SINGARAJA – Dinas Pariwisata Bali merilis surat dengan Nomor: 556/2782/IV/Dispar perihal penerbitan sertifikat jelang new normal life.
Dengan surat ini, pengusaha akomodasi wisata di Bali harus melakukan rapid test mandiri terhadap karyawannya sebelum membuka usahanya.
Namun, prasyarat ini menuai keluhan dari kalangan pengusaha hotel. “Saya rasa yang menjadi kendala nantinya biaya rapid tes yang dibebankan kepada pengusaha hotel dan karyawan secara mandiri.
Itu berat jika staf atau karyawan harus dibebani biaya rapid. Belum bekerja kok sudah ada pengeluaran,” keluh Ketua PHRI Buleleng Dewa Ketut Suardipa.
Bisa dibayangkan jika di PHRI Buleleng memiliki anggota 172 hotel dan restaurant. Dengan jumlah karyawan mencapai ribuan, berapa biaya yang harus dikeluarkan.
“Kalau satu hotel saja memiliki 30-40 karyawan dengan harga alat tes rapid Rp 300 ribu, sudah jutaan yang kami keluarkan sebagai pengusaha hotel hanya untuk memiliki sertifikat tatanan kehidupan era baru,” ungkapnya.
Menurut Suardipa, selayaknya pemerintah lebih bijak mengeluarkan sebuah kebijakan. Toh, jika dipaksakan, minimal biaya rapid diberikan subsidi kepada pengusaha hotel.
“Kita ini belum normal kunjungan wisatawan, penerbangan belum maksimal dan tamu-tamu dari negara lain belum ada yang datang.
Ditambah dengan aturan-aturan penerbitan sertifikat harus rapid test khawatirnya menjadi kendala nantinya,” ungkapnya.
Dewa Ketut Suardipa menambahkan, sejatinya pengusaha hotel di Buleleng sudah siap membuka usaha mereka.
Start persiapan sudah dilakukan termasuk menyiapkan alat pengukur suhu thermo gun, tempat cuci tangan, dan syarat protokol kesehatan lainnya.
“Kita sudah berusaha menyiapkan hal itu untuk new normal untuk membuka pariwisata kembali. Tapi, saat ini masih menjadi kendala biaya rapid. Kemudian belum ada jaminan juga ketika kami buka akan ada kunjungan wisatawan,” pungkasnya.
Sementara itu, Sekretaris GTPP Covid-19 Buleleng Gede Suyasa menyatakan, sejauh ini guna menerbitkan sertifikat tatanan kehidupan era baru tersebut, pihaknya masih mempersiapkan tim verifikator.
Namun, sebelum tim verifikator turun ke sejumlah akomodasi pariwisata dan ojek wisata harus diberikan pelatihan terlebih dahulu.
Pelatihan tersebut dimaksud agar dapat mengetahui apa saja yang diverifikasi pada akomodasi pariwisata yang akan membuka bisnis pariwisata mereka.
“Nah, saat ini Dinas Pariwisata belum mengajukan tim verifikator, kami masih menunggu,” pungkasnya.