27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 8:30 AM WIB

Pelaku Dikenal Pendiam, Orang Tua Shock, Napi Ikut Terkaget – kaget

Kasus meninggalnya napi I Wayan Sudarma menjadi kabar duka bagi keluarganya. Kabar itu sekaligus membuat para warga binaan

atau napi di Rutan Bangli kebingungan. Pasalnya Sudarma selama menjalani masa hukuman dikenal pendiam.

 

 

INDRA PRASETIA, Bangli

TANGIS dan teriakan dari ibunda I Wayan Sudarma, Ni Nyoman Suka tampak keluar lobi tempok Rutan Bangli.

Ni Nyoman Suka datang ke Rutan Bangli bersama suaminya I Wayan Didik dan kakak Sudarma, Ni Luh Parni.

Di dalam Rutan, kedua orang Sudarma melangsungkan serah terima terhadap jasad Sudarma. Setelah menangis, Ni Nyoman Suka langsung dipegangi menuju keluar tembok Rutan.

Suaminya, I Wayan Didik terlihat shock dengan kejadian ini. Kedua orang tua Sudarma langsung masuk ke dalam mobil Suzuki APV warna silver.

Bersamaan dengan kelurnya kedua orang tua Sudarma, napi di blok Anyelir yang sekamar dengan Wayan Sudarma tampak ikut merapikan barang-barang Sudarma.

Barang milik napi kasus pencurian di 14 Tempat Kejadian Perkara (TKP) itu langsung dikeluarkan ke depan Rutan Bangli.

Barang berupa kasur, lemari, pakaian, termasuk perlengkapan mandi. Juga ada foto kenang-kenangan Sudarma bersama warga binaan di Rutan Bangli.

Barang itu selanjutnya dimasukkan ke dalam mobil Suzuki APV. Mobil APV warna silver yang juga mengangkut kedua orang tua Sudarma meluncur ke ruang jenazah RS Bangli.

Dari ruang jenazah, jasad Sudarma kemudian dipulang ke rumah duka di Banjar Banjar Dana Petapan, Desa Batur Utara, Kecamatan Kintamani, selanjutnya dikubur di setra setempat.

Tidak ada kata yang terucap dari bibir kedua orang tua Sudarma. Meninggalnya Wayan Sudarma, dengan cara gantung diri, membuat banyak orang kaget.

Salah satu napi, Kadek Wahyu, mengaku tidak menyangka jika teman sesama kasus pencurian itu bisa berbuat semacam itu. “Kaget. Kalau dihitung masa hukuman tinggal sebentar,” jelasnya.

Mengenai keseharian Sudarma, Wahyu tidak tahu banyak. “Dia pendiam. Kalau ketemu sekedar saja bicara. Tidak pernah cerita apa-apa,” terangnya.

Selama di Rutan Bangli, Kepala Rutan Bangli, Diding Alpian memantau Sudarma sangat senang bermain sepak bola bersama kawan yang lain.

“Kegemaran main sepak bola. Kalau bicara juga lebih condong bicara bola. Kalau bicara di luar bola hampir tidak pernah,” ungkap Diding usai mencari tahu ke sesama napi mengenai keseharian Sudarma.

Termasuk soal masalah yang mendera Sudarma selama ini, tidak ada yang mengetahuinya. Walau pendiam, Sudarma tergolong rajin. Apa saja disuruh, termasuk memasak di dapur selalu dijalani.

Tidak hanya rajin, Sudarma yang tidak memiliki pekerjaan pasti itu dikenal rajin membuat kerajinan di dalam Rutan.

Kerajinan yang dibuat adalah keben berupa sarana tempat sesajen. Uniknya keben dibuat dengan bahan kertas koran yang dilinting.

“Kerajinan napi biasa dibeli sama pemesan. Uangnya bahkan sampai diberikan ke orang tuanya di desa,” ujarnya.

Dengan rajinnya Sudarma membuat keben dan menghasilkan uang, Diding pun masih berpikir apakah benar dugaan utang-piutang menjadi dasar Sudarma mengakhiri hidupnya.

Lanjut Diding, sejak tiga hari terakhir sebelum meninggal dunia, Sudarma lebih rajin sembahyang. “Tiga hari sebelum kejadian Sudarma sembahyang teratur,” tukasnya.

Kasus meninggalnya napi I Wayan Sudarma menjadi kabar duka bagi keluarganya. Kabar itu sekaligus membuat para warga binaan

atau napi di Rutan Bangli kebingungan. Pasalnya Sudarma selama menjalani masa hukuman dikenal pendiam.

 

 

INDRA PRASETIA, Bangli

TANGIS dan teriakan dari ibunda I Wayan Sudarma, Ni Nyoman Suka tampak keluar lobi tempok Rutan Bangli.

Ni Nyoman Suka datang ke Rutan Bangli bersama suaminya I Wayan Didik dan kakak Sudarma, Ni Luh Parni.

Di dalam Rutan, kedua orang Sudarma melangsungkan serah terima terhadap jasad Sudarma. Setelah menangis, Ni Nyoman Suka langsung dipegangi menuju keluar tembok Rutan.

Suaminya, I Wayan Didik terlihat shock dengan kejadian ini. Kedua orang tua Sudarma langsung masuk ke dalam mobil Suzuki APV warna silver.

Bersamaan dengan kelurnya kedua orang tua Sudarma, napi di blok Anyelir yang sekamar dengan Wayan Sudarma tampak ikut merapikan barang-barang Sudarma.

Barang milik napi kasus pencurian di 14 Tempat Kejadian Perkara (TKP) itu langsung dikeluarkan ke depan Rutan Bangli.

Barang berupa kasur, lemari, pakaian, termasuk perlengkapan mandi. Juga ada foto kenang-kenangan Sudarma bersama warga binaan di Rutan Bangli.

Barang itu selanjutnya dimasukkan ke dalam mobil Suzuki APV. Mobil APV warna silver yang juga mengangkut kedua orang tua Sudarma meluncur ke ruang jenazah RS Bangli.

Dari ruang jenazah, jasad Sudarma kemudian dipulang ke rumah duka di Banjar Banjar Dana Petapan, Desa Batur Utara, Kecamatan Kintamani, selanjutnya dikubur di setra setempat.

Tidak ada kata yang terucap dari bibir kedua orang tua Sudarma. Meninggalnya Wayan Sudarma, dengan cara gantung diri, membuat banyak orang kaget.

Salah satu napi, Kadek Wahyu, mengaku tidak menyangka jika teman sesama kasus pencurian itu bisa berbuat semacam itu. “Kaget. Kalau dihitung masa hukuman tinggal sebentar,” jelasnya.

Mengenai keseharian Sudarma, Wahyu tidak tahu banyak. “Dia pendiam. Kalau ketemu sekedar saja bicara. Tidak pernah cerita apa-apa,” terangnya.

Selama di Rutan Bangli, Kepala Rutan Bangli, Diding Alpian memantau Sudarma sangat senang bermain sepak bola bersama kawan yang lain.

“Kegemaran main sepak bola. Kalau bicara juga lebih condong bicara bola. Kalau bicara di luar bola hampir tidak pernah,” ungkap Diding usai mencari tahu ke sesama napi mengenai keseharian Sudarma.

Termasuk soal masalah yang mendera Sudarma selama ini, tidak ada yang mengetahuinya. Walau pendiam, Sudarma tergolong rajin. Apa saja disuruh, termasuk memasak di dapur selalu dijalani.

Tidak hanya rajin, Sudarma yang tidak memiliki pekerjaan pasti itu dikenal rajin membuat kerajinan di dalam Rutan.

Kerajinan yang dibuat adalah keben berupa sarana tempat sesajen. Uniknya keben dibuat dengan bahan kertas koran yang dilinting.

“Kerajinan napi biasa dibeli sama pemesan. Uangnya bahkan sampai diberikan ke orang tuanya di desa,” ujarnya.

Dengan rajinnya Sudarma membuat keben dan menghasilkan uang, Diding pun masih berpikir apakah benar dugaan utang-piutang menjadi dasar Sudarma mengakhiri hidupnya.

Lanjut Diding, sejak tiga hari terakhir sebelum meninggal dunia, Sudarma lebih rajin sembahyang. “Tiga hari sebelum kejadian Sudarma sembahyang teratur,” tukasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/