DENPASAR – Penyidik Pidsus Kejati Bali dalam waktu dekat akan segera memanggil eks Sekda Buleleng Dewa Ketut Puspaka untuk dimintai keterangan seputar dugaan kasus korupsi Sewa rumah jabatan.
Penyidik berupaya mengali sebanyak mungkin informasi seputar keputusan eks Sekda Dewa Puspaka menyetorkan uang Rp 923,4 juta ke kas daerah beberapa waktu lalu.
Termasuk besaran uang lebih besar dari jumlah kerugian yang diumumkan penyidik sebesar Rp 836 juta. “Dasar pengembaliannya itu apa?” kata Kasipenkum Kejati Bali A. Luga Harlianto kemarin.
Luga Harlianto berjanji akan kembali merilis jika sudah ada penetapan tersangka. Disinggung uang yang dikembalikan Dewa Puspaka lebih besar dari yang dirilis jaksa,
Luga Harlianto menyebut penyidik berpedoman pada temuan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) sebesar Rp 836 juta.
“Sekarang ini yang sudah ada unsur pidananya adalah peristiwanya. Dari sana akan ditemukan tersangka,” tukasnya.
Kembali disinggung modus serupa di kabupaten/kota lain di Bali, mantan Kasi Datun Merauke itu mengatakan hal itu menjadi
tantangan bagi jaksa penyidik untuk mengungkap tabir ada atau tidaknya tindak pidana korupsi dengan modus serupa.
Ditegaskan, sesuai arahan Jaksa Agung, dalam penyelidikan kasus korupsi yang diungkap adalah kualitas modusnya.
“Istilhanya dapat big fish (ikan besar). Jadi, bukan jumlahnya (nominal) saja, tapi melihat kualitas modus korupsi,” pungkasnya.
Dalam kasus ini, penyidik menduga ada pelanggaran Permendagri Nomor 37/2010 tentang Pedoman Penyusunan APBD TA 2011 dan perubahan nomenklatur lampiran
Permendagri Nomor 22/2011 (TA 2012), Nomor 37/2012 (TA 2013), Nomor 20/2013 (TA 2014), hingga Permendagri Nomor 33/2019 (TA 2020).
Pelanggaran terhadap Permendagri tersebut mengarah kepada unsur Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.