27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 6:42 AM WIB

Panggil Roh dari Laut untuk Menjadi Dewa Pitara

Di tengah hiruk pikuk Desa Adat Legian, Kuta, Badung menjadi salah satu destinasi pariwisata di Indonesia maupun dunia.

Namun, ternyata dalam urusan upacara ngaben atau nyekah lebih memilih melakukan bersama.

 

NOVI FEBRIANI, Legian

SELAMA dua pekan terakhir, Desa Adat Legian disibukkan dengan upacara ngaben dan nyekah bersama.

Setelah puncak ngaben pada Minggu (3/9)  lalu, kemudian diakhiri dengan nganyut (membuang tulang atau abu jenazah yang sudah dibakar) ke Pantai Legian.

Nah, Kamis (14/9) kemarin,  dilanjutkan dengan pemanggilan roh di pantai yang selanjutnya dibawa ke Bale Peyadnyan.

Pemanggilan roh itu disebut ngulapin ke segara.  Sejak pukul 08.00 wita, warga dengan busana yang hampir didominasi putih memadati Pantai Melasti, Legian.

Setelah itu pengarep sekah (salah satu keluarga yang meninggal) memanggil nama orang yang sudah diaben tersebut.

Setelah  itu dibawa ke Bale Peyadnyan yang terletak di Jalan Patih Jelantik, Legian atau persis depan Lapangan Tri Sakti, tempat klub Bali United berlatih.

Ketua Panitia Acara, I Nyoman Rutha Ady  mengatakan untuk upacara ngaben bersama dan nyekah ini dilakukan setiap lima tahun sekali.

Namun, berbeda pada periode ke empat ini, karena dimajukan setahun yang seharusnya dilaksanakan pada 2018.

Rutha menambahkan tahun ini berbeda dari yang sebelumnya. Disamping peserta paling banyak pada 2017, peserta ngelungah juga banyak.

Ngelungah adalah prosesi khusus untuk yang keguguran atau bayi yang meninggal tapi giginya belum lepas (ketus).

“Karena melibatkan tiga banjar, pelaksanaan ini dilaksanakan secara gotong royong. Dananya dari Desa adat, LPD, dan Pemerintah Kabupaten Badung. Kemudian dari donatur,” ujarnya.

Menurutnya, ngaben bersama ini bertujuan untuk efisiensi warga Desa Adat Legian dalam melakukan upacara ngaben dan nyekah.

Di mana ngaben ini bertujuan untuk mengembalikan fungsi-fungsi Panca Maha Bhuta. “Sehingga nanti mereka (orang yang diaben) diharapkan reinkarnasi kembali. Pokoknya menjadi manusia lebih sempurna,” imbuhnya.

Setelah roh ini dipanggil akan diwujudkan menjadi Dewa Pitara yang akan tinggal di Sanggah Kemulan.

“Setelah  menjadi tulang dan abu, diwujudkan menjadi suku tunggal. Suku tunggal dihanyutkan di laut untuk menjadi wujud Dewa Pitara,” tuturnya.

“Dewa Pitara disungsung atau disembah oleh pewarisnya atausentanu (generasi) akan ditempatkan di Sanggah Kemulan. Disanalah beliau menjadi simbolis dari Dewa pitara,” jelas pria berusia 63 tahun ini.

Sebelum acara nyekah, kemarin Wakil Bupati Badung, I Ketut Suiasa menyerahkan bantuan dana hibah untuk ngaben bersama sebesar Rp 512 juta.

Selain itu, Suiasa juga menyerahkan bantuan dana hibah secara simbolik untuk pembangunan Pura Melanting Pasar Desa sebesar Rp 750 juta dan renovasi bale-bale di areal Pura Dalam Kahyangan sebesar Rp 1miliar

Rutha Ady menyebutkan bahwa dana yang dihabiskan untuk ngaben dan nyekah bersama ini sekitar Rp 1,8 miliar.

Dana sebesar itu  bersumber dari dana Desa Adat Legian berjumlah Rp 500 juta dan LPD Legian sebesar Rp 400 juta.

Untuk masing-masing peserta ngaben dibebankan biaya Rp 8 juta, sudah termasuk ngaben dan nyekah.

Sedangkan peserta ngelungah dibebankan Rp 1 juta. Selain itu, Desa Adat Legian juga mensubsidi upacara tirta dari Griya Bindu masing-masing per sawa (orang yang meninggal) Rp 300 ribu dan Rp 150 ribu per ngelungah.

Di tengah hiruk pikuk Desa Adat Legian, Kuta, Badung menjadi salah satu destinasi pariwisata di Indonesia maupun dunia.

Namun, ternyata dalam urusan upacara ngaben atau nyekah lebih memilih melakukan bersama.

 

NOVI FEBRIANI, Legian

SELAMA dua pekan terakhir, Desa Adat Legian disibukkan dengan upacara ngaben dan nyekah bersama.

Setelah puncak ngaben pada Minggu (3/9)  lalu, kemudian diakhiri dengan nganyut (membuang tulang atau abu jenazah yang sudah dibakar) ke Pantai Legian.

Nah, Kamis (14/9) kemarin,  dilanjutkan dengan pemanggilan roh di pantai yang selanjutnya dibawa ke Bale Peyadnyan.

Pemanggilan roh itu disebut ngulapin ke segara.  Sejak pukul 08.00 wita, warga dengan busana yang hampir didominasi putih memadati Pantai Melasti, Legian.

Setelah itu pengarep sekah (salah satu keluarga yang meninggal) memanggil nama orang yang sudah diaben tersebut.

Setelah  itu dibawa ke Bale Peyadnyan yang terletak di Jalan Patih Jelantik, Legian atau persis depan Lapangan Tri Sakti, tempat klub Bali United berlatih.

Ketua Panitia Acara, I Nyoman Rutha Ady  mengatakan untuk upacara ngaben bersama dan nyekah ini dilakukan setiap lima tahun sekali.

Namun, berbeda pada periode ke empat ini, karena dimajukan setahun yang seharusnya dilaksanakan pada 2018.

Rutha menambahkan tahun ini berbeda dari yang sebelumnya. Disamping peserta paling banyak pada 2017, peserta ngelungah juga banyak.

Ngelungah adalah prosesi khusus untuk yang keguguran atau bayi yang meninggal tapi giginya belum lepas (ketus).

“Karena melibatkan tiga banjar, pelaksanaan ini dilaksanakan secara gotong royong. Dananya dari Desa adat, LPD, dan Pemerintah Kabupaten Badung. Kemudian dari donatur,” ujarnya.

Menurutnya, ngaben bersama ini bertujuan untuk efisiensi warga Desa Adat Legian dalam melakukan upacara ngaben dan nyekah.

Di mana ngaben ini bertujuan untuk mengembalikan fungsi-fungsi Panca Maha Bhuta. “Sehingga nanti mereka (orang yang diaben) diharapkan reinkarnasi kembali. Pokoknya menjadi manusia lebih sempurna,” imbuhnya.

Setelah roh ini dipanggil akan diwujudkan menjadi Dewa Pitara yang akan tinggal di Sanggah Kemulan.

“Setelah  menjadi tulang dan abu, diwujudkan menjadi suku tunggal. Suku tunggal dihanyutkan di laut untuk menjadi wujud Dewa Pitara,” tuturnya.

“Dewa Pitara disungsung atau disembah oleh pewarisnya atausentanu (generasi) akan ditempatkan di Sanggah Kemulan. Disanalah beliau menjadi simbolis dari Dewa pitara,” jelas pria berusia 63 tahun ini.

Sebelum acara nyekah, kemarin Wakil Bupati Badung, I Ketut Suiasa menyerahkan bantuan dana hibah untuk ngaben bersama sebesar Rp 512 juta.

Selain itu, Suiasa juga menyerahkan bantuan dana hibah secara simbolik untuk pembangunan Pura Melanting Pasar Desa sebesar Rp 750 juta dan renovasi bale-bale di areal Pura Dalam Kahyangan sebesar Rp 1miliar

Rutha Ady menyebutkan bahwa dana yang dihabiskan untuk ngaben dan nyekah bersama ini sekitar Rp 1,8 miliar.

Dana sebesar itu  bersumber dari dana Desa Adat Legian berjumlah Rp 500 juta dan LPD Legian sebesar Rp 400 juta.

Untuk masing-masing peserta ngaben dibebankan biaya Rp 8 juta, sudah termasuk ngaben dan nyekah.

Sedangkan peserta ngelungah dibebankan Rp 1 juta. Selain itu, Desa Adat Legian juga mensubsidi upacara tirta dari Griya Bindu masing-masing per sawa (orang yang meninggal) Rp 300 ribu dan Rp 150 ribu per ngelungah.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/