27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 2:38 AM WIB

Pembatalan Penahanan Ibu Penyekap Anak Menuai Kecaman

siti sapurah (istimewa)

TABANAN–  Perlakuan  keji Urai Dita Widyastuti , 40, selaku ibu kandung  yang menyekap dua anaknya, DH,6, dan DS,3,  di Tabanan menuai kecaman dari berbagai pihak. Ini karena Urai Dita Widyastuti tidak ditahan. Begitu juga pacarnya Dita, Made Sulendra Surya Admajaya,35.

Sontak, pasangan yang sempat memakai baju tahanan dan akhirnya ternyata  tidak ditahan  itu mendapat respons keras dari  kalangan aktivis anak dan perempuan. Misalnya Siti Sapurah juga ikut bereaksi.

Dia mengecam keras keputusan dari Polres Tabanan yang tidak menjebloskan kedua pelaku ke dalam sel tahanan. Aktivis  perempuan  yang akrab disapa Ipung ini menilai telah mendiskriminasi korban kekerasan, apalagi korbannya anak-anak.

Dijelaskan, bahwa dalam peristiwa yang menimpa dua bocah Kaka beradik, DH,6 dan DS, 3,  ada dua tersangka orang dewasa yang dengan sengaja menyiksa dua anak kecil yang tidak mengerti apa-apa. “Anak tidak tahu apa-apa. Anak butuh perlindungan dari orang dewasa. Jadi kita sebagai orang dewasa, terlebih aparat penegak hukum harus punya empati terhadap anak yang menjadi korban kasus kriminalitas dan kekerasan,” tegasnya di Denpasar, Selasa (25/10/2022).

Kasus ini kata Ipung bukanlah kasus ringan biasa. Korbannya dua anak tak berdaya yang diperlakukan tidak manusiawi. Dimana polisi tak melakukan penahanan dengan dalih ancaman hukumannya di bawah 5 tahun penjara.

“Ada apa dengan polisi, mengapa tidak mengenakan pasal 170 KUHP yakni melakukan penganiayaan secara bersama-sama dengan ancaman hukuman lima tahun enam bulan penjara?” tegasnya.

Lebih jauh, menurut Ipung, kondisi rumah aman, dari Dinas Sosial Tabanan   itu tak menjamin. “Apakah Kapolres berani menjamin jika tidak akan ada lagi aksi serupa di rumah aman itu? Saya sudah 20 tahun mendampingi anak korban kekerasan, namun rumah aman itu ternyata tidak aman. Ibunya tidak ditahan, ayahnya tidak ditahan,  dan anaknya ditaruh di rumah aman, apakah polisi menjamin jika korban akan aman?” tanya Ipung.

Dia juga menanyakan sikap polisi yang tak menahan tersangka kasus kekerasan ini. Dimana pria pasangan dari sang ibu hanya dikenai wajib lapor.

Sementara ibunya di rumah aman bersama dua korban. “Jika anak itu kembali menjadi korban, bapak yang akan saya pidanakan. Negara melindungi hak anak. Anak anak tidak boleh didiskriminasi. Mereka juga dilindungi undang-undang,” tegasnya.

Terkait sorotan ini,  Kapolres Tabanan AKBP Ranefli Dian Candra mengatakan bahwa  penahanan terhadap tersangka tidak mutlak dilakukan oleh polisi. Dan hanya dilakukan jika tersangka dikhawatirkan akan kembali melakukan perbuatannya,menghilangkan barang bukti, melarikan diri dan ancaman pidana yang dijatuhkan di atas lima tahun. Selain itu, penahanan nanti ditentukan saat sidang di pengadilan.

“Kedua korban masih butuh perawatan dan perhatian ibunya. Terutama yang masih berusia tiga tahun (anak tersangka yang kedua). Selama proses hukumnya masih berjalan di kepolisian, tersangka UDW akan ditahan di rumah aman,” imbuhnya.

Sedangkan penetapan MS sebagai tersangka, sambung Ranefli, karena MS turut serta melakukan penganiayaan terhadap kedua korban. MS mencarikan rantai untuk mengikat kaki dan leher bocah tersebut. “Dia mengaku sempat menolak (memberikan rantai),” imbuhnya. (marsellus pampur/radar bali)

 

siti sapurah (istimewa)

TABANAN–  Perlakuan  keji Urai Dita Widyastuti , 40, selaku ibu kandung  yang menyekap dua anaknya, DH,6, dan DS,3,  di Tabanan menuai kecaman dari berbagai pihak. Ini karena Urai Dita Widyastuti tidak ditahan. Begitu juga pacarnya Dita, Made Sulendra Surya Admajaya,35.

Sontak, pasangan yang sempat memakai baju tahanan dan akhirnya ternyata  tidak ditahan  itu mendapat respons keras dari  kalangan aktivis anak dan perempuan. Misalnya Siti Sapurah juga ikut bereaksi.

Dia mengecam keras keputusan dari Polres Tabanan yang tidak menjebloskan kedua pelaku ke dalam sel tahanan. Aktivis  perempuan  yang akrab disapa Ipung ini menilai telah mendiskriminasi korban kekerasan, apalagi korbannya anak-anak.

Dijelaskan, bahwa dalam peristiwa yang menimpa dua bocah Kaka beradik, DH,6 dan DS, 3,  ada dua tersangka orang dewasa yang dengan sengaja menyiksa dua anak kecil yang tidak mengerti apa-apa. “Anak tidak tahu apa-apa. Anak butuh perlindungan dari orang dewasa. Jadi kita sebagai orang dewasa, terlebih aparat penegak hukum harus punya empati terhadap anak yang menjadi korban kasus kriminalitas dan kekerasan,” tegasnya di Denpasar, Selasa (25/10/2022).

Kasus ini kata Ipung bukanlah kasus ringan biasa. Korbannya dua anak tak berdaya yang diperlakukan tidak manusiawi. Dimana polisi tak melakukan penahanan dengan dalih ancaman hukumannya di bawah 5 tahun penjara.

“Ada apa dengan polisi, mengapa tidak mengenakan pasal 170 KUHP yakni melakukan penganiayaan secara bersama-sama dengan ancaman hukuman lima tahun enam bulan penjara?” tegasnya.

Lebih jauh, menurut Ipung, kondisi rumah aman, dari Dinas Sosial Tabanan   itu tak menjamin. “Apakah Kapolres berani menjamin jika tidak akan ada lagi aksi serupa di rumah aman itu? Saya sudah 20 tahun mendampingi anak korban kekerasan, namun rumah aman itu ternyata tidak aman. Ibunya tidak ditahan, ayahnya tidak ditahan,  dan anaknya ditaruh di rumah aman, apakah polisi menjamin jika korban akan aman?” tanya Ipung.

Dia juga menanyakan sikap polisi yang tak menahan tersangka kasus kekerasan ini. Dimana pria pasangan dari sang ibu hanya dikenai wajib lapor.

Sementara ibunya di rumah aman bersama dua korban. “Jika anak itu kembali menjadi korban, bapak yang akan saya pidanakan. Negara melindungi hak anak. Anak anak tidak boleh didiskriminasi. Mereka juga dilindungi undang-undang,” tegasnya.

Terkait sorotan ini,  Kapolres Tabanan AKBP Ranefli Dian Candra mengatakan bahwa  penahanan terhadap tersangka tidak mutlak dilakukan oleh polisi. Dan hanya dilakukan jika tersangka dikhawatirkan akan kembali melakukan perbuatannya,menghilangkan barang bukti, melarikan diri dan ancaman pidana yang dijatuhkan di atas lima tahun. Selain itu, penahanan nanti ditentukan saat sidang di pengadilan.

“Kedua korban masih butuh perawatan dan perhatian ibunya. Terutama yang masih berusia tiga tahun (anak tersangka yang kedua). Selama proses hukumnya masih berjalan di kepolisian, tersangka UDW akan ditahan di rumah aman,” imbuhnya.

Sedangkan penetapan MS sebagai tersangka, sambung Ranefli, karena MS turut serta melakukan penganiayaan terhadap kedua korban. MS mencarikan rantai untuk mengikat kaki dan leher bocah tersebut. “Dia mengaku sempat menolak (memberikan rantai),” imbuhnya. (marsellus pampur/radar bali)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/