27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 7:17 AM WIB

Parau Band Kobarkan Semangat di Album Fortius

DENPASAR – Band beraliran metal hardcore, Parau akhirnya menelurkan album keempat mereka berjudul Fortius.

Cukup lama memang album ini lahir. Lima tahun setelah album sebelumnya, Ragenaissance (2014).

Album yang digarap selama tujuh bulan ini juga menjadi bukti eksistensi band yang digawangi  Ghigox (vokal), Gusde Oka (gitar), Gung Sincan (gitar), Onche (bass) dan Dika Pratama (drum) ini di ranah metal head Indonesia.

Ghigox, sang vokalis menuturkan, proses penggarapan album ini digarap secara mandiri mulai dari proses rekaman, mixing dan mastering dilakukan sendiri. Ini menghabiskan sekitar tujuh bulan.

“Kami menganalogikan Fortius sebagai kobar semangat untuk menjadi lebih tangguh. Energi itu tertuang ke dalam sebelas lagu,

yang banyak bercerita mengenai semangat perjuangan hidup, kritik sosial, lingkungan dan situasi politik di Indonesia,” kata Ghigox.

Album ini menggemakan metal hardcore dengan ciri khas Parau yang lebih bereksplorasi dengan riff melodic, bernafaskan dengan pukulan-pukulan drum death metal.

Kehadiran dua penggawa baru pada posisi gitar dan drum, menjadikan album ini lebih kaya secara musikal dari album Parau terdahulu.

“Dalam album ini kami juga berkolaborasi dengan beberapa musisi lain, seperti Robi Navicula, dalam lagu Pembunuh Paus, dan Daniel Mardhany vokalis Dead Squad di lagu Fase Akhir Delusional,” imbuhnya. 

Album Fortius bernaung dalam label Armstrecth Record-Bandung. Kebetulan, Parau sudah tergabung bersama label ini sejak album kedua, Somatoform.

Selain merilis Fortius, band yang terbentuk September 2002 ini juga menggelar konser peluncurannya di Pica Fest, Sabtu (23/2) lalu. 

Sebulan sebelum perilisan album Fortius, Parau telah terlebih dahulu merilis video musik single pertama berjudul “Menghujam Kelam“ yang juga masuk dalam line up album ini.

Lagu ini bercerita tentang sisi gelap yang dimiliki oleh manusia. Setiap manusia memiliki batas kesabaran, yang dikelola oleh fisik, emosi, dan pikiran.

“Sisi gelap itu akan muncul dengan sendirinya saat manusia sudah tidak mampu lagi menanggung beban masalah dalam hidupnya,” tandasnya. 

DENPASAR – Band beraliran metal hardcore, Parau akhirnya menelurkan album keempat mereka berjudul Fortius.

Cukup lama memang album ini lahir. Lima tahun setelah album sebelumnya, Ragenaissance (2014).

Album yang digarap selama tujuh bulan ini juga menjadi bukti eksistensi band yang digawangi  Ghigox (vokal), Gusde Oka (gitar), Gung Sincan (gitar), Onche (bass) dan Dika Pratama (drum) ini di ranah metal head Indonesia.

Ghigox, sang vokalis menuturkan, proses penggarapan album ini digarap secara mandiri mulai dari proses rekaman, mixing dan mastering dilakukan sendiri. Ini menghabiskan sekitar tujuh bulan.

“Kami menganalogikan Fortius sebagai kobar semangat untuk menjadi lebih tangguh. Energi itu tertuang ke dalam sebelas lagu,

yang banyak bercerita mengenai semangat perjuangan hidup, kritik sosial, lingkungan dan situasi politik di Indonesia,” kata Ghigox.

Album ini menggemakan metal hardcore dengan ciri khas Parau yang lebih bereksplorasi dengan riff melodic, bernafaskan dengan pukulan-pukulan drum death metal.

Kehadiran dua penggawa baru pada posisi gitar dan drum, menjadikan album ini lebih kaya secara musikal dari album Parau terdahulu.

“Dalam album ini kami juga berkolaborasi dengan beberapa musisi lain, seperti Robi Navicula, dalam lagu Pembunuh Paus, dan Daniel Mardhany vokalis Dead Squad di lagu Fase Akhir Delusional,” imbuhnya. 

Album Fortius bernaung dalam label Armstrecth Record-Bandung. Kebetulan, Parau sudah tergabung bersama label ini sejak album kedua, Somatoform.

Selain merilis Fortius, band yang terbentuk September 2002 ini juga menggelar konser peluncurannya di Pica Fest, Sabtu (23/2) lalu. 

Sebulan sebelum perilisan album Fortius, Parau telah terlebih dahulu merilis video musik single pertama berjudul “Menghujam Kelam“ yang juga masuk dalam line up album ini.

Lagu ini bercerita tentang sisi gelap yang dimiliki oleh manusia. Setiap manusia memiliki batas kesabaran, yang dikelola oleh fisik, emosi, dan pikiran.

“Sisi gelap itu akan muncul dengan sendirinya saat manusia sudah tidak mampu lagi menanggung beban masalah dalam hidupnya,” tandasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/