31.1 C
Jakarta
30 April 2024, 9:42 AM WIB

Kuasa Hukum Terdakwa WNA Uzbekistan Keberatan dengan Keterangan Saksi

DENPASAR-Selasa (15/3/2022) sidang dengan terdakwa WNA Uzbekistan bernama Dhilsod Alimov digelar secara daring. Terdakwa Dhilsod menjalankan sidang dari Lapas Kerobokan. Sedangkan hakim dari Pengadilan Negeri Denpasar.

 

Dalam sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli, Sri Dharen selaku kuasa hukum Dhilsod menyatakan keberatannya terkait keterangan saksi tersebut. 

 

Keberatan itu saat saksi yang dihadirkan JPU itu mulai mengomentari sisi pidana. “Kami hanya mendengarkan. Tapi ada keberatan sedikit dari sisi kami saat saksi ahli perdata mulai mengomentari sisi pidana. Sehingga kami meminta pihak saksi ahli untuk tidak melanjutkan. Karena yang dikomentari harusnya soal perdata saja,” terang Dharen.

 

Menurutnya, harusnya saksi ahli perdata itu jangan mengomentari hal yang menjadi bagian dari pidana. “Dimana saksi ahli perdata mengatakan, kasus ini lebih ke ranah perdata dan lebih tepat diarahkan ke perbuatan melawan hukum. Dan juga boleh diarahkan kepada pidana yakni pasal pencurian. Nah, ini yang menurut saya kurang elok,” tegasnya. 

 

Ditambahkannya bahwa sidang berikutnya akan kembali digelar pada Kamis (17/3/2022). Dalam sidang itu nantinya pihak Alimov akan menghadirkan saksi meringankan. Diungkap Dharen bahwa saksi meringankan yang akan dihadirkan berjumlah empat orang. “Jumlah saksi yang akan dihadirkan berjumlah empat orang. Kami sudah minta ijin ke majelis,” tambahnya. 

 

Terkait sidang kemarin, Jubir II Pengadilan Negeri Denpasar, Gde Putra Astawa mengatakan bahwa agenda sidang berikutnya yakni pada Kamis (17/3/2022). Selain itu juga pada tanggal 22 Maret akan ada agenda pembuktian. “Tanggal 22 agenda pembuktian,” pungkasnya. 

 

Sebelumnya, kasus yang menjerat pria berusia 32 tahun itu  masuk ke meja pengadilan karena dituduh melakukan pencurian dokumen di perushaannya sendiri. Kasus ini bermula ketika Dilshod Alimov mendirikan PT Peak Solutions Indonesia yang bergerak di bidang konsultan visa, KITAS, akunting, BPJS, pajak serta pasport bagi orang asing yang datang ke Bali.

 

Lantaran orang asing, ia kemudian bekerjasama dengan warga negara Indonesia berinisial F, yang selanjutnya menjabat sebagai direktur. Sedangkan Dilshod Alimov bertindak selaku komisaris perusahaan. Setelah beberapa tahun berjalan, sekitar bulan September 2021 terjadi konflik internal perusahaan antara Dilshold Alimov dengan F.

 

Dilshod Alimov menduga adanya transaksi keuangan yang mencurigakan dari bulan September 2020 sampai dengan bulan September 2021. Sehingga Dilshold Alimove kemudian meminta pertanggujabawan laporan keuangan kepada F selaku direktur perusahaan. “Akan tetapi, F tidak memberikan tanggapan dan pertanggungjawaban laporan keuangan sebagaimana mestinya,” terang Sri Dharen sebelumnya.

 

Meski tidak memperoleh tanggapan dari F, Dilshod Alimov mencoba sabar dengan terus menghubungi F agar melaporkan transaksi keuangan secara lengkap. Singkat cerita, Dilshold Alimove kemudian datang ke PT Peak Solutions Indonesia pada tanggal 29 Oktober 2021.

 

Kedatanga Dilshod Alimov untuk bertemu dengan F, sebagaimana saran dari pihak kepolisian. Namun 3 jam ditunggu, F tidak muncul ke kantor PT Peak Solutions Indonesia. Bahkan ketika dihubungi, F tidak memberi jawaban. Lama tak ada kepastian dari F, Dilshod Alimov lalu mengambil dokumen di kantor tersebut untuk mengetahui laporan keuangan dan aktivitas perusahaan, guna dicocokkan dengan dokumen yang ia pegang.

 

Namun anehnya, Dilshod Alimov selaku pendiri perusahaan justru dilaporkan ke polisi dan dijadikan tersangka atas kasus dugaan pencurian. Padahal saat itu ada karyawan lain, dan dokumen yang diambil untuk diaudit juga ada di meja. Kini Alimov menjadi pesakitan di pengadilan. Namun dari hasil audit perusahan yang dilakukan pihak Alimov, ditemukan sejumlah kejanggalan.

 

“Jadi yang kami mau di sini, keadilan harus ditegakkan. Kami sudah mengajukan eksepsi dakwaan yang diberikan kepada klien kami. JPU juga memberikan jawaban dan kami hanya menunggu putusan sela. Kami hanya minta keadilan yang seadil-adilnya kepada klien kami karena dia tidak bersalah. Setelah diaudit internal, ternyata memang benar ada indikasi transaksi yang misterius sebesar Rp. 5.506.000.000,” tutupnya.

 

DENPASAR-Selasa (15/3/2022) sidang dengan terdakwa WNA Uzbekistan bernama Dhilsod Alimov digelar secara daring. Terdakwa Dhilsod menjalankan sidang dari Lapas Kerobokan. Sedangkan hakim dari Pengadilan Negeri Denpasar.

 

Dalam sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli, Sri Dharen selaku kuasa hukum Dhilsod menyatakan keberatannya terkait keterangan saksi tersebut. 

 

Keberatan itu saat saksi yang dihadirkan JPU itu mulai mengomentari sisi pidana. “Kami hanya mendengarkan. Tapi ada keberatan sedikit dari sisi kami saat saksi ahli perdata mulai mengomentari sisi pidana. Sehingga kami meminta pihak saksi ahli untuk tidak melanjutkan. Karena yang dikomentari harusnya soal perdata saja,” terang Dharen.

 

Menurutnya, harusnya saksi ahli perdata itu jangan mengomentari hal yang menjadi bagian dari pidana. “Dimana saksi ahli perdata mengatakan, kasus ini lebih ke ranah perdata dan lebih tepat diarahkan ke perbuatan melawan hukum. Dan juga boleh diarahkan kepada pidana yakni pasal pencurian. Nah, ini yang menurut saya kurang elok,” tegasnya. 

 

Ditambahkannya bahwa sidang berikutnya akan kembali digelar pada Kamis (17/3/2022). Dalam sidang itu nantinya pihak Alimov akan menghadirkan saksi meringankan. Diungkap Dharen bahwa saksi meringankan yang akan dihadirkan berjumlah empat orang. “Jumlah saksi yang akan dihadirkan berjumlah empat orang. Kami sudah minta ijin ke majelis,” tambahnya. 

 

Terkait sidang kemarin, Jubir II Pengadilan Negeri Denpasar, Gde Putra Astawa mengatakan bahwa agenda sidang berikutnya yakni pada Kamis (17/3/2022). Selain itu juga pada tanggal 22 Maret akan ada agenda pembuktian. “Tanggal 22 agenda pembuktian,” pungkasnya. 

 

Sebelumnya, kasus yang menjerat pria berusia 32 tahun itu  masuk ke meja pengadilan karena dituduh melakukan pencurian dokumen di perushaannya sendiri. Kasus ini bermula ketika Dilshod Alimov mendirikan PT Peak Solutions Indonesia yang bergerak di bidang konsultan visa, KITAS, akunting, BPJS, pajak serta pasport bagi orang asing yang datang ke Bali.

 

Lantaran orang asing, ia kemudian bekerjasama dengan warga negara Indonesia berinisial F, yang selanjutnya menjabat sebagai direktur. Sedangkan Dilshod Alimov bertindak selaku komisaris perusahaan. Setelah beberapa tahun berjalan, sekitar bulan September 2021 terjadi konflik internal perusahaan antara Dilshold Alimov dengan F.

 

Dilshod Alimov menduga adanya transaksi keuangan yang mencurigakan dari bulan September 2020 sampai dengan bulan September 2021. Sehingga Dilshold Alimove kemudian meminta pertanggujabawan laporan keuangan kepada F selaku direktur perusahaan. “Akan tetapi, F tidak memberikan tanggapan dan pertanggungjawaban laporan keuangan sebagaimana mestinya,” terang Sri Dharen sebelumnya.

 

Meski tidak memperoleh tanggapan dari F, Dilshod Alimov mencoba sabar dengan terus menghubungi F agar melaporkan transaksi keuangan secara lengkap. Singkat cerita, Dilshold Alimove kemudian datang ke PT Peak Solutions Indonesia pada tanggal 29 Oktober 2021.

 

Kedatanga Dilshod Alimov untuk bertemu dengan F, sebagaimana saran dari pihak kepolisian. Namun 3 jam ditunggu, F tidak muncul ke kantor PT Peak Solutions Indonesia. Bahkan ketika dihubungi, F tidak memberi jawaban. Lama tak ada kepastian dari F, Dilshod Alimov lalu mengambil dokumen di kantor tersebut untuk mengetahui laporan keuangan dan aktivitas perusahaan, guna dicocokkan dengan dokumen yang ia pegang.

 

Namun anehnya, Dilshod Alimov selaku pendiri perusahaan justru dilaporkan ke polisi dan dijadikan tersangka atas kasus dugaan pencurian. Padahal saat itu ada karyawan lain, dan dokumen yang diambil untuk diaudit juga ada di meja. Kini Alimov menjadi pesakitan di pengadilan. Namun dari hasil audit perusahan yang dilakukan pihak Alimov, ditemukan sejumlah kejanggalan.

 

“Jadi yang kami mau di sini, keadilan harus ditegakkan. Kami sudah mengajukan eksepsi dakwaan yang diberikan kepada klien kami. JPU juga memberikan jawaban dan kami hanya menunggu putusan sela. Kami hanya minta keadilan yang seadil-adilnya kepada klien kami karena dia tidak bersalah. Setelah diaudit internal, ternyata memang benar ada indikasi transaksi yang misterius sebesar Rp. 5.506.000.000,” tutupnya.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/