RadarBali.com – Mantan ajudan I Gede Winasa saat menjadi bupati yang akan dilaporkan ke Bareskrim Polri karena dituduh memalsukan dukumen kompak membantah.
Dua orang dari empat orang mantan ajudan yang disebut kompak menyebut tudingan pemalsuan dokumen tiket fiktif dan imbalan Rp 150 ribu untuk setiap tiket tidak berdasar.
Menurut Putu Oka Santika, mantan ajudan Winasa yang disebut memalsukan dokumen mengatakan, pada saat sidang sebagaian saksi dalam kasus korupsi perjalanan dinas dengan tersangka Winasa sudah dijelaskan pada majelis hakim.
Bahwa tiket yang dibeli saat itu asli, tidak pernah membeli tiket palsu. ”Kalau masalh tiket paslu saya tidak tahu,”jelasnya, Minggu (30/7).
Termasuk mengenai tudingan ada imbalan Rp 150 ribu untuk setiap tiket yang dibeli dari Made Bujana.
Waktu pemeriksaan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Jembrana dan sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor Denpasar, sudah disampaikan semua.
“Berani disumpah tidak ada itu. Mana saya tidak nyari-nyari begitu. Ngawur,” tegasnya. Senada diungkapkan Tri Karyna Ambaradadi yang mengatakan, semua tudingan tersebut sudah disampaikan saat pemeriksaan dan persidangan, bahwa semua tudingan tersebut tidak terbukti.
Dipastikan tiket yang dibeli tersebut asli. Bahkan semua bukti sudah dibeberkan saat sidang di pengadilan.”Kalau tiket yang palsu tidak tahu,”ujarnya.
Tiket yang dibeli selama menjadi ajudan tidak pernah dibeli dari Made Bujana, tetapi melalui Amik di Denpasar.
Sehingga, tudingan mengenai imbalan Rp 150 ribu untuk setiap tiket yang dibeli tidak ada buktinya. “Buktinya ada di kejaksaan semua. Dan sudah penah diperiksa dipengadilan,”tegansya.
Menurutnya, saat pemeriksaan di Kejari Jembrana dan dipersidangan empat mantan ajudan yang disebut kuasa hukum Winasa diperiksa bersamaan, sehingga dipastikan membantah semua tuingan tersebut.
“Pasti sama (membantah), karena kita diperiksa bersamaan,”pungkasnya. Diberitakan sebelumnya, empat mantan ajudan Winasa akan dilaporkan ke Mabes Polri karena diduga memalsukan dokumen berupa tiket, data manifest penerbangan dari maskapai Garuda Indonesia.
Sehingga nomor tiket tidak valid dan menyebabkan Bupati Jembrana dua periode itu diseret ke meja hijau dengan putusan pengadilan 4 tahun penjara.