DENPASAR– Tidak ada sepakbola seharga nyawa. Ucapan itu menggema usai tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang, Sabtu (1/10) malam. Ratusan nyawa melayang sia-sia akibat insiden setelah laga Arema vs Persebaya itu.
Peristiwa memilukan itu memantik keprihatinan berbagai pihak. Tak terkecuali pecinta bola di Pulau Dewata. Ucapan belasungkawa terhadap para korban disuarakan dari tanah para dewa.
“Dari kami Semeton Bulldog turut berduka cita sedalam-dalamnya. Ini adalah tragedi, sampai 100 lebih orang meninggal dunia. Kami sangat sedih dan terenyuh. Kami turut berduka cita untuk Aremania dan kepolisian yang menjadi korban,” ujar Ketua Semeton Bulldog, Ketut Budi diwawancarai Jawa Pos Radar Bali, Minggu kemarin (2/10).
Budi mengajak semua elemen sepak bola di Indonesia beajar lebih dewasa menanggapi hasil pertandingan. Persatuan dan keselamatan manusia di atas hasil sebuah pertandingan. Kerusuhan yang berujung korban jiwa hanya akan menimbulkan luka mendalam. Selain itu juga bisa melahirkan sanksi berat bagi sepak bola Indonesia. Dia juga mengajak supporter lain tidak fanatik buta serta kebablasan dalam mendukung klub yang bermain.
“Rivalitas hanya 90 menit di luar itu teman dan saudara. Semua elemen suporter mari bersatu, jangan sampai ada nyawa melayang lagi. Ini (sepak bola) sebatas hobi, jangan ada korban lagi,” tukasnya.
Rasa dukacita mendalam juga disampaikan Koordinator Semesta (Semeton Dewata Tabanan), I Gusti Bagus Arya Anggara Paramarta meminta tragedi Kanjuruhan dijadikan pelajaran semua pihak. Jangan hanya karena sepak bola, nyawa menjadi taruhan.
Ia juga meminta peristiwa ini diusut tuntas. “Harus fair dalam mengusut tuntas kasus ini, jangan ada yang ditutupi, sehingga ke depan bisa dijadikan pelajaran semua pihak,” ujar Anggara.
Tidak hanya dari kalangan suporter, belasungkawa juga disampaikan para pemain Bali United melalui akun Instagram-nya. Di antaranya Ilja Spasojevic dan Andhika Pratama. Hal senada juga diungkapkan pelatih Bali United, Alessandro Stefano Cugurra Rodrigues atau yang akrab dipanggil Teco.
Melalui siaran resmi website klub Bali United, Teco menyayangkan peristiwa itu. Sebelumnya, saat pramusim, dua suporter Persib Bandung juga dinyatakan meninggal dunia.
“Saya sangat sedih mendengar kabar duka ini. Rest in peace untuk para korban di Stadion Kanjuruhan. Sepak bola adalah hiburan untuk semua orang. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan kompetisi bisa berjalan normal lagi,” ungkap Teco.
Teco menilai situasi ini sangat buruk untuk sepak bola Indonesia di dunia. Sebab, dalam gelaran Piala Presiden tahun ini juga ada korban meninggal dua suporter dari Persib. “Belum ketemu solusi buat organisasi di dalam sama di luar stadium untuk lebih bagus buat tidak terjadi lagi,” imbuh ayah dua anak itu.
Peristiwa yang memakan korban di sepak bola Indonesia ini menjadikan sejarah kedua berdarah di dunia. Total terbesar yang memakan korban dari suatu kompetisi sepak bola terjadi pada 24 Mei 1964 yang terjadi di stadion Estadio Nacional, Lima, Peru yang menewaskan 328 korban jiwa.
Teco menyatakan, seharusnya suporter datang untuk mendapat hiburan bukan ancaman. Apalagi kehilangan nyawa yang meninggalkan keluarga di rumah.
“Sepak bola seharusnya adalah hiburan buat suporter yang datang buat nikmati pertandingan dan selesai pertandingan pulang ke rumah dengan aman,” jelas Teco.
Mantan pelatih Persija itu berharap semua suporter tim sepak bola yang ada di Indonesia lebih dewasa. Ia menyadari bila hasil sepak bola adalah tiga hasil yang harus diterima.
“Suporter harus bisa terima tiga hasil yang ada di dalam sepak bolam yaitu menang, seri, atau kalah,” tukasnya. (san)