26.6 C
Jakarta
19 September 2024, 0:53 AM WIB

[Breaking News] MA Vonis Bebas Dirjen Bimas Hindu Prof Ketut Widnya

DENPASAR-Masih ingat kasus dugaan pembuatan dan pemalsuan surat Pemilihan Bendesa Adat Serangan dengan terdakwa Direktur Jenderal (Dirjen) Bimas Hindu Kementerian Agama RI Prof Drs I Ketut Widnya MA, M.Phil., Ph.D?

 

Kabar terbaru, atas kasus ini, Mahkamah Agung (MA) RI akhirnya menjatuhkan vonis bebas kepada terdakwa yang juga Guru Besar Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar.

 

Kuasa Hukum Prof Widnya,  Putu Wirata Dwikora dari Kantor Advokat Wayan Sudirta SH & Rekan dikonfirmasi Jawa Pos Radar Bali membenarkan dengan kabar bebasnya Prof Widnya.

 

“Putusan MA sudah turun. Klien kami dinyatakan tidak terbukti melakukan apa yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum,” terang Putwir-sapaan Putu Wirata Dwikora, Sabtu (21/12)

 

Untuk sekedar diketahui, Prof Widnya selaku ketua Kertha Desa Adat Serangan didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen (surat palsu)

 

 

Perkara yang menjerat mantan Direktur Program Doktor Ilmu Agama Pascasarjana IHDN Denpasar, ini berawal dari kisruhnya pasamuhan (rapat) penyampaian laporan pertanggungjawaban (LPJ) oleh Bendesa Serangan periode 2008-2013, Made Mudana Wiguna yang masa jabatannya habis pada 2013 silam.

 

Kisruh terjadi karena rapat LPJ berubah dan dimanipulasi seolah-olah menjadi pasamuhan  untuk memutuskan dan mengukuhkan kembali Made Mudana Wiguna sebagai Bendesa Adat Serangan periode 2013-2018.

 

“Padahal sesuai fakta, tidak ada pengukuhan dan menurut awig awig Desa Adat Serangan, pemilihan Bendesa dilakukan secara Langsung oleh krama bukan oleh Sabha Desa,”jelas Putwir.

 

Lebih lanjut, Putwir juga menjelaskan, bahwa akibat kisruh itulah turun dan ada mediasi serta  rekomendasi Majelis Madya Desa Pakraman Kota Denpasar agar dikakukan pemilihan sesuai awig awig.

 

Kemudian, atas rekomendasi Majelis Madya Desa Pekraman Kita Denpasar, Prof Ketut Widnya menindaklanjuti rekomendasi dengan melakukan sosialisasi di 6 (enam) banjar (Dusun) di Serangan. 

 

“Namun dari enam banjar, satu banjar tidak terlaksana,”imbuhnya. 

 

 

Kata Putwir, sosialisasi ke sejumlah banjar di Serangan ketika itu bertujuan  menginformasikan serta menyepakati waktu pemilihan Bendesa sesuai awig awig Desa. 

 

Selanjutnya, sesuai hasil sosialisasi, dari keterangan yang disampaikan Prof Widnya kala itu, menurut Putwit mayoritas di 5 (lima) banjar sepakat atau menyetujui diadakan pemilihan setelah pilpres dan setelah odalan di Pura Desa. 

 

“Inilah yang dilaporkan secara Pribadi oleh Widnya Ke MADP Kota Denpasar,”tegas Puwir.

 

 

Untuk itu, Putwir menegaskan bahwa atas perkara yang menjerat kliennya saat itu, Prof Widnya tidak ada niat memalsukan informasi serta tidak ada maksud merugikan siapapun termasuk Made Mudana. 

 

“Dan termasuk surat itu juga tidak dipakai dasar dalam pemilihan Bendesa Serangan pada Mei 2014,”tandas Putwir. 

 

Dan setelah pemilihan berlangsung yang dimenangkan Made Sedana (Sesuai awig awig Desa), MADP Kota Denpasar mengukuhkannya secara resmi dengan dilanjutkan dengan prosesi mejaya jaya di Pura dihadiri sejumlah pejabat Pemkot Denpasar.

 

Anehnya Mudana Baru melaporkan Prof Widnya pada tahun 2016 dengan tuduhan pemalsuan. 

 

Padahal yang bisa diduga memalsu isi Pasamuhan Sabha Desa Adat Serangan justru Bendesa lama Made Mudana Wiguna. 

 

 

Sementara sebelum turunnya putusan MA, saat persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar, Prof  Widnya oleh Majelis Hakim yang diketuai Estar Oktavi dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana Pasal 362 KUHP dan diganjar hukuman 4 bulan  dengan percobaan 8 bulan.

 

Tak terima atas vonis percobaan, penasehat hukum terdakwa kemudian mengajukan upaya banding dan kemudian divonis bebas.

DENPASAR-Masih ingat kasus dugaan pembuatan dan pemalsuan surat Pemilihan Bendesa Adat Serangan dengan terdakwa Direktur Jenderal (Dirjen) Bimas Hindu Kementerian Agama RI Prof Drs I Ketut Widnya MA, M.Phil., Ph.D?

 

Kabar terbaru, atas kasus ini, Mahkamah Agung (MA) RI akhirnya menjatuhkan vonis bebas kepada terdakwa yang juga Guru Besar Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar.

 

Kuasa Hukum Prof Widnya,  Putu Wirata Dwikora dari Kantor Advokat Wayan Sudirta SH & Rekan dikonfirmasi Jawa Pos Radar Bali membenarkan dengan kabar bebasnya Prof Widnya.

 

“Putusan MA sudah turun. Klien kami dinyatakan tidak terbukti melakukan apa yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum,” terang Putwir-sapaan Putu Wirata Dwikora, Sabtu (21/12)

 

Untuk sekedar diketahui, Prof Widnya selaku ketua Kertha Desa Adat Serangan didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen (surat palsu)

 

 

Perkara yang menjerat mantan Direktur Program Doktor Ilmu Agama Pascasarjana IHDN Denpasar, ini berawal dari kisruhnya pasamuhan (rapat) penyampaian laporan pertanggungjawaban (LPJ) oleh Bendesa Serangan periode 2008-2013, Made Mudana Wiguna yang masa jabatannya habis pada 2013 silam.

 

Kisruh terjadi karena rapat LPJ berubah dan dimanipulasi seolah-olah menjadi pasamuhan  untuk memutuskan dan mengukuhkan kembali Made Mudana Wiguna sebagai Bendesa Adat Serangan periode 2013-2018.

 

“Padahal sesuai fakta, tidak ada pengukuhan dan menurut awig awig Desa Adat Serangan, pemilihan Bendesa dilakukan secara Langsung oleh krama bukan oleh Sabha Desa,”jelas Putwir.

 

Lebih lanjut, Putwir juga menjelaskan, bahwa akibat kisruh itulah turun dan ada mediasi serta  rekomendasi Majelis Madya Desa Pakraman Kota Denpasar agar dikakukan pemilihan sesuai awig awig.

 

Kemudian, atas rekomendasi Majelis Madya Desa Pekraman Kita Denpasar, Prof Ketut Widnya menindaklanjuti rekomendasi dengan melakukan sosialisasi di 6 (enam) banjar (Dusun) di Serangan. 

 

“Namun dari enam banjar, satu banjar tidak terlaksana,”imbuhnya. 

 

 

Kata Putwir, sosialisasi ke sejumlah banjar di Serangan ketika itu bertujuan  menginformasikan serta menyepakati waktu pemilihan Bendesa sesuai awig awig Desa. 

 

Selanjutnya, sesuai hasil sosialisasi, dari keterangan yang disampaikan Prof Widnya kala itu, menurut Putwit mayoritas di 5 (lima) banjar sepakat atau menyetujui diadakan pemilihan setelah pilpres dan setelah odalan di Pura Desa. 

 

“Inilah yang dilaporkan secara Pribadi oleh Widnya Ke MADP Kota Denpasar,”tegas Puwir.

 

 

Untuk itu, Putwir menegaskan bahwa atas perkara yang menjerat kliennya saat itu, Prof Widnya tidak ada niat memalsukan informasi serta tidak ada maksud merugikan siapapun termasuk Made Mudana. 

 

“Dan termasuk surat itu juga tidak dipakai dasar dalam pemilihan Bendesa Serangan pada Mei 2014,”tandas Putwir. 

 

Dan setelah pemilihan berlangsung yang dimenangkan Made Sedana (Sesuai awig awig Desa), MADP Kota Denpasar mengukuhkannya secara resmi dengan dilanjutkan dengan prosesi mejaya jaya di Pura dihadiri sejumlah pejabat Pemkot Denpasar.

 

Anehnya Mudana Baru melaporkan Prof Widnya pada tahun 2016 dengan tuduhan pemalsuan. 

 

Padahal yang bisa diduga memalsu isi Pasamuhan Sabha Desa Adat Serangan justru Bendesa lama Made Mudana Wiguna. 

 

 

Sementara sebelum turunnya putusan MA, saat persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar, Prof  Widnya oleh Majelis Hakim yang diketuai Estar Oktavi dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana Pasal 362 KUHP dan diganjar hukuman 4 bulan  dengan percobaan 8 bulan.

 

Tak terima atas vonis percobaan, penasehat hukum terdakwa kemudian mengajukan upaya banding dan kemudian divonis bebas.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/