25.7 C
Jakarta
19 April 2024, 9:13 AM WIB

Dari Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang

6 Orang Tersangka Dijebloskan Bui, Korban Meninggal di Stadion Kanjuruhan Jadi 135

SETELAH menjalani pemeriksaan, enam tersangka tragedi di stadion Kanjuruhan akhirnya ditahan. Mereka dijebloskan ke dalam tahanan setelah menjalani pemeriksaan sekitar 9,5 jam.

Keenamnya keluar dari gedung Ditreskrimum Polda Jawa Timur di Surabaya sekitar pukul 19.30 dengan mengenakan seragam tahanan.

Kabidhumas Polda Jatim Kombespol Dirmanto menyatakan, penahanan dilakukan di gedung Dittahti (Direktorat Tahanan dan Barang Bukti) Polda Jatim. ’’Penahanan ini bagian dari upaya penegakan hukum terhadap kejadian yang terjadi,” jelasnya.

Keenam tersangka yang ditahan itu adalah Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Abdul Haris, dan Security Officer Suko Sutrisno. Tiga lainnya adalah Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Danki Satbrimob Polda Jatim AKP Hasdarman, serta Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Ahmadi.

Menurut Dirmanto, penyidik merasa pemeriksaan terhadap para tersangka sudah cukup. Karena itu, penahanan dilakukan sebagai tindak lanjut. ’’Setelah ini segera dilakukan pelimpahan berkas perkara,” katanya.

Amir Burhanudin, pengacara Akhmad Hadian Lukita, menyesalkan adanya penahanan itu. Dia menyampaikan, pihaknya sudah mengajukan permohonan agar kliennya tidak ditahan beberapa waktu lalu. ’’Tetapi, kenyataannya sekarang ditahan,” ungkapnya.

Amir menyebut kliennya selalu bersikap kooperatif sejak diperiksa sebagai saksi. Hadian menilainya sebagai bentuk empati dan simpati atas tragedi di Stadion Kanjuruhan. ’’Baik kepada korban maupun pihak keluarga,” jelasnya.

Dia berharap proses hukum selanjutnya berlangsung cepat. Sebab, tersangka punya hak untuk mendapat keadilan. ’’Semoga tidak hanya cepat saat penyidikan saja. Melainkan juga pemberkasan, penuntutan, hingga nanti putusan,” ujarnya.

Seperti Amir, Taufik Hidayat, pengacara Abdul Haris, juga menyebut akan mengajukan penangguhan. ’’Pak Haris siap dengan risikonya,” ucapnya.

Taufik pun meminta penyidik objektif dalam mengusut perkara tersebut. Dia tidak rela kalau hanya sebagian pihak yang diproses hukum. ’’Hari ini (kemarin) korban meninggal bertambah. Seharusnya menjadi spirit mengembangkan proses hukum,” katanya.

Dia lantas menyinggung keterlibatan PSSI dalam tragedi itu. Menurut Taufik, federasi seharusnya ikut betanggung jawab. Tak hanya secara moral, tetapi juga dari sisi hukum. ’’Pertandingan sepak bola itu kan tidak bisa terlaksana tanpa adanya stakeholder lain,” tegasnya.

Sementara itu, Farzah Dwi Kurniawan menjadi korban meninggal ke-135 dalam tragedi Kanjuruhan. Menurut Akbar Shidiq, dokter yang menangani korban di unit perawatan intensif RSUD dr Saiful Anwar Malang, sebelum dinyatakan meninggal dunia Minggu (23/10) malam, korban memang sudah harus mendapatkan alat bantu pernapasan selama dua pekan terakhir. ’’Karena ada cedera di kepala dan paru,’’ jelasnya.

Akbar menuturkan, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang itu sudah dirawat selama 23 hari di RSSA. Ketika datang, Farzah memang sudah dalam kondisi berat dan kritis. Napasnya sudah sangat berat akibat kekurangan oksigen. (jpg)

SETELAH menjalani pemeriksaan, enam tersangka tragedi di stadion Kanjuruhan akhirnya ditahan. Mereka dijebloskan ke dalam tahanan setelah menjalani pemeriksaan sekitar 9,5 jam.

Keenamnya keluar dari gedung Ditreskrimum Polda Jawa Timur di Surabaya sekitar pukul 19.30 dengan mengenakan seragam tahanan.

Kabidhumas Polda Jatim Kombespol Dirmanto menyatakan, penahanan dilakukan di gedung Dittahti (Direktorat Tahanan dan Barang Bukti) Polda Jatim. ’’Penahanan ini bagian dari upaya penegakan hukum terhadap kejadian yang terjadi,” jelasnya.

Keenam tersangka yang ditahan itu adalah Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Abdul Haris, dan Security Officer Suko Sutrisno. Tiga lainnya adalah Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Danki Satbrimob Polda Jatim AKP Hasdarman, serta Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Ahmadi.

Menurut Dirmanto, penyidik merasa pemeriksaan terhadap para tersangka sudah cukup. Karena itu, penahanan dilakukan sebagai tindak lanjut. ’’Setelah ini segera dilakukan pelimpahan berkas perkara,” katanya.

Amir Burhanudin, pengacara Akhmad Hadian Lukita, menyesalkan adanya penahanan itu. Dia menyampaikan, pihaknya sudah mengajukan permohonan agar kliennya tidak ditahan beberapa waktu lalu. ’’Tetapi, kenyataannya sekarang ditahan,” ungkapnya.

Amir menyebut kliennya selalu bersikap kooperatif sejak diperiksa sebagai saksi. Hadian menilainya sebagai bentuk empati dan simpati atas tragedi di Stadion Kanjuruhan. ’’Baik kepada korban maupun pihak keluarga,” jelasnya.

Dia berharap proses hukum selanjutnya berlangsung cepat. Sebab, tersangka punya hak untuk mendapat keadilan. ’’Semoga tidak hanya cepat saat penyidikan saja. Melainkan juga pemberkasan, penuntutan, hingga nanti putusan,” ujarnya.

Seperti Amir, Taufik Hidayat, pengacara Abdul Haris, juga menyebut akan mengajukan penangguhan. ’’Pak Haris siap dengan risikonya,” ucapnya.

Taufik pun meminta penyidik objektif dalam mengusut perkara tersebut. Dia tidak rela kalau hanya sebagian pihak yang diproses hukum. ’’Hari ini (kemarin) korban meninggal bertambah. Seharusnya menjadi spirit mengembangkan proses hukum,” katanya.

Dia lantas menyinggung keterlibatan PSSI dalam tragedi itu. Menurut Taufik, federasi seharusnya ikut betanggung jawab. Tak hanya secara moral, tetapi juga dari sisi hukum. ’’Pertandingan sepak bola itu kan tidak bisa terlaksana tanpa adanya stakeholder lain,” tegasnya.

Sementara itu, Farzah Dwi Kurniawan menjadi korban meninggal ke-135 dalam tragedi Kanjuruhan. Menurut Akbar Shidiq, dokter yang menangani korban di unit perawatan intensif RSUD dr Saiful Anwar Malang, sebelum dinyatakan meninggal dunia Minggu (23/10) malam, korban memang sudah harus mendapatkan alat bantu pernapasan selama dua pekan terakhir. ’’Karena ada cedera di kepala dan paru,’’ jelasnya.

Akbar menuturkan, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang itu sudah dirawat selama 23 hari di RSSA. Ketika datang, Farzah memang sudah dalam kondisi berat dan kritis. Napasnya sudah sangat berat akibat kekurangan oksigen. (jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/