DENPASAR – Ketut Purnita alias Andika, terdakwa pemilik lima ekor burung langka yang dilindungi negara dinyatakan bersalah karena tidak memiliki izin.
Pria asal Cemagi, Mengwi, itu dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 21 ayat (2) huruf (a) juncto Pasal 40 ayat (2) UU Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya (KSDAE).
Di mana terdakwa memiliki dan memelihara dengan sengaja satwa dilindungi tanpa dilengkapi surat izin dari yang berwenang.
“Menjatuhkan pidana penjara selama tujuh bulan,” ujar hakim Bambang Ekaputra yang memimpin persidangan kemarin (11/7).
Hakim juga menghukum membayar denda Rp 10 juta subsider tiga bulan kurungan. Putusan hakim Bambang ini lebih berat sebulan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) I Gede Raka Arimbawa.
Pada sidang pekan lalu JPU menuntut pidana penjara selama enam bulan. Meski berat, Andika terpaksa harus menerimanya. Pria yang saat diadili mengenakan kaus hitam itu pasrah. “Saya menerima, Yang Mulia,” ujar terdakwa.
Tidak hanya terdakwa, JPU yang diwakili oleh Jaksa Agung Teja juga menerima vonis hakim. Putusan hakim ini seolah tak menggubris pembelaan terdakwa yang mengaku orang tuanya sedang sakit dan butuh perhatian.
Sebelumnya, terdakwa diamankan pada 24 Jajuari 2019 di rumahnya. Adapun satwa yang diamankan oleh pihak Polda Bali saat itu ada lima ekor satwa unggas.
Lima ekor satwa yang dilindungi yang berhasil diamankan dari rumah terdakwa yaitu dua ekor burung Merak, satu ekor burung Cendrawasih, satu ekor burung Kankareng dan seekor burung Alap-alap atau Elang.
Informasi di luar sidang, Andika biasanya menjual satwa dilindungi itu pada sejumlah pejabat penting di Badung.
Sementara Andika mengaku burung-burung itu didapat dari orang tak dikenal yang menjual pada dirinya.