DENPASAR –Aksi demo menolak rencana reklamasi Teluk Beno seluas 700 hektar, Jumat (24/5) kembali digelar di gedung DPRD Bali.
Berbeda dari aksi sebelumnya, kali ini, aksi demo yang diikuti hampir seribuan massa dari ForBALI, hanya dikhususnya digelar di depan gedung DPRD Bali
Koordinator ForBALI, Wayan Gendo Suardana kepada Jawa Pos Radar Bali mengatakan, sasaran aksi masa khusus ke DPRD Bali itu menyusul belum adanya sikap resmi dari para legislator di DPRD Bali.
Padahal kata Gendo, Wayan Koster selaku gubernur Bali beberapa waktu lalu sudah bersikap menolak reklamasi.
Gubernur juga sudah konkrit bersurat dan akan mengawal suratnya tentang revisi Perpres 51 tahun 2014 kepada Presiden.
“Nah sampai sekarang, yang kami tidak temui adalah sikap resmi dari DPRD Bali. Sehingga aksi-aksi dari kemarin kami lancarkan terus ke DPRD Bali,” ujarnya di sela-sela aksi pada Jumat (24/5) sore.
Lebih lanjut Gendo, dengan belum adanya sikap resmi dewan, selaku koordinator ForBALI, pihaknya bersama massa akan memberikan desakan terus kepada DPRD Bali agar menggelar rapat paripurna, sehingga bersikap secara resmi kemudian menyampaikan surat juga kepada presiden untuk mencabut Perpres 51 tahun 2014 juga kepada Mentri Pudjiastuti agar membatalkan izin lokasi.
“Kami akan terus melakukan penekanan dengan aksi seperti teatrikal dan juga aksi simbolisasi. Seperti hari ini kami memasang satu spanduk dengan karakter sangut,” ujarnya.
Dijelaskan, Sangut adalah salah satu karakter dalam pewayangan Bali. Sangut memiliki karakter yang opurtunis, yang hanya mau menyelamatkan dirinya sendiri.
“Jadi kami pasang spanduk itu di depan DPRD Bali, sebagai sebagai sindiran bahwa mereka selama ini berkarakter seperti sangut, dan kami berharap mereka menjadi wakil rakyat yang berani bersikap untuk rakyat,” ujar aktivias asal Ubud ini.
Baginya, pemasangan spanduk sangut ini lebih pada sesuatu bentuk satir, bahwa selama ini DPRD Bali hanya diam seperti layaknya sangut.
“Dan kami membutuhkan wakil rakyat yang tidak seperti sangut. Kami pasang itu sebagai sindiran yang keras, supaya mereka tahu diri,” tegasnya
Gendo juga tegas mengatakan, gedung DPRD Bali ini rumah aspirasi rakyat, yang seharusnya mampu memperjuangkan aspirasi rakyat.
“Dan ini sudah enam tahun, DPRD Bali tidak ngapa-ngapain. Ketua DPRD Bali hanya mengambil momentum-momentum yang menguntungkan dia,” ungkapnya
Misalkan, kata Gendo, ketika Gubernur menolak reklamasi, Nyoman Adi Wiryatama selaku ketua DPRD Bali hanya ikut menyatakan menolak reklamasi, bahkan menyindir gerakan dengan mengatakan, yang paling dirugikan dalam batalnya reklamasi Teluk Benoa adalah pebisnis demo.
“Tapi disisi lain, dia (Adi Wiryatama) tidak pernah melakukan tindakan yang serius secara kelembagaan, tidak pernah mengambil mekanisme politik sebagaimana fungsinya sebagai DPRD. Bagi kami, itulah karakter sangut,” tutup Gendo