DENPASAR – Pemilihan kepala daerah (Pilkada) saat pandemic Covid, terlihat kurang bergairah. Apalagi, Sabtu kemarin Bali dirundung banyak bencana akibat hujan lebat yang turun semalaman.
Seperti yang terlibat saat debat paslon Pilwali Kota Denpasar yang digelar di Hotel Grand Inna, Sanur, Denpasar kemarin.
Visi misi, gagasan, dan planning action pasangan calon IGN Jaya Negara – Kadek Agus Arya Wibawa (Jaya – Wibawa) dan Gede Ngurah Ambara Putra – Made Bagus Kertanegara (Amerta) terkesan normatif.
Debat terbuka diawali ketika paslon Amerta menanyakan kepada paslon Jaya – Wibawa kenapa visi misi yang mereka usung tidak satupun yang melanjutkan visi misi pemerintahan Rai Mantra.
Terhadap pertanyaan tersebut, Jaya Negara lebih memilih satu jalur. Politisi PDIP ini menjawab bahwa visi misi yang dibuat dengan Dek Agus – sapaan akrab tandemnya , selaras dengan Gubernur Bali Wayan Koster Nangun Sat kerti Lokha Bali dan Pemerintahan Jokowi.
Hal ini diharapkan jadi sebuah kemajuan dibandingkan pemerintahan saat ini. Ipar mantan Menteri Koperasi AA Ngurah Puspayoga ini mencontohkan, seperti indeks pembangunan manusia (IPM) yang sudah tinggi.
Selain itu indeks birokrasi yang juga mencapai nilai tinggi. “Selaras dengan Nangun Sat Kerti Loka Bali, mengukurnya sangat jelas.
Indeks pembangunan manusia disana ada pendidikan, kesehatan, income per kapita, indeks IPM saat Rai Mantra 8,364, itu ranking lima tertinggi dari 564 yang ada di Indonesia,” bebernya.
Sebaliknya Jaya Negara menyangsikan program yang bertentangan dengan peraturan Mendagri Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
Katanya, dana hibah tidak bisa diberikan secara berturut turut dalam satu tahun sedangkan aturan tidak memungkinkan untuk itu.
Ambara pun menjawab bahwa kebutuhan setiap banjar seperti ogoh-ogoh setiap tahun menelan biaya Rp 15 juta sampai Rp 20 juta.
Ia menginginkan tidak mau membebankan kepada orang tua mereka yang bisa saja kurang mampu untuk memberikan sumbangan.
“Saya juga tahu setiap tahun desa adat dapat Rp 300 juta, belum pura dadia, pertumbuhan dari sektor pariwisata tentu bisa diberikan sentuhan karena desa adat selalu dapat segitu.
Begitu juga insentif pengurus banjar. Kami harapkan pengurus banjar semangat, bisa seperti Singapura, ada keberpihakan terhadap warga lokal,” jelasnya.
Kendati demikian, mereka sama-sama komitmen dalam penanganan Covid-19 seperti pengadaan alat periksa Swab PCR untuk memudahkan pemeriksaan lebih efektif dan efisien.
Tidak hanya itu perhatian terhadap usaha mikro kecil dan menengah yang tidak solutif dari paslon pertama menguatkan dari di Pasar Kumbasari berbasis seni dan budaya.
Sedangkan Amerta dengan melancarkan bantuan stimulus dan menerapkan secara digitalisasi. Lucunya, Dek Agus menyebutkan dalam mengantisipasi banjir akan dibangun embung di daerah Sanur.
Tidak hanya itu embung itu juga dibangun taman supaya bisa dinikmati bersama. Padahal rencana pembangunan embung adalah rencana pemerintah pusat.