28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 6:06 AM WIB

Ritual Ngerebeg, Tradisi Unik Warga Tegalalang Usir Aura Negatif

GIANYAR – Warga desa pakraman Tegalalang di Kecamatan Tegalalang tetap menjaga tradisi mereka. Seperti yang dilakukan Rabu lalu (28/8), warga setempat menggelar tradisi Ngerebeg.

Dengan menghias tubuh mereka supaya terlihat seram, warga keliling desa. Warga berharap Ngerebeg bisa menetralisir pengaruh negatif di alam.

Tokoh adat desa Tegalalang, I Nyoman Gede Artawan, menyatakan tradisi itu sebagai simbolis butha kala.

“Tradisi ini sebagai perwujudan para butha kala atau wong samar yang ada di sini. Dihadirkan dalam upacara mecaru.

Anak-anak yang berhias raksasa ini simbolisnya dan merupakan tradisi yang diwarisi dari turun temurun,” ujarnya.

Ngebereg diawali upacara di Pura Duur Bingin. Dilanjutkan dengan mengelilingi desa dengan berjalan kaki.

Saat berjalan kaki, layaknya parade, warga membawa hiasan. Warga membawa sebuah penjor dari pohon enau dihiasi juga dengan bunga dan janur. Tubuh warga juga dihias mirip raksasa.

“Tradisi itu juga rutin digelar setiap enam bulan sekali. Ini salah satu tradisi yang sangat disakralkan. Mengingat tradisi itu digelar

sebagai wujud mengembalikan pengaruh negatif dunia yang berpengaruh pada sifat-sifat manusia dan alam semesta,” jelasnya.

Salah satu peserta, Gede Febri, yang duduk dibangku SMA, senang mengikuti rangkaian tradisi itu. “Saya selalu ikut. Tidak pernah terlewatkan,” ujarnya.

Sebagai anak sekolah, dia pun minta izin kepada gurunya untuk mengikuti tradisi yang sudah diwarisi turun temurun oleh leluhurnya itu.

Desa pakraman yang berada di jalur wisata itu pun tak luput dari pantauan turis asing. Banyak turis yang berhenti saat melintas. Mereka tak lupa mengabadikan momen tersebut.

GIANYAR – Warga desa pakraman Tegalalang di Kecamatan Tegalalang tetap menjaga tradisi mereka. Seperti yang dilakukan Rabu lalu (28/8), warga setempat menggelar tradisi Ngerebeg.

Dengan menghias tubuh mereka supaya terlihat seram, warga keliling desa. Warga berharap Ngerebeg bisa menetralisir pengaruh negatif di alam.

Tokoh adat desa Tegalalang, I Nyoman Gede Artawan, menyatakan tradisi itu sebagai simbolis butha kala.

“Tradisi ini sebagai perwujudan para butha kala atau wong samar yang ada di sini. Dihadirkan dalam upacara mecaru.

Anak-anak yang berhias raksasa ini simbolisnya dan merupakan tradisi yang diwarisi dari turun temurun,” ujarnya.

Ngebereg diawali upacara di Pura Duur Bingin. Dilanjutkan dengan mengelilingi desa dengan berjalan kaki.

Saat berjalan kaki, layaknya parade, warga membawa hiasan. Warga membawa sebuah penjor dari pohon enau dihiasi juga dengan bunga dan janur. Tubuh warga juga dihias mirip raksasa.

“Tradisi itu juga rutin digelar setiap enam bulan sekali. Ini salah satu tradisi yang sangat disakralkan. Mengingat tradisi itu digelar

sebagai wujud mengembalikan pengaruh negatif dunia yang berpengaruh pada sifat-sifat manusia dan alam semesta,” jelasnya.

Salah satu peserta, Gede Febri, yang duduk dibangku SMA, senang mengikuti rangkaian tradisi itu. “Saya selalu ikut. Tidak pernah terlewatkan,” ujarnya.

Sebagai anak sekolah, dia pun minta izin kepada gurunya untuk mengikuti tradisi yang sudah diwarisi turun temurun oleh leluhurnya itu.

Desa pakraman yang berada di jalur wisata itu pun tak luput dari pantauan turis asing. Banyak turis yang berhenti saat melintas. Mereka tak lupa mengabadikan momen tersebut.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/