelum pembacaan pledoi terdakwa di depan siding.

Pertimbangan mereka, upaya pengembalian uang kerugian itu muncul di dalam persidangan. Sehingga JPU berharap,

majelis hakim menjadi saksi dari proses pengembalian uang kerugian tersebut.”Pengembalian kerugian ini muncul dalam persidangan,” ujar JPU.

Usai penghitungan dilakukan, sidang tidak langsung berlanjut. Karena, antara hakim, JPU, dan pengacara sempat berdebat soal mekanisme pengembalian keuangan negara.

Dalam debat itu, hakim menilai bahwa proses pengembalian seharusnya dilakukan antara pihak terdakwa dan penyidik kejaksaan. Sehingga mekanismenya seharusnya dilakukan di luar sidang.

Namun pengacara terdakwa berargumen bahwa proses pengembalian sudah berupaya dilakukan. Bahkan, sebelum tuntutan dibacakan, permohonan kembali diajukan.

Hanya saja, JPU tetap pada pendiriannya dengan alasan surat tuntutan sudah siap dibacakan. Namun, pengacara terdakwa mengajukan pendapat bahwa pengembalian ini berpengaruh terhadap munculnya tuntutan 7 tahun.

Bahkan bisa jadi terhadap putusan nantinya. “Meskipun putusan itu wewenang majelis hakim,” ujarnya.

Usai proses penghitungan uang pengembalian, sidang dilanjutkan dengan agenda utamanya yakni pembacaan pledoi. 

Inti pledoi, terdakwa melalui pengacaranya menyatakan bahwa kliennya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya dan seluruh dakwaan.

Kedua, membebaskan terdakwa dari dakwaan tersebut sesuai pasal 191 ayat 1 KUHAP. Atau ketiga, setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari semua tuntutan hukum sesuai pasal 191 ayat 2 KUHAP. 

DENPASAR –  Sidang perkara dugaan korupsi BKK Provinsi Tahun Anggaran 2015 dengan terdakwa Bendesa Candikuning I Made Susila Putra kembali digelar kemarin di Pengadilan Tipikor Denpasar dengan agenda pembacaan pledoi.

Yang menarik, sebelum pembacaan pledoi, penasehat hukum terdakwa, Wayan Suarsa, memohon waktu kepada majelis hakim yang dipimpin Angeliky Day untuk melakukan pengembalian uang kerugian negara yang nilainya mencapai Rp 200 juta.

Hal itu dilakukan lantaran upaya pengembalian kerugian negara yang sempat disampaikan sebelum pembacaan surat tuntutan pada sidang sebelumnya tidak bisa dilakukan oleh terdakwa.

Begitu juga setelah pembacaan surat tuntutan. Menurut kuasa hokum terdakwa, upaya mengembalikan uang negara sebenarnya sudah dilakukan berulangkali.

Namun, Kejari Tabanan selalu berdalih tidak memiliki rekening untuk menyimpan uang pengembalian terdakwa.

“Kejari Tabanan beralasan belum ada rekening untuk menyimpan uang pengembalian kerugian negara. Kami disarankan untuk melakukannya hari ini (dalam sidang),” ujar pengacara terdakwa.

JPU dari Kejari Tabanan Made Joni Artha tidak keberatan proses penghitungan uang sebelum pembacaan pledoi terdakwa di depan siding.

Pertimbangan mereka, upaya pengembalian uang kerugian itu muncul di dalam persidangan. Sehingga JPU berharap,

majelis hakim menjadi saksi dari proses pengembalian uang kerugian tersebut.”Pengembalian kerugian ini muncul dalam persidangan,” ujar JPU.

Usai penghitungan dilakukan, sidang tidak langsung berlanjut. Karena, antara hakim, JPU, dan pengacara sempat berdebat soal mekanisme pengembalian keuangan negara.

Dalam debat itu, hakim menilai bahwa proses pengembalian seharusnya dilakukan antara pihak terdakwa dan penyidik kejaksaan. Sehingga mekanismenya seharusnya dilakukan di luar sidang.

Namun pengacara terdakwa berargumen bahwa proses pengembalian sudah berupaya dilakukan. Bahkan, sebelum tuntutan dibacakan, permohonan kembali diajukan.

Hanya saja, JPU tetap pada pendiriannya dengan alasan surat tuntutan sudah siap dibacakan. Namun, pengacara terdakwa mengajukan pendapat bahwa pengembalian ini berpengaruh terhadap munculnya tuntutan 7 tahun.

Bahkan bisa jadi terhadap putusan nantinya. “Meskipun putusan itu wewenang majelis hakim,” ujarnya.

Usai proses penghitungan uang pengembalian, sidang dilanjutkan dengan agenda utamanya yakni pembacaan pledoi. 

Inti pledoi, terdakwa melalui pengacaranya menyatakan bahwa kliennya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya dan seluruh dakwaan.

Kedua, membebaskan terdakwa dari dakwaan tersebut sesuai pasal 191 ayat 1 KUHAP. Atau ketiga, setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari semua tuntutan hukum sesuai pasal 191 ayat 2 KUHAP. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/