DENPASAR– Penyelewengan dana Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali tak ubahnya fenomena gunung es. Sejak terungkap pertama kali kasus korupsi LPD Banyu Alit pada 2013, kasus korupsi dana LPD terus bermunculan.
Teranyar yang masih dalam tahap penyidikan Kejati Bali yaitu LPD Sangeh, Badung, dengan jumlah kerugian Rp 70 miliar.
Berdasar data di Kejaksaan Tinggi Bali, dalam kurun waktu satu tahun 2020-2021, ada 16 penyidikan tindak pidana korupsi LPD. Rinciannya 10 kasus di antaranya disidik Kejati Bali dan Kejari kabupaten/kota.
Dari 16 penyidikan, 6 perkara telah diputus pengadilan dan dinyatakan terbukti. Nah, untuk menekan terjadinya korupsi LPD di masa mendatang, Kejati Bali baru-baru ini memberikan sosialisasi pada 170 pengurus LPD se-Kabupaten Badung dan se-Kota Denpasar.
“Kami bekerjasama dengan Pemprov Bali mencoba memberikan pemahaman tentang fraud (kecurangan) yang mengarah pada korupsi pengelolaan dana LPD di Bali,” terang Kasi Penkum Kejati Bali, A Luga Harlianto kepada Jawa Pos Radar Bali, Minggu (5/6).
Dijelaskan Luga, permasalahan hukum yang melilit sejumlah LPD di Bali tidak hanya disikapi dengan penindakan oleh kejaskaan. Melalui sosialiasai, Kejati Bali melakukan upaya pencegahan penyimpangan keuangan di LPD.
“Penindakan yang kami lakukan bukan hanya menjerakan pelaku, tapi berorientasi pada pengelola LPD lainnya untuk tidak melakukan penyimpangan keuangan. Ini juga merupakan bentuk pencegahan yang dilakukan kejaksaan” imbuh mantan Kacabjari Nusa Penida, Klungkung, itu
Selain menjelaskan tentang arti fraud, jenis fraud, penyebab fraud, dan motivasi pelaku fraud, pihaknya juga memberikan tips yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya fraud atau kecurangan.
Menurut Luga, adanya tekanan dan kemampuan merupakan dua hal penyebab terjadinya fraud dari sisi Pengelola LPD.
“Tekanan tersebut berupa sikap tamak dan selalu merasa tidak cukup, serta adanya kebiasaan buruk dalam kehidupan sehari-hari dari pengelola LPD,” ungkapnya.
Sedangkan faktor kemampuan berupa posisi di LPD yang begitu kuat dan kepengurusan dalam periode lama, sehingga mengetahui kelemahan di LPD. Hal itu yang mendorong keyakinan penyimpangan keuangannya akan tidak terdeteksi serta memaksa pengurus yang lainnya untuk menyembunyikan penyimpangan keuangannya.
Upaya pencegahan yang bisa dilakukan yakni penguatan integritas dalam diri pengelola LPD, membiasakan transparansi, mematuhi aturan, serta dukungan dari keluarga untuk menjauhi perbuatan menyimpang dari Pengelolaan LPD.
Sedangkan upaya secara eksternal LPD yaitu pemerintah dan Majelis Desa Adat (MDA) memperkuat pengawasan, memperketat regulasi, memperbaiki tata kelola, meningkatkan kemampuan pengelola LPD, dan melaksanakan kegiatan pencegahan seperti sosialisasi yang melibatkan aparat penegak hukum.
Luga menambahkan, kegiatan serupa direncakan akan dilaksanakan di seluruh kabupaten di Bali. Selain dari Kejaksaan Tinggi Bali, narasumber lain dari Polda Bali, Inspektorat Provinsi Bali, dan Majelis Desa Adat Provinsi Bali.
“Sosialisasi fraud dan korupsi kepada para pengelola LPD juga merupakan hasil tindak lanjut rekomendasi KPK kepada Pemprov Bali atas adanya kasus korupsi di LPD,” pungkas mantan Kasi Datun Kejari Merauke itu. (san)