DENPASAR – Rencana pungutan 20 dolar AS kepada wisatawan asing alias turis yang datang ke Bali menuai protes keras.
Pengamat kebijakan publik yang juga dijuluki “panglima hukum” Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., menolak keras usulan itu. Pungutan tersebut akan mengurangi daya saing pariwisata Bali.
Selain tidak kompetitif, pelaku wisata “kelas bawah” diprediksi akan merana. “Pungutan 20 dolar ini akan membunuh pariwisata Bali.
Secara perlahan Bali akan ditinggal turis asing karena banyak ada pungutan ini itu,” kritik Togar yang juga caleg DPRD Bali dapil Denpasar dari Partai Golkar nomor urut 7 ini di Denpasar, Jumat (14/12) kemarin.
Kritik pedas Togar ini disampaikan terkait adanya wacana dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan agar wisatawan mancanegara (wisman)
yang datang ke objek wisata salah satunya Bali dipungut uang 10 dolar AS untuk penanganan sampah atau uang kebersihan.
Sebelumnya Gubernur Bali I Wayan Koster juga mewacanakan akan memungut 10 AS kepada wisman dimana dana itu akan digunakan untuk pelestarian adat dan budaya Bali.
Maka turis asing yang datang ke Bali siap-siap mengeluarkan uang ekstra. Setidaknya 20 dolar AS untuk penanganan sampah plastik dan pelestarian adat budaya Bali.
Kedua jenis pungutan yang jika diterapkan bersamaa ini dinilai sangat memberatkan turis asing. Maka Togar yang juga Dewan Pakar Forum Bela Negara ini lebih sepakat
dengan hanya ada satu jenis pungutan sesuai yang diwacanakan Gubernur Koster yakni 10 dolar untuk pelestarian adat, seni dan budaya Bali.
Namun dalam pemanfaatannya juga bisa dialokasikan untuk penanganan sampah khususnya di objek wisata di Bali.
“Pungutan 10 dolar untuk sampah itu tidak rasional. Ini memberatkan turis datang ke Bali. Mereka datang liburan untuk menikmati alam,
keunikan seni, adat dan budaya Bali. Jadi penanganan sampah jangan dibebankan kepada turis,” kritik advokat nyentrik tapi dermawan ini.
Untuk itu Togar berharap wacana dan rencana pungutan 10 dolar untuk sampah ini dihentikan agar tidak membebani wisatawan.
Harus ada solusi lain yang lebih cerdas dari pemerintah untuk menangani sampah, bukan dengan membebankannya kepada wisatawan.
“Kita bicara quality tourism dan berkelanjutan. Ketika ada banyak pungutan, ketakutan kami justru pariwisata Bali tidak berkelanjutan.
Turis asing bisa lari ke Thailand yang objeknya lebih menarik dari Bali dan juga bisa lebih murah,” tutup advokat yang kerap
memberikan bantuan hukum gratis bagi masyarakat kurang mampu dan tertindas dalam penegakan hukum itu. (rba)