25.9 C
Jakarta
25 April 2024, 3:49 AM WIB

BPPD Klaim Sasar Menengah ke Atas, Soal Turis Backpacker Ini Responnya

MANGUPURA – Keberadaan turis backpacker dianggap sebagai masalah oleh DPRD Badung. Mereka dianggap bukan wisatawan berkualitas.

Respons ini muncul setelah Satpol PP Badung mendapati sejumlah kos-kosan di Badung banyak yang menampung turis backpacker.

Berdasar fakta tersebut, DPRD Badung akan melakukan hearing dalam waktu dekat ini dengan pihak BPPD badung dan Dinas Pariwisata  Badung.

 “Kita akan tanyakan sejauh mana target-target capaian yang telah dilakukan selama ini dengan dana promosi yang telah diberikan pemerintah Kabupaten Badung?

Adakah korelasi dengan tren penurunan pendapatan Kabupaten Badung saat ini. Kami juga akan panggil pihak Bapenda Badung

terkait evaluasi kinerja dalam melakukan penarikan pajak hotel dan restoran di Badung,” ujar Politisi asal Desa Dalung tersebut .

Secara terpisah, Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Badung, IGN Rai Suryawijaya tak menyangkal turis backpacker memang banyak datang ke Bali.

Akan tetapi, pihaknya mengaku tidak pernah melakukan promosi ke backpacker. Menurut dia, promosi yang dilakukan Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) dan Dispar Badung selama ini sudah menyasar turis menengah ke atas.

“Begini, setiap destinasi dunia itu pasti ada turis yang backpacker. Itu karena ada permintaan dan supply.

Lokal people kita sendiri yang membangun kos-kosan atau guest house kemudian promosi sendiri secara online. Dan inilah yang mendatangkan backpacker,” ungkapnya.

Untuk BPPD sendiri, tegas dia, program dan sasarannya sangat jelas. Yakni bagaimana mendatangkan wisatawan berkelas ke Bali.

Ini pun kata dia sudah dilakukan dengan sangat baik dengan cara promosi ke tour operator dan travel agent berkelas.

“Kalau kami promosi ke luar negeri pasti sasaran kami wisatawan menengah ke atas. Yang kami promosikan pun semua berkelas, minimal bintang tiga,” kata Rai Suryawijaya.

Di Badung sendiri, backpacker tidak semuanya buruk. Sisi positif kehadiran backpacker ini justru bisa menghidupkan desa wisata yang diwacanakan Pemkab Badung.

Pasalnya, backpacker langsung menyasar rumah-rumah penduduk. Hanya saja yang perlu dilakukan adalah pengaturan dan pendataan.

Yakni, dengan mendata semua kos dan guest house yang dimiliki masyarakat, sehingga bisa dipungut pajak.

“Semua ada plus minusnya. Jadi aturan harus jelas. Kalau mau tinggal di kos atas guest house, maka mereka harus dilaporkan.  Sehingga kita bisa data,” terang  Rai Suryawijaya yang juga Ketua PHRI Badung ini.

Disinggung mengenai persentase backpacker di Badung, Rai Suryawijaya menyebut tidak lebih dari 10-15 persen dari keseluruhan wisatawan yang datang ke Bali.

Angka ini diakui memang cukup tinggi. “Kami sih belum pernah survey dengan data riil. Tapi, backpacker kami perkirakan sampai 15 persen.

Untuk turis kelas menengah 50 persen. Dan kelas atasnya itu sisanya sampai 35 persen. Inilah yang kita mulai sasar,” jelasnya.

Diakui sejauh ini memang belum bisa selektif terhadap turis yang datang. Pasalnya, Bali sudah over supply akomodasi wisata yang kini tembus 135 ribu kamar.

Sementara tingkat hunian masih 68 persen. Sehingga masih tergolong rendah. Kalau ingin selektif maka turis yang datang harus mencapai 20 ribu wisatawan seperti yang ditargetkan oleh pemerintahan pusat.

“Kalau tingkat hunian hotel tembus 80 persen baru kita bisa selektif. Sekarang kan baru 68 persen.  Jadi memilah dan memilih wisatawan itu kita belum bisa dan  bersaing mengisi kamar saja susah,” pungkasnya. 

MANGUPURA – Keberadaan turis backpacker dianggap sebagai masalah oleh DPRD Badung. Mereka dianggap bukan wisatawan berkualitas.

Respons ini muncul setelah Satpol PP Badung mendapati sejumlah kos-kosan di Badung banyak yang menampung turis backpacker.

Berdasar fakta tersebut, DPRD Badung akan melakukan hearing dalam waktu dekat ini dengan pihak BPPD badung dan Dinas Pariwisata  Badung.

 “Kita akan tanyakan sejauh mana target-target capaian yang telah dilakukan selama ini dengan dana promosi yang telah diberikan pemerintah Kabupaten Badung?

Adakah korelasi dengan tren penurunan pendapatan Kabupaten Badung saat ini. Kami juga akan panggil pihak Bapenda Badung

terkait evaluasi kinerja dalam melakukan penarikan pajak hotel dan restoran di Badung,” ujar Politisi asal Desa Dalung tersebut .

Secara terpisah, Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Badung, IGN Rai Suryawijaya tak menyangkal turis backpacker memang banyak datang ke Bali.

Akan tetapi, pihaknya mengaku tidak pernah melakukan promosi ke backpacker. Menurut dia, promosi yang dilakukan Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) dan Dispar Badung selama ini sudah menyasar turis menengah ke atas.

“Begini, setiap destinasi dunia itu pasti ada turis yang backpacker. Itu karena ada permintaan dan supply.

Lokal people kita sendiri yang membangun kos-kosan atau guest house kemudian promosi sendiri secara online. Dan inilah yang mendatangkan backpacker,” ungkapnya.

Untuk BPPD sendiri, tegas dia, program dan sasarannya sangat jelas. Yakni bagaimana mendatangkan wisatawan berkelas ke Bali.

Ini pun kata dia sudah dilakukan dengan sangat baik dengan cara promosi ke tour operator dan travel agent berkelas.

“Kalau kami promosi ke luar negeri pasti sasaran kami wisatawan menengah ke atas. Yang kami promosikan pun semua berkelas, minimal bintang tiga,” kata Rai Suryawijaya.

Di Badung sendiri, backpacker tidak semuanya buruk. Sisi positif kehadiran backpacker ini justru bisa menghidupkan desa wisata yang diwacanakan Pemkab Badung.

Pasalnya, backpacker langsung menyasar rumah-rumah penduduk. Hanya saja yang perlu dilakukan adalah pengaturan dan pendataan.

Yakni, dengan mendata semua kos dan guest house yang dimiliki masyarakat, sehingga bisa dipungut pajak.

“Semua ada plus minusnya. Jadi aturan harus jelas. Kalau mau tinggal di kos atas guest house, maka mereka harus dilaporkan.  Sehingga kita bisa data,” terang  Rai Suryawijaya yang juga Ketua PHRI Badung ini.

Disinggung mengenai persentase backpacker di Badung, Rai Suryawijaya menyebut tidak lebih dari 10-15 persen dari keseluruhan wisatawan yang datang ke Bali.

Angka ini diakui memang cukup tinggi. “Kami sih belum pernah survey dengan data riil. Tapi, backpacker kami perkirakan sampai 15 persen.

Untuk turis kelas menengah 50 persen. Dan kelas atasnya itu sisanya sampai 35 persen. Inilah yang kita mulai sasar,” jelasnya.

Diakui sejauh ini memang belum bisa selektif terhadap turis yang datang. Pasalnya, Bali sudah over supply akomodasi wisata yang kini tembus 135 ribu kamar.

Sementara tingkat hunian masih 68 persen. Sehingga masih tergolong rendah. Kalau ingin selektif maka turis yang datang harus mencapai 20 ribu wisatawan seperti yang ditargetkan oleh pemerintahan pusat.

“Kalau tingkat hunian hotel tembus 80 persen baru kita bisa selektif. Sekarang kan baru 68 persen.  Jadi memilah dan memilih wisatawan itu kita belum bisa dan  bersaing mengisi kamar saja susah,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/