29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:54 AM WIB

Terbukti Korupsi Dana UEP LPD Selat, Kakek 75 Tahun Diganjar Setahun

DENPASAR – Pembelaan pribadi yang disampaikan terdakwa I Made Rijasa, bahwa dirinya pernah mengabdi 27 tahun sebagai bendesa adat Selat, Susut, Bangli, tidak membuahkan hasil maksimal.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar yang diketuai Esthar Oktavi tidak banyak memberikan keringanan hukuman penjara.

Jika sebelumnya dia dituntut jaksa penuntut umum (JPU) dengan pidana penjara selama 15 bulan, maka dalam sidang kemarin (13/2), Rijasa diganjar 12 bulan penjara.

Hakim hanya memberikan potongan tiga bulan penjara. Pria berusia 75 tahun itu tetap dinyatakan bersalah mengorupsi dana UEP (Usaha Ekonomi Kreatif) Pedesaan sebesar Rp 225 juta milik LPD Desa Pekraman Selat.

“Terdakwa terbukti sah dan menyakinkan bersalah bersama-sama melakukan korupsi, sebagaimana diatur Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” tegas hakim Esthar membacakan amar putusannya.

Selain vonis pidana badan, Rijasa juga dihukum membayar denda sebesar Rp 50 juta subsider pidana dua bulan kurungan.

Terhadap putusan itu, Rijasa yang didampingi tim penasihat hukumnya masih pikir-pikir. Hal senada juga disampaikan JPU.

Dengan sikap pikir-pikir ini, maka perkara ini belum memiliki kekuatan hukum tetap atau inkracht. Hakim memberikan waktu sepekan kepada kedua pihak untuk memutuskan sikapnya.

Diungkap dalam surat dakwaan jaksa, terdakwa Rijasa merupakan sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan

perbuatan bersama-sama dengan Ni Luh Natariyantini (terdakwa berkas terpisah) secara melawan hukum membuat menandatangani

dan mengajukan surat permohonan pendanaan LPD kepada Pengelola Dana Usaha Ekonomi Produktif (UEP) PPK Kecamatan Susut, Bangli.

Tujuannya penambahan modal LPD, dengan lampiran 21 nama calon peminjam sebesar Rp 300 juta.

Pinjaman itu akan dikembalikkan dalam jangka waktu 24 bulan, dengan sistem angsuran pokok dan bunga setia bulannya.

Namun, terdakwa Rijasa bersama Ni Luh Natariyantini, tidak pernah menyalurkan dana UEP yang dimaksud. Sehingga program untuk meningkatkan pelayanan kredit pada masyarakat miskin tidak terlaksana.

Sebaliknya, beber jaksa, terdakwa justru memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi.

Yakni memperkaya I Ketut Joko sebesar Rp 197.100.000, Nengah Diarsa Rp 30 juta beserta bunga deposito sebesar Rp 240 ribu,

I Wayan Daging Rp 5 juta, Agus Pratama Rp 20 juta, Suwiti Rp 5 juta beserta bunga R 150 ribu. Jika dikalkulasi, negara dirugikan Rp 225 juta, sesuai audit BPKP Perwakilan Provinsi Bali. 

DENPASAR – Pembelaan pribadi yang disampaikan terdakwa I Made Rijasa, bahwa dirinya pernah mengabdi 27 tahun sebagai bendesa adat Selat, Susut, Bangli, tidak membuahkan hasil maksimal.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar yang diketuai Esthar Oktavi tidak banyak memberikan keringanan hukuman penjara.

Jika sebelumnya dia dituntut jaksa penuntut umum (JPU) dengan pidana penjara selama 15 bulan, maka dalam sidang kemarin (13/2), Rijasa diganjar 12 bulan penjara.

Hakim hanya memberikan potongan tiga bulan penjara. Pria berusia 75 tahun itu tetap dinyatakan bersalah mengorupsi dana UEP (Usaha Ekonomi Kreatif) Pedesaan sebesar Rp 225 juta milik LPD Desa Pekraman Selat.

“Terdakwa terbukti sah dan menyakinkan bersalah bersama-sama melakukan korupsi, sebagaimana diatur Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” tegas hakim Esthar membacakan amar putusannya.

Selain vonis pidana badan, Rijasa juga dihukum membayar denda sebesar Rp 50 juta subsider pidana dua bulan kurungan.

Terhadap putusan itu, Rijasa yang didampingi tim penasihat hukumnya masih pikir-pikir. Hal senada juga disampaikan JPU.

Dengan sikap pikir-pikir ini, maka perkara ini belum memiliki kekuatan hukum tetap atau inkracht. Hakim memberikan waktu sepekan kepada kedua pihak untuk memutuskan sikapnya.

Diungkap dalam surat dakwaan jaksa, terdakwa Rijasa merupakan sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan

perbuatan bersama-sama dengan Ni Luh Natariyantini (terdakwa berkas terpisah) secara melawan hukum membuat menandatangani

dan mengajukan surat permohonan pendanaan LPD kepada Pengelola Dana Usaha Ekonomi Produktif (UEP) PPK Kecamatan Susut, Bangli.

Tujuannya penambahan modal LPD, dengan lampiran 21 nama calon peminjam sebesar Rp 300 juta.

Pinjaman itu akan dikembalikkan dalam jangka waktu 24 bulan, dengan sistem angsuran pokok dan bunga setia bulannya.

Namun, terdakwa Rijasa bersama Ni Luh Natariyantini, tidak pernah menyalurkan dana UEP yang dimaksud. Sehingga program untuk meningkatkan pelayanan kredit pada masyarakat miskin tidak terlaksana.

Sebaliknya, beber jaksa, terdakwa justru memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi.

Yakni memperkaya I Ketut Joko sebesar Rp 197.100.000, Nengah Diarsa Rp 30 juta beserta bunga deposito sebesar Rp 240 ribu,

I Wayan Daging Rp 5 juta, Agus Pratama Rp 20 juta, Suwiti Rp 5 juta beserta bunga R 150 ribu. Jika dikalkulasi, negara dirugikan Rp 225 juta, sesuai audit BPKP Perwakilan Provinsi Bali. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/