DENPASAR- Pelaporan dugaan tindak pidana pelanggaran pemilu yang dilakukan Dr. Somvir, caleg DPRD Bali Dapil 5 Buleleng dari Partai Nasional Demokrat (NasDem) memasuki babak baru.
Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) “membedah” dugaan kejahatan pemilu guru yoga asal India itu, Rabu (26/6). Hasilnya, laporan dengan tanda bukti penerimaan laporan 007/LP/PL/Prov/17.00/VI/2019 naik ke meja penyelidikan.
“Rapat pembahasan tahap pertama dengan Sentra Gakkumdu disepakati terhadap laporan tersebut dilakukan proses penyelidikan atau melakukan klarifikasi terhadap pihak-pihak yang dianggap mengetahui peristiwa tersebut guna mencari peristiwa pidananya,” ucap Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Bali, I Wayan Wirka sembari menyebut rapat Sentra Gakkumdu dilaksanakan di ruang sidang Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bali.
Wirka menekankan pihaknya akan bersinergi dengan penyidik dari institusi kepolisian dan kejaksaan yang tergabung dalam Sentra Gakkumdu untuk memutuskan nasib terlapor.
Sementara, dihubungi melalui telepon seluler, Dr. Somvir tidak memberikan respons berarti.
Disinggung terkait pelaporan dirinya ke Bawaslu Bali, politisi eks PDI Perjuangan itu irit bicara.
“Hubungi Ketua Partai (DPW NasDem Bali, red), Pak!” ucapnya singkat.
Dr. Somvir tidak menjawab alasan mendasar dirinya tidak mempolisikan pihak-pihak yang mengaku merima uang untuk mencoblos dirinya sebagaimana sejumlah video yang viral di dunia maya.
Dr. Somvir juga tidak merespons saat diberikan kesempatan menyanggah dugaan money politic yang dilakukannya. Menariknya, Somvir juga tidak berkomentar disuguhi pertanyaan mengapa melaporkan LPPDK Rp 0 rupiah padahal banyak memasang baliho, menyebar contoh surat suara, kartu suara, dan lain-lain.
Sedangkan secara terpisah, aktifis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Peduli Masyarakat Kecil (FPMK) Kabupaten Buleleng, Gede Suardana mengapresiasi keseriusan Sentra Gakkumdu memproses kasus Dr. Somvir.
Dirinya berharap Sentra Gakkumdu memberikan kepastian hukum terkait dugaan pelanggaran laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye (LPPDK) terlapor.
Dirinya menilai keterangan LPPDK nol rupiah oleh Dr. Somvir sama dengan tidak menyetor alias terindikasi melawan UU Pemilu No.7 Tahun 2018.
“Dengan bukti APK (alat peraga kampanye) dan bukti pesan APK di salah satu percetakan, tetapi Somvir membuat laporan LPPDK Rp 0 rupiah dapat diartikan Somvir melakukan kebohongan atau penipuan terhadap KPUD, Bawaslu, dan masyarakat Bali. Itu bisa dikenakan pasal money laundry alias pencucian uang. Semoga pihak kepolisian dan kejaksaan menelisik dugaan ini dengan serius,” tegas aktifis anti korupsi itu.
Lebih lanjut, Suardana juga mempertanyakan sikap Dr. Somvir yang tidak melakukan counter atau sanggahan terhadap dugaan kejahatan pemilu yang dialamatkan kepadanya.
“Sebagaimana diketahui banyak pihak yang mengaku dikasi uang saat masa tenang untuk mencoblos Somvir di media sosial. Itu jelas bukti kejahatan pemilu yang dilakukannya. Kenapa Dr. Somvir tidak melakukan penyangkalan? APK Dr. Somvir juga bertebaran di mana-mana kok laporan LPPDK-nya Rp 0 rupiah? Bukankah hal ini tidak masuk akal?” ungkapnya. Suardana berharap masyarakat tak boleh hanya jadi penonton melihat praktik kecurangan politik seperti itu.
Diketahui sebelumnya, Dr. Somvir dilaporkan ke Bawaslu Bali, Kamis (20/6) karena diduga kuat melanggar Pasal 49 dan Pasal 53 Peraturan KPU RI Nomor KPU RI Nomor 24 Tahun 2018 yang diubah terakhir dengan Peraturan KPU RI Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan KPU RI Nomor 24 Tahun 2018 tentang Dana Kampanye Pemilihan Umum serta telah melakukan tindak pidana pemilu sebagaimana Pasal 496 dan Pasal 497 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pelaporan ini merupakan rentetan terkait laporan Dr. Somvir ke Bawaslu Buleleng oleh Nyoman Redana atas dugaan politik uang (Money Politic).
Laporan itu dinyatakan tidak terbukti. Tak puas dengan keputusan Bawaslu Buleleng, pelapor melaporkan ke Bawaslu Bali, Senin (6/5). Pelapor juga telah melaporkan Ketua Bawaslu Kabupaten Buleleng Putu Sugi Ardana ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) di Jakarta.