25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 8:40 AM WIB

Serap Aspirasi, AA Gde Agung Temui Kakanwil Kementerian Agama Bali

DENPASAR – Prof. Dr. Anak Agung Gde Agung, anggota Komisi III DPD RI terus bergerak. Setelah sebelumnya bersinergi dengan TNI dan Polri menyalurkan 125 paket sembako

untuk para ibu dan anak di Wantilan Pura Dalem, Desa Adat Mengwi, Badung, Senin kemarin (2/11), Bupati Badung masa bakti 2010-2015 itu mengunjungi

Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag)  Provinsi Bali; menyerap aspirasi langsung dari Kakanwil Komang Sri Marhaeni.

Sesuai tupoksinya sebagai Anggota Komite III DPD RI yang membidangi adat, budaya, pariwisata, pendidikan, dan kesehatan, AA Gde Agung membedah persoalan pendidikan agama Hindu di Bali.

Peningkatan sumber daya manusia (SDM) tenaga pendidik, materi, dan kurikulum mengajar menjadi topik bahasan yang dilontarkan kepada Kakanwil Agama Provinsi Bali Sri Marhaeni.

“Termasuk budi pekerti dan Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan sejarah.

Inilah yang menjadi konsen kami di DPD RI dalam rangka menyiapkan tunas-tunas bangsa di masa depan,” ucap senator sekaligus Penglingsir Puri Ageng Mengwi tersebut.

Khusus terkait wilayah kerja Kementerian Agama, AA Gde Agung menegaskan komitmennya menjaga ajaran-ajaran agama Hindu yang berkearifan lokal.

“Hindu Kaharingan yang berkearifan lokal, Sunda Wiwitan yang berkearifan lokal, Hindu Tengger yang berkearifan lokal, dan Hindu Bali yang berkearifan lokal.

Ini menjadi kesepakatan kami demi nusantara. Yang jelas teologinya, sumbernya adalah Hindu; Hindu Nusantara,” ungkapnya sembari menyoroti persoalan SDM, khususnya guru Agama Hindu.

Kelembagaan pendidikan, keterbatasan tenaga pengajar, dan bahan ajar. Topik terakhir ini, terangnya, harus menjadi perhatian serius semua pihak,

terutama Kanwil Agama Provinsi Bali karena ajaran-ajaran aliran Hare Krishna diketahui sudah “menyusup” ke buku-buku ajar siswa.

Tegas AA Gde Agung, dalam posisinya sebagai anggota DPD RI, dirinya secara moral bertanggung jawab kepada masyarakat Bali.

Oleh karena itu, aspirasi mengenai polemik aliran Hare Krishna dengan wadah The International Society for Krishna Consciousness (ISKCON) wajib disikapi.

Lebih lanjut, usulan menegerikan pasraman-pasraman Hindu juga dibahas. Bukan hanya di Bali, melainkan juga di luar Bali sekaligus upaya meningkatkan kesejahteraan guru agama Hindu non ASN.

Dalam rangka mengintensifkan nilai-nilai luhur agama Hindu berkearifan lokal, AA Gde Agung juga menilai upaya pembinaan perlu dilakukan hingga tingkat kecamatan.

“Pembinaan umat itu idealnya dilakukan hingga tingkat kecamatan. Justru di situ pembinaannya. Dan pemerintah harus hadir sebagai garda terdepan,” ungkapnya.

Merespons hal tersebut, Sri Marhaeni tak menampik jumlah guru dan pengawas agama Hindu di Bali kian menipis.

Kondisi ini diperparah dengan adanya kebijakan yang melarang Kementerian Agama mengangkat pegawai sendiri.

“Kami hanya bisa mengusulkan saja. Kami sudah menyampaikan kekurangan-kekurangan guru sesuai data berdasarkan survei lapangan.

Hampir semua kabupaten di Bali semua menjerit kekurangan guru. Sementara kami bisa atasi dengan guru honor,” tandasnya.

Imbuh Sri Marhaeni sejatinya banyak sarjana lulusan agama Hindu yang bisa dimanfaatkan, namun kendala anggaran menjadi batu sandungan.

Kondisi riil itu, ungkap Sri Marhaeni disikapi dengan mendorong para guru honorer ikut seleksi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) demi peningkatan kesejahteraan.

“Kami di Kanwil menyampaikan aspirasi dari kondisi riil di lapangan. Kami sudah sampaikan kepada Dirjen agar para guru honorer yang sudah lama mengabdi mendapatkan porsi,” tegasnya.

Selain menemui Kakanwil Komang Sri Marhaeni, Senin (2/11), AA Gde Agung juga menemui Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali, Prof. Dr. I Gusti Ngurah Sudiana.

Kehadiran sang senator terkait isu-isu hangat yang sedang terjadi di Pulau Dewata. Termasuk upaya mempertahankan Hindu berkearifan lokal di 1.493 desa adat di Bali.

DENPASAR – Prof. Dr. Anak Agung Gde Agung, anggota Komisi III DPD RI terus bergerak. Setelah sebelumnya bersinergi dengan TNI dan Polri menyalurkan 125 paket sembako

untuk para ibu dan anak di Wantilan Pura Dalem, Desa Adat Mengwi, Badung, Senin kemarin (2/11), Bupati Badung masa bakti 2010-2015 itu mengunjungi

Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag)  Provinsi Bali; menyerap aspirasi langsung dari Kakanwil Komang Sri Marhaeni.

Sesuai tupoksinya sebagai Anggota Komite III DPD RI yang membidangi adat, budaya, pariwisata, pendidikan, dan kesehatan, AA Gde Agung membedah persoalan pendidikan agama Hindu di Bali.

Peningkatan sumber daya manusia (SDM) tenaga pendidik, materi, dan kurikulum mengajar menjadi topik bahasan yang dilontarkan kepada Kakanwil Agama Provinsi Bali Sri Marhaeni.

“Termasuk budi pekerti dan Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan sejarah.

Inilah yang menjadi konsen kami di DPD RI dalam rangka menyiapkan tunas-tunas bangsa di masa depan,” ucap senator sekaligus Penglingsir Puri Ageng Mengwi tersebut.

Khusus terkait wilayah kerja Kementerian Agama, AA Gde Agung menegaskan komitmennya menjaga ajaran-ajaran agama Hindu yang berkearifan lokal.

“Hindu Kaharingan yang berkearifan lokal, Sunda Wiwitan yang berkearifan lokal, Hindu Tengger yang berkearifan lokal, dan Hindu Bali yang berkearifan lokal.

Ini menjadi kesepakatan kami demi nusantara. Yang jelas teologinya, sumbernya adalah Hindu; Hindu Nusantara,” ungkapnya sembari menyoroti persoalan SDM, khususnya guru Agama Hindu.

Kelembagaan pendidikan, keterbatasan tenaga pengajar, dan bahan ajar. Topik terakhir ini, terangnya, harus menjadi perhatian serius semua pihak,

terutama Kanwil Agama Provinsi Bali karena ajaran-ajaran aliran Hare Krishna diketahui sudah “menyusup” ke buku-buku ajar siswa.

Tegas AA Gde Agung, dalam posisinya sebagai anggota DPD RI, dirinya secara moral bertanggung jawab kepada masyarakat Bali.

Oleh karena itu, aspirasi mengenai polemik aliran Hare Krishna dengan wadah The International Society for Krishna Consciousness (ISKCON) wajib disikapi.

Lebih lanjut, usulan menegerikan pasraman-pasraman Hindu juga dibahas. Bukan hanya di Bali, melainkan juga di luar Bali sekaligus upaya meningkatkan kesejahteraan guru agama Hindu non ASN.

Dalam rangka mengintensifkan nilai-nilai luhur agama Hindu berkearifan lokal, AA Gde Agung juga menilai upaya pembinaan perlu dilakukan hingga tingkat kecamatan.

“Pembinaan umat itu idealnya dilakukan hingga tingkat kecamatan. Justru di situ pembinaannya. Dan pemerintah harus hadir sebagai garda terdepan,” ungkapnya.

Merespons hal tersebut, Sri Marhaeni tak menampik jumlah guru dan pengawas agama Hindu di Bali kian menipis.

Kondisi ini diperparah dengan adanya kebijakan yang melarang Kementerian Agama mengangkat pegawai sendiri.

“Kami hanya bisa mengusulkan saja. Kami sudah menyampaikan kekurangan-kekurangan guru sesuai data berdasarkan survei lapangan.

Hampir semua kabupaten di Bali semua menjerit kekurangan guru. Sementara kami bisa atasi dengan guru honor,” tandasnya.

Imbuh Sri Marhaeni sejatinya banyak sarjana lulusan agama Hindu yang bisa dimanfaatkan, namun kendala anggaran menjadi batu sandungan.

Kondisi riil itu, ungkap Sri Marhaeni disikapi dengan mendorong para guru honorer ikut seleksi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) demi peningkatan kesejahteraan.

“Kami di Kanwil menyampaikan aspirasi dari kondisi riil di lapangan. Kami sudah sampaikan kepada Dirjen agar para guru honorer yang sudah lama mengabdi mendapatkan porsi,” tegasnya.

Selain menemui Kakanwil Komang Sri Marhaeni, Senin (2/11), AA Gde Agung juga menemui Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali, Prof. Dr. I Gusti Ngurah Sudiana.

Kehadiran sang senator terkait isu-isu hangat yang sedang terjadi di Pulau Dewata. Termasuk upaya mempertahankan Hindu berkearifan lokal di 1.493 desa adat di Bali.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/