DENPASAR – Bali dikenal dengan Pulau Seribu Pura. Namun sayangnya, belakangan ini kerap terjadi penghancuran situs tua, seperti Pura kuno, Candi, struktur arca dan sebagainya.
Hal ini disayangkan komunitas anak muda yang peduli terhadap situs tua. Komunitas muda pecinta situs tua atau dikenal dengan Bakti Pertiwi Jati (BPJ) ini ikut angkat bicara.
Salah satu situs tua yang dihancurkan adalah Pura Dalem Tungkub, Kesiman, Denpasar, yang gedongnya sudah diubah total.
“Di Pura Dalem Tungkub Kesiman, misalnya, satunya masih utuh. Satunya gedong itu sudah hancur, diganti baru dan kini malah jadi berbeda dan
tak lagi sesuai dengan sepat siku-siku dan tatwa yang dulu,” ujar I Made Bakti Wiyasa dari BPJ kepada Jawa Pos Radar Bali.
Menurutnya, kasus seperti itu banyak terjadi di Bali. Dibangun menjadi baru namun menghilangkan nilai keaslian. Bukan lagi berdasar pengetahuan leluhur sebelumnya.
Bahkan, sama sekali menjadi baru sehingga mengacaukan identitas jejak leluhur dan pengetahuan keadaban yang asli.
“Kalau Pura kuno dihabisi di Bali, akar budaya habis nantinya. Kita mau jadi apa dan siapa nantinya. Di Bali sangat jarang menyadari hal ini.
Kita harus tetap melestarikan dengan meningkatkan kesadaran kita akan akar budaya,” tegas I Made Bakti Wiyasa.
BPJ yang diresmikan tanggal 25 Agustus 2018 di BPCB Bali di Bedulu, Gianyar ini pun mengambil tugas sebagai pendamping situs dan ritus kuno.
Sasaran BPJ adalah merekomendasikan pelestarian budaya dengan langkah restorasi bukan renovasi dan segera di tetapkan
oleh yang berwenang sehingga pura kuno, situs kuno selamat dari kehancuran karena dilindungi undang-undang cagar budaya.
Menurut Wilasa, situs bisa dicek dari ritus nya juga sebaliknya ritus bisa menunjukkan situsnya. Di Bali salah satunya bisa tak lengkap.
Misalnya puranya masih lengkap, tapi ritus atau pangilen upakaranya telah hilang dan tak lagi di pahami. Atau ritusnya masih ada tapi situsnya telah baru dan berubah.
“Sebenarnya, leluhur tidak pernah memberatkan kita. Nilai-nilai ini kami bangkitkan untuk melestarikan benda pusaka, sebab situs kuno menjadi kunci identitas dan leluhur yang menguasai kehidupan,” tuturnya.
Bila bangunan, struktur, kawasan itu dalam keadaan rusak serta perlu perawatan bahkan mungkin kondisinya telah membahayakan, Bakti menyarankan, sebaiknya segera melakukan teknis perawatan.
Bisa dengan cara ‘ngayum’ merawat dan memperbaiki bagian-bagian yang rusak dan mengembalikan bentuk, ke struktur dan bahan aslinya.
“Atau di restorasi oleh tim ahli cagar budaya dan masyarakat yang sudah punya pengalaman dalam merestorasi sebuah bangunan situs agar keaslian
bentuk dan strukturnya bisa kuat dan selamat kembali,” ungkapnya sembari mendukung UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Teknisnya dalam merestorasi, dilakukan dengan ketelitian pada tiap bagian dalam membongkar dan mengembalikan susunannya seperti awal ke posisi aslinya sesuai
dengan sepat siku-siku dan tatwa dari leluhur sebelum nya yang digunakan sebagai dasar perawatan dan pelestraian situs.
“Tim Ahli Cagar Budaya adalah wajib sebaik nya di beri tahu lewat kantor BPCB sehingga ada komunikasi yang tak melanggar undang undang cagar budaya,” sebutnya.
“Sebaiknya dana Bansos (bantuan sosial) itu untuk pelestarian, bukan untuk mengganti (situs kuno),” tuturnya.