DENPASAR – Tujuh bulan berlalu, pengusutan dugaan korupsi dana APBDes Desa Dauh Puri Klod, Denpasar Barat, oleh kejaksaan tak kunjung menemui titik terang.
Alih-alih membawa kasus ini ke meja hijau, penetapan tersangka saja masih gabeng alias belum jelas.
Situasi ini membuat warga Dauh Puri Klod mulai gusar. I Nyoman Mardika, warga Dauh Puri Klod yang melaporkan kasus ini bahkan
sampai harus datang ke Kejari Denpasar untuk menanyakan perkembangan kasus, khususnya penetapan tersangka.
“Bagi saya, tujuh bulan untuk membongkar kasus ini dan menetapkan tersangka itu sangat lama. Ini seperti tidak ada kejelasan dan ketidakpastian,” tandas Mardika kemarin.
Mardika melaporkan kasus ini ke Kejati Bali pada Januari 2019 lalu. Ketidaksabaran Mardika bisa dimaklumi. Pasalnya, sejak Juni lalu Kejari Denpasar sudah memeriksa belasan saksi.
Salah satunya mantan perbekel Desa Dauh Puri Klod, I Gusti Made Wira Namiartha (sekarang anggota DPRD Kota Denpasar).
Bahkan, jaksa penyidik Kejari Denpasar juga sudah turun mengobok-obok Kantor Desa Dauh Puri Klod.
Namun, sampai saat ini belum ada kejelasan siapa yang bertanggungjawab atas kerugian negara yang nilainya diprediksi hampir Rp 1 miliar.
Mardika mengaku datang ke Kejari Denpasar ditemui Kasi Pidsus Kejari Denpasar, I Nengah Astawa.
Kata Kasi Pidsus, menurut Mardika, belum ada tersangka karena kerugian negara masih diaudit atau dihitung BPKP Perwakilan Provinsi Bali.
Kejari Denpasar sudah mengirim sejumlah dokumen untuk audit kerugian negara ke BPKP. “Yang menjadi pertanyaan, sampai kapan penghitungan kerugian negara oleh BPKP itu dilakukan?
Kapan hasilnya keluar? Apakah tanpa ada kejelasan atau terus berlarut-larut seperti sekarang?” sentil pria yang juga kepala dusun (Kadus) di Desa Dauh Puri Klod, itu.
Mardika mendesak Kejari Denpasar untuk meminta kepastian BPKP kapan audit selesai dirampungkan.
Jika perlu, tegas Mardika, Kejari Denpasar meminta standar operasional prosedur (SOP) BPKP dalam menghitung kerugian negara.
“Tidak cukup hanya komunikasi intensif antarlembaga saja, tapi harus ada transparansi kepada publik,” sindirnya.
Menurut Mardika, jika belum ada kepastian dari BPKP, pihaknya sebagai warga masyarakat bakal mendatangi Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Provinsi Bali untuk menanyakan SOP BPKP.
Semua harus dibuka blak-blakan pada publik, agar masyarakat tahu dengan jelas. “Jangan sampai karena tidak ada transparansi, muncul praduga atau pikiran yang macam-macam di masyarakat,” tukas Mardika.
Pria 47 tahun itu kembali menegaskan, dirinya tidak ada sangkut paut dan urusan dengan politik dalam masalah ini.
Sebagai warga desa yang kebetulan mengetahui masalah ini, Mardika mengaku memiliki tanggungjawab moral memperbaiki desanya.
“Terserah siapa yang menjadi tersangka dan bertanggungjawab. Saya tidak ada urusan. Masalah ini harus tuntas karena terjadi di desa saya,” pungkas pria yang juga aktivis lingkungan itu.
Sementara itu, Kasi Intel Kejari Denpasar, I Gusti Ngurah Agung Ary Kesuma saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya tidak bisa memastikan kapan hasil audit BPKP keluar.
Dia hanya berharap BPKP bisa secepatnya mengeluarkan hasil audit. Ditanya sikap kejaksaan terhadap warga yang datang menanyakan perkembangan kasus, Ary menyebut hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar.
“Kami sudah bekerja maksimal untuk pemeriksaan penyidikan. Sekarang tinggal menunggu hasil audit BPKP,” kata Ary.
Kembali ditanya keinginan warga agar Kejari Denpasar mendesak BPKP mengeluarkan audit, jaksa asal Gianyar, itu mengaku terus berkomunikasi dengan BPKP.
“Kami juga terus memberikan data yang diperlukan BPKP guna mempercepat proses penghtiungan oleh BPKP,” pungkasnya.