25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 8:08 AM WIB

Aneh, Jadi TSK Sejak 2018, Bendesa Adat Keramas Tak Kunjung Diadili

DENPASAR – Meski telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 11 Mei 2018 silam oleh Polda Bali, bendesa Adat Keramas, Gianyar I Nyoman Puja Waisnawa masih menghirup udara bebas.

Sebelumnya, tersangka diduga melakukan manipulasi uang sewa lahan milik Banjar Delod Peken, Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, sebagaimana yang telah dilaporkan oleh pelapor bernama I Gusti Agung Suadnyana. 

Pelapor Suadnyana menerangkan peristiwa itu terjadi sekitar 5 tahun silam. Itu bermula saat terduga pelaku sebagai Kelian Banjar diberi kepercayaan oleh warga Banjar untuk memberikan sewa lahan milik banjar kepada investor.

Saat rapat di banjar, terduga pelaku mengaku jika kesepakatan dengan investor disepakati jika harga sewa senilai Rp 3 juta per are untuk satu tahun. Luas tanah yang disewakan seluas 56 are.

“Harganya Rp 3 juta per tahun untuk 1 are dipotong pajak 10 persen. Saat pembayaran oleh investor, ada uang masuk ke rekening banjar ada kelebihan sebanyak sekitar kurang lebih Rp 400 juta.

Nah, kok bisa lebih. Akhirnya dari rapat ada yang menjawab jika itu dana titipan. Akhirnya dikejar-kejar disuruh seorang prajuru banjar untuk mencari berapa nilai kontrak.

Setelah ditemukan akta kontrak ternyata nilai kontrak yang disepakati dengan pihak investor senilai RP 3.300.000 per tahun untuk 1 are selama 25 tahun,” beber Suadnyana kemarin.

Atas temuan itu, pihak warga Banjar melalui pelapor melaporkan kasus ini ke Polda Bali. Setelah melakukan penyelidikan, pada tahun 2018 lalu, terduga pelaku akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Bali.

Namun sayangnya, kasus ini tidak ada kejelasan hingga sekarang. Bahkan, tersangka belum disidangkan di pengadilan.

Kejati Bali saat dikonfirmasi membenarkan bahwa pihaknya sudah mengembalikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke penyidik Polda Bali.

Namun, Kasi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Baki A. Luga Herliano yang ditemui kemarin mengatakan, meski ada mengembalikan SPDP ke Polda Bali, bukan berarti kasus ini dihentikan. 

“Kalau penyidik masih mau melanjutkan perkara ini itu sah sah saja. Nanti kan tinggal dikirim SPDP baru ke Kejaksaan,” terang Luga.

Ditanya terkait alasan pengembalian SPDP ke Polda Bali itu, Luga menjelaskan jika itu terjadi karena masa waktu penyidik untuk memenuhi pentunjuk jaksa sudah habis. 

Diceritakan Luga, sebelum ada pengembalian SPDP ke Polda Bali, berkas masuk pada tanggal 5 Maret 2020.

Setelah dipelajari jaksa peneliti, di bulan yang sama jaksa peneliti mengirim petunjuk sebanyak dua kali ke penydik. Isinya untuk meminta perkembangan atas petunjuk yang sudah diberikan.

“Karena setelah 3 bulan usai diberi petunjuk oleh jaksa tidak ada kabar, jaksa mengirim surat ke penyidik,” kata pejabat asal Medan ini.

Lalu, di bulan Juli 2020 surat itu dibalas pihak penyidik dengan mengatakan belum bisa memenuhi petunjuk jaksa untuk melakukan pemeriksaan saksi-saksi karena terhalang Covid-19. 

Atas alasan itu, jaksa peneliti masih menunggu hingga September 2020. “Karena hingga bulan September belum juga ada kabar, jaksa peneliti akhirnya mengembalikan SPDP ke penydik,” ungkapnya.

Lalu, 30 September 2020, penyidik kembali mengirim SPDP. Sehingga menurut Luga, belum ada berkas masuk ke Kejati dan hanya SPDP saja. 

DENPASAR – Meski telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 11 Mei 2018 silam oleh Polda Bali, bendesa Adat Keramas, Gianyar I Nyoman Puja Waisnawa masih menghirup udara bebas.

Sebelumnya, tersangka diduga melakukan manipulasi uang sewa lahan milik Banjar Delod Peken, Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, sebagaimana yang telah dilaporkan oleh pelapor bernama I Gusti Agung Suadnyana. 

Pelapor Suadnyana menerangkan peristiwa itu terjadi sekitar 5 tahun silam. Itu bermula saat terduga pelaku sebagai Kelian Banjar diberi kepercayaan oleh warga Banjar untuk memberikan sewa lahan milik banjar kepada investor.

Saat rapat di banjar, terduga pelaku mengaku jika kesepakatan dengan investor disepakati jika harga sewa senilai Rp 3 juta per are untuk satu tahun. Luas tanah yang disewakan seluas 56 are.

“Harganya Rp 3 juta per tahun untuk 1 are dipotong pajak 10 persen. Saat pembayaran oleh investor, ada uang masuk ke rekening banjar ada kelebihan sebanyak sekitar kurang lebih Rp 400 juta.

Nah, kok bisa lebih. Akhirnya dari rapat ada yang menjawab jika itu dana titipan. Akhirnya dikejar-kejar disuruh seorang prajuru banjar untuk mencari berapa nilai kontrak.

Setelah ditemukan akta kontrak ternyata nilai kontrak yang disepakati dengan pihak investor senilai RP 3.300.000 per tahun untuk 1 are selama 25 tahun,” beber Suadnyana kemarin.

Atas temuan itu, pihak warga Banjar melalui pelapor melaporkan kasus ini ke Polda Bali. Setelah melakukan penyelidikan, pada tahun 2018 lalu, terduga pelaku akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Bali.

Namun sayangnya, kasus ini tidak ada kejelasan hingga sekarang. Bahkan, tersangka belum disidangkan di pengadilan.

Kejati Bali saat dikonfirmasi membenarkan bahwa pihaknya sudah mengembalikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke penyidik Polda Bali.

Namun, Kasi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Baki A. Luga Herliano yang ditemui kemarin mengatakan, meski ada mengembalikan SPDP ke Polda Bali, bukan berarti kasus ini dihentikan. 

“Kalau penyidik masih mau melanjutkan perkara ini itu sah sah saja. Nanti kan tinggal dikirim SPDP baru ke Kejaksaan,” terang Luga.

Ditanya terkait alasan pengembalian SPDP ke Polda Bali itu, Luga menjelaskan jika itu terjadi karena masa waktu penyidik untuk memenuhi pentunjuk jaksa sudah habis. 

Diceritakan Luga, sebelum ada pengembalian SPDP ke Polda Bali, berkas masuk pada tanggal 5 Maret 2020.

Setelah dipelajari jaksa peneliti, di bulan yang sama jaksa peneliti mengirim petunjuk sebanyak dua kali ke penydik. Isinya untuk meminta perkembangan atas petunjuk yang sudah diberikan.

“Karena setelah 3 bulan usai diberi petunjuk oleh jaksa tidak ada kabar, jaksa mengirim surat ke penyidik,” kata pejabat asal Medan ini.

Lalu, di bulan Juli 2020 surat itu dibalas pihak penyidik dengan mengatakan belum bisa memenuhi petunjuk jaksa untuk melakukan pemeriksaan saksi-saksi karena terhalang Covid-19. 

Atas alasan itu, jaksa peneliti masih menunggu hingga September 2020. “Karena hingga bulan September belum juga ada kabar, jaksa peneliti akhirnya mengembalikan SPDP ke penydik,” ungkapnya.

Lalu, 30 September 2020, penyidik kembali mengirim SPDP. Sehingga menurut Luga, belum ada berkas masuk ke Kejati dan hanya SPDP saja. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/