SINGARAJA – Suku Kei yang bermukim di Kabupaten Maluku Tenggara, kini meyakini asal usul mereka berasal dari komunitas Bali Aga yang berasal dari Desa Pedawa, Kecamatan Banjar.
Keyakinan itu muncul setelah tim ekspedisi dari Pemkab Maluku Tenggara, menuntaskan proses pencarian wit (asal usul, Red) di Kabupaten Buleleng.
Pemkab Maluku Tenggara sejak Agustus lalu memang menerjunkan sejumlah pakar guna menelusuri asal usul suku Kei di Pulau Dewata.
Suku Kei diyakini memiliki hubungan kekerabatan dengan salah satu komunitas Bali Aga di Bali. Bahkan, tak menutup kemungkinan Suku Kei sejatinya berasal dari Bali.
Setelah melakukan proses pencarian selama beberapa pekan, akhirnya penelitian diakhiri di Desa Pedawa. Kesimpulan sementara, diyakini Suku Kei memang berasal dari Desa Pedawa.
Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng Gede Komang mengatakan, peneliti dari Maluku Tenggara sangat meyakini bahwa asal usul mereka berasal dari Pedawa.
Hal itu didasari dari cerita rakyat yang didengar secara turun temurun dan bentuk rumah adat yang mirip.
Menurut Gede Komang, bentuk rumah adat antara Suku Kei dengan warga Bali Aga di Desa Pedawa sangat mirip.
Dari segi arsitektur, konon rumah adat keduanya memiliki kemiripan. Pertama, rumah adat sama-sama membelakangi jalan raya.
Kedua, seluruh aktifitas keseharian seperti memasak dan beribadah dilakukan di dalam rumah. Selain itu ada pula cerita rakyat yang diyakini berkaitan dengan masyarakat Pedawa.
“Mereka meyakini ada orang Pedawa yang mencari ikan ke wilayah timur dan akhirnya terdampar di Maluku. Kemudian mereka hidup di Maluku hingga sekarang.
Itu kemungkinan terjadi sebelum abad ke-13. Ini yang menjadi dasar keyakinan mereka, bahwa leluhur Suku Kei itu dari Pedawa,” tutur Gede Komang.
Selain itu ada pula kata “Tombak” yang hingga kini dipegang teguh masyarakat Kei. Konon kata itu berarti “kita berasal dari Bali”.
Selain itu ada beberapa hukum adat serta ritual yang diakui memiliki kemiripan dengan ritual Bali Aga pada umumnya.
Salah satunya hukum adat mengenai “sawen” atau hak kepemilikan ulayat. Apabila sebuah bidang tanah atau seekor ternak sudah berisi tanda “sawen”, maka hak kepemilikan tak dapat digugat.
Sama seperti hak sawen yang dilakukan di Bali. “Katanya morfologi wajah orang Kei dengan orang Pedawa juga mirip. Itu yang membuat mereka makin yakin,” imbuh Gede Komang.