25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 8:30 AM WIB

Diganjar 6,5 Tahun, Keluarga Guru Dwijendra Pemerkosa Siswi Sig-Sigan

DENPASAR –Putu Arif Mahendra, 32, oknum guru tari di SMA Dwijendra Denpasar yang terlibat dalam kasus pencabulan siswanya menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Denpasar pada Kamis (15/11).

Hakim ketua, Novita Riama mengganjar oknum  guru ini dengan hukuman 6 tahun 6 bulan dan denda 1 Miliar subside 4 bulan penjara. Hukuman ini pun lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar, Putu Oka Surya Atmaja sebelumnya, yakni 8 tahun penjara.

Atas putusan tersebut, Arif setelah berdiskusi dengan tim penasihat hukumnya, mengaku pikir-pikir menerima vonis hakim.

Begitu juga dengan JPU yang mengaku piker-pikir dengan vonis tersebut.

Usai vonis, terlihat keluarga terdakwa menangis mendengar putusan tersebut. Sementara Nampak mata guru cabul tersebut matanya merah. Berusaha tegar dan menahan tangis karena tak kuasa menerima vonis hakim.

Diketahui sebelumnya, Arif ditangkap Satreskrim Polresta Denpasar pada 21 Maret karena dituding melakukan pelecehan/pencabulan dan persetubuhan yang diawali dengan pemaksaan dan pengancaman terhadap anak didiknya sendiri berinisial AC berusia 16 tahun.

Korban dan terdakwa sudah lama kenal yakni sejak korban SMP yang bersekolah di tempat yang sama. Terlebih dari SMP, korban ikut ekstrakurikuler seni tari yang terdakwa adalah guru pembimbingnya.

Nah, pada 28 Desember 2017, korban menghubungi terdakwa melalui aplikasi Line untuk menanyakan siapa pasangan menarinya. Namun  terdakwa malah mencoba merayu. Dua hari kemudian, saat latihan menari korban diminta menemui terdakwa lebih awal di ruang akreditasi lantai 1 dekat ruang guru.

Terdakwa seketika mulai melecehkan korban mulai mencium dan lainnya namun tak sampai persetubuhan. Korban tak melawan karena takut atas ancaman terdakwa yang meminta tak usah ikut menari lagi jika menolak keinginan terdakwa.

Ulah terdakwa terus terulang, hingga terdakwa sering video call sex dengan korban melalui aplikasi medsos. Hingga Januari 2018, terdakwa mengajak korban ketemu di sebuah hotel di Denpasar padapukul 13.30, usai latihan.

Terdakwa terus menekan korban hingga terjadi persetubuhan terus menerus sampai Maret. Bahkan, terdakwa juga mengajak satu korban lagi yang tak lain teman korban. Persetubuhan tiga orang itu pun terjadi

DENPASAR –Putu Arif Mahendra, 32, oknum guru tari di SMA Dwijendra Denpasar yang terlibat dalam kasus pencabulan siswanya menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Denpasar pada Kamis (15/11).

Hakim ketua, Novita Riama mengganjar oknum  guru ini dengan hukuman 6 tahun 6 bulan dan denda 1 Miliar subside 4 bulan penjara. Hukuman ini pun lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar, Putu Oka Surya Atmaja sebelumnya, yakni 8 tahun penjara.

Atas putusan tersebut, Arif setelah berdiskusi dengan tim penasihat hukumnya, mengaku pikir-pikir menerima vonis hakim.

Begitu juga dengan JPU yang mengaku piker-pikir dengan vonis tersebut.

Usai vonis, terlihat keluarga terdakwa menangis mendengar putusan tersebut. Sementara Nampak mata guru cabul tersebut matanya merah. Berusaha tegar dan menahan tangis karena tak kuasa menerima vonis hakim.

Diketahui sebelumnya, Arif ditangkap Satreskrim Polresta Denpasar pada 21 Maret karena dituding melakukan pelecehan/pencabulan dan persetubuhan yang diawali dengan pemaksaan dan pengancaman terhadap anak didiknya sendiri berinisial AC berusia 16 tahun.

Korban dan terdakwa sudah lama kenal yakni sejak korban SMP yang bersekolah di tempat yang sama. Terlebih dari SMP, korban ikut ekstrakurikuler seni tari yang terdakwa adalah guru pembimbingnya.

Nah, pada 28 Desember 2017, korban menghubungi terdakwa melalui aplikasi Line untuk menanyakan siapa pasangan menarinya. Namun  terdakwa malah mencoba merayu. Dua hari kemudian, saat latihan menari korban diminta menemui terdakwa lebih awal di ruang akreditasi lantai 1 dekat ruang guru.

Terdakwa seketika mulai melecehkan korban mulai mencium dan lainnya namun tak sampai persetubuhan. Korban tak melawan karena takut atas ancaman terdakwa yang meminta tak usah ikut menari lagi jika menolak keinginan terdakwa.

Ulah terdakwa terus terulang, hingga terdakwa sering video call sex dengan korban melalui aplikasi medsos. Hingga Januari 2018, terdakwa mengajak korban ketemu di sebuah hotel di Denpasar padapukul 13.30, usai latihan.

Terdakwa terus menekan korban hingga terjadi persetubuhan terus menerus sampai Maret. Bahkan, terdakwa juga mengajak satu korban lagi yang tak lain teman korban. Persetubuhan tiga orang itu pun terjadi

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/