SINGARAJA – Kunjungan ke objek daya tarik wisata (DTW) yang ada di Kabupaten Buleleng, kini didominasi oleh wisatawan lokal.
Kunjungan itu setidaknya memberikan harapan proses pemulihan ekonomi, utamanya pada sektor pariwisata.
Kepala Dinas Pariwisata Buleleng Made Sudama Diana mengatakan, pada awal pandemi tingkat kunjungan ke objek wisata di Buleleng memang turun tajam.
Bahkan ada pada angka nol, alias tak ada kunjungan. Sebab hampir seluruh objek wisata ditutup pada awal pandemi.
Seiring dengan kebijakan tatanan kehidupan baru, kunjungan di objek wisata mulai menunjukkan geliat. Hingga September 2020, tingkat kunjungan telah mencapai angka 81 ribu wisatawan.
Jumlah itu tak sampai 10 persen dari tingkat kunjungan pada tahun 2019 lalu yang mencapai angka 1,05 juta wisatawan.
“Memang tidak signifikan. Tapi, ini cukup memberikan pergerakan bagi sektor pariwisata. Kalau kami cermati, kebanyakan itu kunjungannya ke Lovina dan Pemuteran.
Termasuk Buyan. Biasanya warga dari Denpasar yang jenuh, mereka memilih libur akhir pekan di Buleleng,” kata Sudama.
Ia menyebut, sebelum pandemi tingkat kunjungan wisatawan tertinggi terjadi pada bulan Maret lalu. Sebelum kebijakan penutupan objek wisata diberlakukan, wisatawan masih terus berdatangan.
Tercatat ada 14.500 wisatawan lokal, domestik, dan mancanegara yang melakukan kunjungan.
Sementara pada bulan Januari tercatat ada 13ribu wisatawan yang berkunjung, dan bulan Februari ada 10 ribu wisatawan yang berkunjung.
“Kalau setelah pandemi, kami lihat datanya itu tertinggi ada pada bulan Agustus. Itu ada 25 ribu kunjungan.
Dari puluhan ribu itu, 98 persen itu wisatawan lokal. Mungkin ini terpengaruh faktor kebijakan tatanan kehidupan baru itu,” imbuhnya.
Dari segi tingkat kunjungan hotel, Sudama menyebut mulai ada perkembangan. Tingkat hunian yang tadinya berada di bawah angka 5 persen, kini mulai bergerak ke arah angka 10 persen.
Sejumlah pengelola hotel mulai memberikan promo dan diskon khusus, sehingga wisatawan lokal semakin berminat berkunjung ke Bali Utara.
“Kalau hotel sekarang belum bicara untung. Masih berusaha menutup biaya operasional. Paling tidak, pengusaha itu bisa menekan potensi kerugian,” demikian Sudama.