NEGARA – Dugaan pelanggaran yang dilakukan seorang pemilih yang mencoblos dua kali di tempat pemungutan suara (TPS) berbeda dihentikan Bawaslu Jembrana.
Berdasar hasil klarifikasi terhadap terlapor dan saksi-saksi, dugaan pelanggaran tersebut tidak memenuhi unsur untuk ditindaklanjuti.
Ketua Bawaslu Jembrana Pande Made Ady Mulyawan mengatakan, hasil klarifikasi terhadap terlapor dan saksi sudah dikaji Bawaslu Jembrana bersama Kejari Jembrana dan Polres Jembrana
yang tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentragakkumdu) diputuskan tidak ditindaklanjuti atau dihentikan prosesnya dugaan pelanggaran tersebut hingga ke ranah pidana.
“Kajian kedua bersama sentragakkumdu tidak memenuhi unsur sengaja melawan hukum menggunakan hak pilih lebih dari satu kali,” jelasnya.
Menurutnya, mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2016, pasal pasal 178B menyebutkan, setiap orang yang pada waktu pemungutan suara
dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 108 bulan dan denda paling sedikit Rp 36 juta dan paling banyak Rp 108 juta.
Meskipun dari pengakuan dari terlapor bahwa memang memilih lebih dari satu kali di dua TPS berbeda. Berdasar dari hasil klarifikasi dan kajian kedua sentragakkumdu, terlapor tidak memenuhi unsur disengaja melakukan perbuatan melawan hukum dengan melakukan pencoblosan lebih dari satu kali.
“Alasan memilih lebih satu kali karena terlapor mendapatkan dua surat C pemberitahuan untuk memilih dari KPPS dengan nama yang berbeda, sehingga menggunakan keduanya.
Bahkan, alasan pelapor menggunakan dua surat pemberitahuan memilih itu agar tidak golput saja, tidak ada kesengajaan untuk melawan hukum,” tegasnya.
Pande menambahkan, selain ada kelalaian KPPS yang memberikan dua buah pemberitahuan pemilih pada pelapor, pada saat pemungutan suara tidak ada screening yang ketat oleh KPPS mulai pemeriksaan tinta pada jari dan tidak ditanyakan KTP terlapor.
Karena itu, terlapor lolos hingga memilih lebih dari satu kali. “Peristiwa memang ada pemilih yang mencoblos di dua tempat yang berbeda oleh satu orang pemilih, karena mendapat C6 dua buah dengan nama sama persis,” terangnya.
Pihaknya tidak mengesampingkan ada faktor kesalahan penyelenggara yang tidak cermat dalam membagikan pemberitahuan atau C6 dan tidak cermat mengidentifikasi pemilih.
Semestinya KPPS memeriksa tangan pemilih dan menanyakan identitas pemilih, sehingga terjadi peristiwa mencoblos dua kali di TPS berbeda.
“Latar belakang terlapor juga menjadi pertimbangan. Dari segi pendidikan dibawah standar, dari segi pekerjaan dan alasan melakukan pencoblosan,” ujarnya.
Kasipidum Kejari Jembrana I Gede Gatot Hariawan sebagai salah satu anggota Sentragakkumdu menambahkan,
peristiwa pemilih yang mencoblos lebih dari satu kali ini sesuai dengan pasal 178B undang-undang Pilkada unsur dengan sengaja melawan hukum tidak terpenuhi.
Karena kata sengaja dan kata melawan hukum merupakan satu kesatuan. “Kecuali jika pemilih ini meniatkan diri untuk
memilih lebih satu kali di dua TPS berbeda dengan membuat C6 palsu atau cara lain agar bisa mencoblos lebih dari sekali,” terangnya.
Seperti diketahui, seorang pemilih yang mencoblos dua kali di TPS berbeda ini karena memiliki dua panggilan untuk memilih di dua TPS berbeda.
Pemilih atas nama Y, mendapat undangan memilih untuk mencoblos di TPS 9 dan undangan untuk memilih di TPS 8.
Awalnya mencoblos di TPS 8, setelah sempat pulang makan sesuai undangan datang ke TPS 9 untuk mencoblos lagi.
Pemilih tersebut diketahui mencoblos dua kali setelah datang seorang pemilih membawa KTP karena tidak mendapat undangan memilih.
Kebetulan pemilih yang membawa tersebut namanya persis sama. Karena dari daftar hadir sudah ada atas nama Y mencoblos, maka pemilih atas nama Y yang membawa mengurungkan niat mencoblos.
Dugaan pelanggaran ini berawal dari kelalaian saat menyebarkan undangan memilih sebelum pemilih. Dua undangan pemilih atas nama Y pada satu orang, padahal pemilih atas nama Y ada dua orang berbeda.
Karena namanya tercatat sudah mencoblos, pemilih Y yang semestinya mencoblos di TPS mengurungkan niatnya untuk mencoblos.
Sebagai dasar bahwa Y tidak menggunakan hak pilihnya, membuat surat pernyataan tidak mempermaslahkan penggunaan undangan memilihnya oleh orang lain.