DENPASAR – Di era 80-an hingga 2010, Bali begitu memesona bagi para surfer kelas dunia. Hampir semua peselancar kelas dunia sempat mencicipi swell (gelombang besar) di Bali.
Contohnya adalah peselancar Australia Taj Burow, 11 kali juara dunia Kelly Slater, dan juara dunia tiga kali Mick Fanning.
Kompetisi begitu banyak khususnya di Bali dan Indonesia. Bisa dikatakan tidak terhitung jumlahnya. Di Indonesia sendiri saat itu ada Indonesia Surf Championship (ISC).
Juga ada beberapa kejuaraan yang diselenggarakan terpisah dari beberapa produsen perlengkapan selancar dunia.
Yang masih bertahan hingga sekarang mungkin hanya World Surf League (WSL) seri Keramas, Gianyar, Bali.
Tahun lalu menjadi penyelenggaraan teranyar. Sekarang, harapan di dunia selancar ombak Indonesia kembali menggeliat.
Hal ini setelah KONI Pusat secara resmi memasukkan Persatuan Selancar Ombak Indonesia (PSOI) sebagai organisasi dan cabor prestasi resmi dibawah naungan KONI.
Sekjen PB PSOI Tipi Jabrik mengaku sangat bersyukur dengan keputusan KONI Pusat dalam Rakenas pekan lalu yang mengesahkan delapan cabor untuk masuk sebagai anggota baru KONI Pusat.
“Kalau dari kami pribadi, sangat bersyukur sekali. Ini semua berkat dukungan dari pengurus daerah juga,” terang pria yang berdomisili di Bali tersebut.
Menurut Tipi Jabrik, dalam waktu dekat ini pihaknya dan pengurus Pengprov PSOI Bali akan bertemu dengan KONI Bali.
Tujuannya tentu saja ingin memperkenalkan diri dan memberitahu bahwa kepengurusan PSOI Bali sudah terbentuk.
Maklum dari delapan cabor, hanya empat cabor yang sudah memiliki kepengurusan resmi di KONI Bali.
“DI Bali sendiri sudah ketuanya. Namanya Rahtu Suargita. Kami masih perlu belajar banyak mengenai administrasi dan birokrasi kepengurusan agar tidak menjadi hambatan kedepannya,” ucap pria yang juga mantan peselancar profesional tersebut.
Sudah masuk dalam KONI Pusat dan sebentar lagi akan bertemu dengan KONI Bali, tentu harapannya kembali lebih besar.
Pria yang juga kakak dari artis Luna Maya ini sadar betul selancar mulai redup di Bali bahkan Indonesia. Padahal, jantung olahraga selancar di Indonesia adalah Pulau Dewata.
Banyak faktor yang membuat kejuaraan yang dulu begitu banyak, sekarang hanya bisa dihitung jari.
“Selancar itu tergantung dengan industri apparel selancar. Kalau kondisinya naik, support mereka kepada selancar pasti akan mengikuti. Industrinya redup, jelas imbasnya ke kami. Mau tidak mau kami harus mencari alternatif lain,” bebernya.
“Alternatif seperti kerjasama dengan pemerintah daerah untuk menggelar kejuaraan. Saat ini sudah banyak daerah yang bekerjasama
dengan pemerintah setempat untuk menggelar kejuaraan seperti di Nias, Lampung, Jawa Barat, dan nanti di Banyuwangi,” tambahnya.
Bagi Tipi, masuknya PSOI ke KONI Pusat membuka jalan untuk bisa bekerjasama dengan pemerintah daerah.
“Saya mau selancar lebih maju lagi. Kami juga ingin ada pembibitan dengan menggelar kejuaraan kelompok umur,” tutupnya.