DENPASAR-NY, bocah berusia lima tahun yang dianiaya oleh pacar ibu kandungnya bernama Yohanes Paulus Maniek Putra alias Jo kembali menjalani visum pada Senin (25/7/2022). Visum itu dilakukan di RS Wangaya Denpasar untuk memastikan apakah korban juga mengalami pelecehan seksual atau tidak.
Wakasatreskrim Polresta Denpasar AKP Wiastu Andri Pudjianto mengatakan, hasil dari visum itu belum keluar. “Kami memohon dilakukan visum untuk masalah tubuh bagian dalam. Itu untuk mengetahui apakah ada lecet atau luka pada organ dalam dan seperti alat kelamin,” katanya di Mapolresta Denpasar, Senin (25/7/2022).
Dijelaskannya, Polresta Denpasar juga meminta bantuan Dinas Sosial Kota Denpasar, ayah korban dan juga pemerhati anak untuk bersama-sama mengawasi korban. Terutama juga untuk pemulihan kondisi psikis korban. “Penyidik kami juga sudah bertemu korban untuk mendalami keterangan,” tambahnya.
Menurut Andri, pihaknya masih perlu mendalami adanya dugaan pelecehan seksual yang dialami korban. Meski faktanya, korban mengalami luka gigit pada payudara kanannya akibat pelaku. “Terkait dugaan pelecehan seksual, masih kami dalami. Memang dalam undang-undang karena ini lekspesialis, memang cukup satu saksi sudah bisa dijadikan bukti. Tetapi sekarang korban masih belum bisa dimintai keterangan. Terkait luka pada payudara itu, kita tanya ahli dulu. Apakah itu ada unsur nafsu atau tidak,” tambahnya.
Terkait pernyataan Wakasat Reskrim Polresta Denpasar tersebut, Siti Sapurah, Pemerhati Anak yang ikut mendampingi korban bereaksi keras. Menurutnya tak perlu dibuktikan apakah pelaku dalam kondisi bernafsu atau tidak saat menggigit payudara kanan korban. “Punya nafsu atau enggak cuma dirinya sendiri (pelaku) yang tau. Undang-undang tidak mengatur nafsu itu,” tegas Ipung.
Lanjut dia, visum et repertum penting untuk mengecek alat vital korban N apakah ada yang robek, jika tidak ada lakukan pula visum psikiatri. Ini karena seorang psikiater bisa menjawab hal tersebut, apakah pasca peristiwa itu terjadi pencabulan atau kejahatan seksual. “Tapi, saya menduga itu terjadi. Jangan sampai polisi mengatakan tidak ada laporan, mohon maaf ini bukan delik aduan,” terangnya.
Ipung menegaskan aparat kepolisian dapat mengembangkan laporan model A, dengan menggunakan Pasal 76C Jo Pasal 80 ayat 2, dengan ancaman hukum 5 Tahun, Pasal 76 B Jo Pasal 81, 82 UU Nomor 23 Tahun 2002 Perubahan Pertama UU 35 Tahun 2014 dan Perubahan Kedua UU 17 Tahun 2016 tentang Kejahatan Seksual.
“Jadi ancamannya berlapis, 5 tahun plus sampai 20 tahun, dan sampai hukuman mati. Jangan sampai menyederhanakan kasus ini, kasihan korban N. Korban N mungkin takut bicara, tapi kitalah yang dewasa wajib membantu dia mencari keadilan di sini,” tambahnya.
Ipung menjelaskan, dalam UU Perlindungan Anak, ada 4 bagian tubuh anak yang tidak boleh disentuh oleh orang lain. Apabila sampai disentuh, maka sudah bisa dipastikan adanya tindak pidana pencabulan.
“Empat bagian yang tidak boleh disentuh ini adalah, mulut, payudara pada anak wanita, alat kelamin untuk pria dan wanita serta dubur. Nah, dalam perkara N ini ada bekas gigitan di payudaranya, artinya dugaan pencabulan semakin kuat,” terang Ipung.
Jika hal ini benar terjadi, Ipung mengatakan bahwa pelaku bisa dijerat dengan Pasal 82 UU No 17 tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak yang ancaman hukumannya sampai 15 tahun penjara atau bahkan sampai ke hukuman mati.
Sementara itu, sebelumnya Polresta Denpasar hanya menerapkan pasal tindak pidana Kekerasan terhadap anak di bawah umur sebagaimana dalam pasal 76 C Jo pas 80 dan pasal 76B Jo 77B UU RI nomor 17 tahun 2017 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak terhadap pelaku. Selain Yohanes Paulus Maniek Putra, Polresta Denpasar juga menetapkan Dwi Novita Murni yang merupakan ibu dari korban N, 5,sebagai tersangka. Dalam kasus ini Novi secara membiarkan pelaku Yohanes menganiaya Naya secara sadis.