31.1 C
Jakarta
30 April 2024, 12:27 PM WIB

CATAT! Kata Dewan Bali Bawaslu Tak Punya Hak Larang Pencairan Bansos

DENPASAR– Kritik terhadap pelarangan pencairan dana bantuan sosial dan hibah tak hanya terlontar dari bibir I Nengah Tamba dan I Kadek Diana.

Penolakan terkait hal yang sama juga tampak pada saat DPRD Provinsi Bali menggelar rapat kerja bersama  Gubernur Bali Made Mangku Pastika.

Rapat tersebut terkait finalisasi pembahasan dua buah Ranperda. Menariknya dalam rapat tersebut, dewan secara khusus menyodok surat yang dilayangkan Bawaslu Provinsi Bali.

Di antaranya ditujukan kepada Gubernur Bali. Surat tersebut intinya melarang pencairan dana bantuan sosial (Bansos) dan hibah, baik yang difasilitasi eksekutif maupun legislatif. 

“Kami mohon konfirmasi dari Bapak Gubernur terkait larangan ini dari Bawaslu. Karena menurut kami, kewenangan mencairkan hibah dan bansos itu ada di tangan eksekutif,” kata anggota Fraksi PDIP DPRD Provinsi Bali, Made Budastra. 

“Jika memang ini dikaitkan dengan pelaksanaan Pilkada serentak 2018, maka tentu Bawaslu memiliki kewenangan sebagaimana surat yang dilayangkan Bawaslu.

Mohon ini dijelaskan Bapak Gubernur,” imbuh Budastra, yang juga anggota Komisi II DPRD Provinsi Bali. 

Sementara anggota Fraksi PDIP DPRD Provinsi Bali, AA Ngurah Adhi Ardhana, mempertanyakan sikap Bawaslu yang ‘lancang’ melampaui kewenangannya dengan melarang pencairan dana hibah dan bansos.

Soal hibah dan bansos, menurut dia, bukanlah ranah Bawaslu mengurusnya. “Kita patut mempertanyakan hal ini.

Bagaimana misalnya hibah untuk upacara adat atau upacara keagamaan? Memangnya bisa ditunda pelaksanaannya?” sodok Adhi Ardhana, yang juga anggota Komisi II DPRD Provinsi Bali. 

Hal senada dipertegas oleh Ketua DPRD Provinsi Bali Nyoman Adi Wiryatama. Menurutnya, tindakan Bawaslu Provinsi Bali melarang pencairan dana hibah dan bansos sulit diterima.

Pasalnya, hibah merupakan kebutuhan masyarakat. Tandas politisi asal Tabanan tersebut mencampuradukkan antara pencairan hibah dengan pesta demokrasi Pilkada serentak 2018, adalah sebuah kesalahan. 

“Ada atau tidak ada Pilkada, hibah dan bansos itu tetap ada dan itu menjadi hak masyarakat untuk mendapatkannya. Kalau itu dikait-kaitkan dengan Pilkada, tentu sulit. Ini dua hal yang berbeda,” tandasnya.

Yang justru paling penting, sambunya hibah dan bansos itu tetap sasaran dan tepat administrasi.

“Percuma juga kalau dicairkan ternyata ada masalah dalam hal administrasi, juga salah sasaran. Itu akan jadi temuan akhirnya,” ucapnya. 

Adi Wiryatama meminta agar Bawaslu tidak terlalu jauh masuk ke ranah yang bukan menjadi kewenangannya.

Bawaslu dan KPU Bali sendiri misalnya, demikian Adi Wiryatama, justru mendapatkan hibah. “Kalau untuk KPU dan Bawaslu saja hibah boleh cair, lalu kenapa untuk masyarakat dilarang?

Hibah atau bansos itu kan kebutuhan masyarakat, hak masyarakat, jadi tidak boleh dilarang pencairannya,” tegasnya.

DENPASAR– Kritik terhadap pelarangan pencairan dana bantuan sosial dan hibah tak hanya terlontar dari bibir I Nengah Tamba dan I Kadek Diana.

Penolakan terkait hal yang sama juga tampak pada saat DPRD Provinsi Bali menggelar rapat kerja bersama  Gubernur Bali Made Mangku Pastika.

Rapat tersebut terkait finalisasi pembahasan dua buah Ranperda. Menariknya dalam rapat tersebut, dewan secara khusus menyodok surat yang dilayangkan Bawaslu Provinsi Bali.

Di antaranya ditujukan kepada Gubernur Bali. Surat tersebut intinya melarang pencairan dana bantuan sosial (Bansos) dan hibah, baik yang difasilitasi eksekutif maupun legislatif. 

“Kami mohon konfirmasi dari Bapak Gubernur terkait larangan ini dari Bawaslu. Karena menurut kami, kewenangan mencairkan hibah dan bansos itu ada di tangan eksekutif,” kata anggota Fraksi PDIP DPRD Provinsi Bali, Made Budastra. 

“Jika memang ini dikaitkan dengan pelaksanaan Pilkada serentak 2018, maka tentu Bawaslu memiliki kewenangan sebagaimana surat yang dilayangkan Bawaslu.

Mohon ini dijelaskan Bapak Gubernur,” imbuh Budastra, yang juga anggota Komisi II DPRD Provinsi Bali. 

Sementara anggota Fraksi PDIP DPRD Provinsi Bali, AA Ngurah Adhi Ardhana, mempertanyakan sikap Bawaslu yang ‘lancang’ melampaui kewenangannya dengan melarang pencairan dana hibah dan bansos.

Soal hibah dan bansos, menurut dia, bukanlah ranah Bawaslu mengurusnya. “Kita patut mempertanyakan hal ini.

Bagaimana misalnya hibah untuk upacara adat atau upacara keagamaan? Memangnya bisa ditunda pelaksanaannya?” sodok Adhi Ardhana, yang juga anggota Komisi II DPRD Provinsi Bali. 

Hal senada dipertegas oleh Ketua DPRD Provinsi Bali Nyoman Adi Wiryatama. Menurutnya, tindakan Bawaslu Provinsi Bali melarang pencairan dana hibah dan bansos sulit diterima.

Pasalnya, hibah merupakan kebutuhan masyarakat. Tandas politisi asal Tabanan tersebut mencampuradukkan antara pencairan hibah dengan pesta demokrasi Pilkada serentak 2018, adalah sebuah kesalahan. 

“Ada atau tidak ada Pilkada, hibah dan bansos itu tetap ada dan itu menjadi hak masyarakat untuk mendapatkannya. Kalau itu dikait-kaitkan dengan Pilkada, tentu sulit. Ini dua hal yang berbeda,” tandasnya.

Yang justru paling penting, sambunya hibah dan bansos itu tetap sasaran dan tepat administrasi.

“Percuma juga kalau dicairkan ternyata ada masalah dalam hal administrasi, juga salah sasaran. Itu akan jadi temuan akhirnya,” ucapnya. 

Adi Wiryatama meminta agar Bawaslu tidak terlalu jauh masuk ke ranah yang bukan menjadi kewenangannya.

Bawaslu dan KPU Bali sendiri misalnya, demikian Adi Wiryatama, justru mendapatkan hibah. “Kalau untuk KPU dan Bawaslu saja hibah boleh cair, lalu kenapa untuk masyarakat dilarang?

Hibah atau bansos itu kan kebutuhan masyarakat, hak masyarakat, jadi tidak boleh dilarang pencairannya,” tegasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/