DENPASAR – Setelah sempat diskors 15 menit karena tim kuasa hukum JRX terlambat mendamping JRX saat sidang, sidang atas terdakwa JRX SID dengan pelapor IDI kembali digelar di PN Denpasar, Selasa (22/9). Sidang ini digelar secara online atau daring. Hakim menggelar sidang dari PN Denpasar, sedangkan JRX dari Polda Bali dan jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Denpasar.
Dalam sidang itu I Gede Ari Astina atau JRX dan majelis hakim tetap berdebat seru soal sidang online atau tidak. JRX tetap minta sidang tatap muka, sedangkan majelis hakim tetap sidang online
Ketika sidang dibuka, majelis hakim langding menanyai JRX apakah sudah mengerti dengan surat dakwaan yang sebelumnya dibacakan saat sidang sebelumnya lantaran dalam sidang sebelumnya itu JRX melakukan aksi walk out.
“Saudara Terdakwa sudah mendengar, apakah Saudara sudah mengerti surat dakwaan tersebut. Karena di awal persidangan saudara sudah menerima salinan dakwaan dari penuntut umum,” ujar Ketua hakim Ida Ayu Adnya Dewi didampingi Hakim anggota Made Pasek , dan I Dewa Made Budi Watsara. JRX pun menjawab tidak mengerti.
“Maaf, maaf, Yang Mulia, saya tidak mengerti karena saya tidak mendengarnya langsung,” jawab JRX.
Lalu hakim pun memerintahkan JPU untuk membacakan ulang dakwaan tersebut. Namun belum sempat dibacakan, JRX kembali mengatakan bahwa dirinya tetap tidak menginginkan sidang online.
“Maaf, Yang Mulia, saya sebagai terdakwa tetap menolak sidang online dan meminta sidang tatap muka karena kepentingan sidang ini bukan hanya untuk korban. Tetapi juga untuk saya. Bukan untuk JPU atau hakim. Selebihnya saya serahkan ke kuasa hukum untuk membela kepentingan hukum saya,” tegas JRX.
Hakim kembali meminta JPU untuk menjelaskan dakwaan. Namun kuasa hukum JRX, Teguh Sugeng Santoso angkat bicara. Dia mengatakan baik kliennya maupun tim kuasa hukum tetap keberatan sidang ini digelar secara online.
“Kami mau sampaikan mewakili kepentingan JRX. Persidangan ini adalah upaya pencarian kebenaran materil. Di sana pentingnya keadilan dari korban harus diakomodir dan pencarian keadilan terdakwa juga harus komodir. Kita para officer keadilan harus mengakomodasi hal tersebut. Parameter penegakan hukum untuk mendapatkan keadilan yang cermat presisi telah ditetapkan dalam UU yaitu KUHAP. SEMA (surat edaran Mahkamah Agung) Ketua Mahkamah Agung nomor 1 itu juga mengakomodasi parameter tersebut tidak menyimpangkan,” urainya di hadapan sidang.
Lanjut dia, bahwa dalam masa pandemi ini Mahkamah Agung telah membuat SEMA bahwa persidangan bisa dilakukan secara online. Tetapi, kata dia, juga artinya itu tidak imperatif (memerintah). Karena ada persidaggan yang dilakukan secara offline.
“Untuk mencari kebenaran materil maka kami meminta persidangan ini dilakukan secara offline. Karena akan didapatkan satu persidangan yang legitimate tidak mengesampingkan tujuan pencarian keadilan. Persidangan lalu kami sudah meminta. Ternyata problemnya adalah pada soal produk-produk yang menjadi rujukan majelis hakim dalam memutuskan sidang online. Oleh karena itu kami sudah bersurat kepada mahkamah agung untuk meminta petunjuk dan juga pendapat dan juga tanggapan ma agar persidangan atas nama pelapor korban IDI dengan terdakwa I Gede Ari Astina dilakukan secara off line,” beber Sugeng.
Dia pun meminta agar sidang ini ditunda sampai adanya tanggapan terkait surat tim kuasa hukum JRX dari Mahkamah Agung.
“Agar Mahkamah Agung bisa menjawab dulu surat kami. Ketika lembaga peradilan tertinggi yang membuat peraturan tentant sidang peradilan menetapkan, maka kami akan taat. Karena pada dasarnya sema nomor 1 tidak mereduksi KUHAP. Tetapi keputusan majlis hakim telah mereduksi pencarian keadilan yang diparameterri oleh KUHAP. Oleh sebab itu kami memohon pengadilan menunda dulu sidang ini sampai adanya tanggapan dari Mahkamah Agung surat yang kami kirim dua kali,” katanya.
Menanggapi permintaan itu, hakim ketua, Ida Ayu Adnya Dewi mengatakan bahwa sidang online itu tetap harus dilakukan sampai adanya tanggapan dari Mahkamah Agung.
“Kami sudah menjelaskan pada persidangan lalu kami sudah menjelaskan bahwa kami untuk sementara sampai hari ini tetap menggunakan persidangan secara online sambil menunggu petunjuk dari Mahkamh Agung. Kalau ditunggu kapan akan turun pendapat Mahkamah Agung, akan menunda persidangan. Sedangkan proses penahanannya berjalan terus dan tidak bisa diperpanjang lagi. Itu salah satu pertimbangan majelis hakim dan tetap pada dasar hukum yang kami pedomani. Sementara sampai saat ini kami tetap berpedoman pada SEMA MA nomor 1 tahun 2020 yang awalnya berdasarkan MOU antara ma RI Kejagung RI, kementrian hukum dan HAM,” ujar Ida Ayu Adnya Dewi.
Setelah perdebatan tersebut, JPU pun dipersilahkan untuk membacakan ulang dakwaan terhadap JRX SID. Setelah itu, sebelum sidang selesai, hakim mengumumkan agenda Selasa (29/9) esepsi dari kuasa hukum dan terdakwa JRX terhadap dakwaan tersebut.