DENPASAR – Paket wisata murah yang ditawarkan agent tour dan travel di Tiongkok menjadi persoalan tersendiri bagi industri pariwisata Bali.
Kondisi ini disikapi Komite Tiongkok DPP Asita Pusat (Nasional). Ketua Komite Tiongkok DPP Asita Pusat (Nasional) Hery Sudiarto,
bersama Penasehat Komite Tiongkok DPP Asita Asman dan Chandra Salim, memilih melaporkan masalah – masalah ini ke Konjen Tiongkok di Bali.
Namun sayang Konjen Mr. Gou Hao Dong sedang cuti, karena ada acara. Yang menerima hanya Wakil Konjen Tiongkok di Denpasar Mr. Chen Wei.
Hery menjelaskan, bahwa ada praktik – praktik yang sangat merugikan Bali, pariwisata Bali dan merugikan nama baik Tiongkok.
Kemudian ada fakta menarik yang juga sudah dilaporkan Hery ke Konjen, yaitu ada paket wisata beredar di Tiongkok untuk ke Bali dengan harga 99 (RMB; Renin bi) – per 1 RMB adalah Rp 2 ribu lebih – atau setara dengan Rp 200 ribu.
“Dengan Rp 200 ribu bisa ke Bali, tiket pulang pergi, makan dan menginap lima hari di Bali. Semakin parah, semakin kacau,” kata Hery kepada awak media.
Rencananya paket wisata ini akan meluncurkan sekitar satu pesawat dengan jumlah 200 orang dari Shen Zhen, Tiongkok menuju Bali.
Dengan lama penerbangan 5 jam lebih pada 12 Oktober 2018 lalu. Namun, rencana ini dibatalkan oleh lembaga pariwisata sejenis Asita di Indonesia.
Namun, Asita di Tiongkok itu adalah pemerintah. Jadi yang membatalkan adalah pemerintah, dengan surat resmi.
11 Oktober dibatalkan berangkat Bali. Jadi wisatawan dengan biaya Rp 200 ribu menuju Bali itu sudah dibatalkan untuk terbang ke Bali.
Bahkan selanjutnya, Chandra Salim mengatakan bahwa ada skenario besar pemain – pemain dari Tiongkok asli yang membangun jaringan Toko di Bali.
Mereka ingin menguasai pasar Tiongkok, kemudian mereka ingin mematikan bisnis legal Tiongkok yang berkembang sebelumnya oleh pribumi.
Dalam situasi ini, Bali mesti segera bergerak cepat untuk melakukan penataan. Sebelum nanti seperti Thailand dan Vietnam yang sempat dikacaukan oleh pola bisnis pariwisata seperti yang terjadi di Bali saat ini.
Thailand dan Vietman akhirnya berhasil menanggulangi masalah ini, dengan menutup toko – toko yang bermain itu.