DENPASAR – Sidang perkara dugaan pungutan liar dengan terdakwa oknum klian Dinas Banjar Buahan, Gianyar, I Nyoman Wirawan alias Komang Bilawa, 33 kembali bergulir di Pengadilan tipikor Denpasar.
Mengagendakan pemeriksaan saksi, Jaksa Penuntut Umum, Putu Iskadi Kekeran menghadirkan saksi korban, Ni Made Wirani alias Nuasih.
Mengejutkan, saat dihadapkan di persidangan, korban membeber tabiat buruk Klian Dinas Banjar Buahan, Gianyar, I Nyoman Wirawan alias Komang Bilawa, 33.
Nuasih menyebut terdakwa berusaha keras meminta uang Rp 25 juta untuk tanda tangan berkas pengurusan sertifikat tanah.
“Pak Klian bilang, kalau tidak dikasih uang Rp 25 juta berkasnya tidak diteken,” terang Nuasih di muka persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi korban yang dipimpin hakim Angeliky Handajani Day, Selasa (17/10).
Seperti masih belum yakin, majelis hakim, jaksa, dan pengacara terdakwa sempat mengejar keterangan Nuasih, apakah terdakwa meminta uang atau saksi yang berinisiatif memberi uang agar urusannya dilancarkan.
“Benar nih, Pak Klian yang minta duluan?” pancing hakim Angeliky.
Nuasih menegaskan, bahwa Bilawa yang meminta uang kepada dirinya.
Bahkan, terdakwa blak-blakan minta uang kepada saksi.
Permintaan itu disampaikan saat bertemu langsung maupun lewat telepon dan SMS secara berulang.
“Berarti bukan saksi yang memberi uang duluan?” kejar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Gianyar, Putu Iskadi Kekeran.
“Pak klian yang minta uang duluan.
Pak klian bilang, ini ada biaya yang harus dibayar.
Tapi, tidak dijelaskan biaya untuk apa. Setelah dibayar baru mau tanda tangan,” tegas Nuasih.
Mendengar pernyataan saksi korban, terdakwa yang duduk menunduk di sebelah pengacaranya melirik saksi.
Yang menarik, menurut Nuasih, terdakwa meanti-wanti agar “upeti” Rp 25 juta itu tidak diceritakan pada siapapun.
Termasuk pada kepala desa dan ayah saksi korban.
“Pak Klian minta sama saya, ‘mbok jangan bilang siapa-siapa ya’ tentang uang ini,” kata Nuasih menirukan terdakwa.
Permintaan “upeti” itu tidak langsung dipenuhi saksi.
Merasa uang yang diminta terdakwa terlalu besar, Nuasih kaget.
Nuasih yang awam dalam pengurusan sertifikat berusaha meminta keringanan. Setelah terjadi tawar-menawar akhirnya disepakati Rp 20 juta pas.
Karena tidak mempunyai uang tunai Rp 20 juta, saksi membawa uang Rp 10 juta.
Sisanya diberikan setelah pengurusan sertifikat selesai dan tanah laku dijual. Setelah uang diserahkan barulah terdakwa mau meneken berkas.