NEGARA – Dugaan pelanggaran yang dilakukan seorang pemilih yang mencoblos dua kali di tempat pemungutan suara (TPS) berbeda tidak bisa menyebabkan pemungutan suara ulang (PSU).
Pasalnya, dari segi syarat dalam aturan mengenai PSU tidak terpenuhi. Di sisi lain, mengenai dugaan pelanggaran pidana Pilkada masih dalam proses kajian Bawaslu Jembrana bersama Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentragakkumdu).
Ketua Bawaslu Jembrana Pande Made Ady Mulyawan mengatakan, dugaan pelanggaran yang dilakukan seorang pemilih mencoblos di dua TPS tidak memenuhi syarat untuk dilakukan PSU,
khususnya di TPS pemilih mencoblos di TPS yang semestinya. “Tidak bisa dilakukan PSU,” terang Pande Ady Mulyawan.
Menurutnya, mengacu pada Undang-Undang Pilkada Republik Indonesia tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, pasal 112 menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat PSU.
Khusus yang berkaitan dengan temuan Bawaslu Jembrana yang disebutkan bahwa PSU bisa dilakukan jika lebih dari seorang pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali, pada TPS yang sama atau TPS yang berbeda.
Karena temuan dugaan pelanggaran tersebut hanya dilakukan oleh satu orang pemilih, maka tidak bisa dilakukan PSU.
“Kalau pemilih yang mencoblos lebih dari sekali lebih dari satu, maka bisa dilakukan PSU. Karena hanya satu orang pemilih, maka tidak dilakukan PSU,” tegasnya.
Sementara itu, mengenai dugaan pelanggaran pidana, pihaknya masih melakukan kajian bersama Kejari Jembrana dan Polres Jembrana yang tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentragakkumdu) untuk diputuskan tindaklanjutnya.
“Setelah kajian kedua bersama sentragakkumdu, akan diputuskan status temuan tersebut,” ungkap Pande Ady Mulyawan.
Seperti diketahui, seorang pemilih yang mencoblos dua kali di TPS berbeda ini karena memiliki dua panggilan untuk memilih di dua TPS berbeda.
Pemilih atas nama Y, mendapat undangan memilih untuk mencoblos di TPS 9 dan undangan untuk memilih di TPS 8.
Awalnya mencoblos di TPS 8, setelah sempat pulang makan sesuai undangan datang ke TPS 9 untuk mencoblos lagi.
Pemilih tersebut diketahui mencoblos dua kali setelah datang seorang pemilih membawa KTP karena tidak mendapat undangan memilih.
Kebetulan pemilih yang membawa tersebut namanya persis sama. Karena dari daftar hadir sudah ada atas nama Y mencoblos, maka pemilih atas nama Y yang membawa mengurungkan niat mencoblos.
Dugaan pelanggaran ini berawal dari kelalaian saat menyebarkan undangan memilih sebelum pemilih.
Dua undangan pemilih atas nama Y pada satu orang, padahal pemilih atas nama Y ada dua orang berbeda.
Karena namanya tercatat sudah mencoblos, pemilih Y yang semestinya mencoblos di TPS mengurungkan niatnya untuk mencoblos.
Sebagai dasar bahwa Y tidak menggunakan hak pilihnya, membuat surat pernyataan tidak mempermaslahkan penggunaan undangan memilihnya oleh orang lain.