NUSA DUA – I Made Rustam, Bendesa Adat Tengkulung angkat bicara terkait keberadaan Hotel Lavaya yang mengklaim akan mengelola kawasan mangrove di lokasi tersebut menjadi kawasan private.
Jro Rustam menyebut hotel tersebut masuk ke kawasan Desa Adat Bualu. Hanya memang pintu masuknya dari Desa Adat Tengkulung.
“Itu pas perbatasan. Kami memprakarsai untuk melebarkan jalan,” ujar Jro Rustam, Senin (27/7). Namun, disinggung mengenai rencana hotel tersebut menjadi kawasan private, Jro Rustam dengan tegas menolak keras.
“Tiyang tidak menginginkan begitu. Itu kawasan suci,” ujar Jro Rustam. Sebelum Hotel Lavaya dibangun, sudah ada hotel lain sebelumnya.
Hotel itu memasang ayunan yang rencananya akan diganti oleh pihak desa adat dengan tulisan Pantai Telaga Waja, Desa Adat Tengkulung.
“Nanti malam tiyang akan rapat dan berencana untuk mengganti tulisan di ayunan itu. Kalau dibiarkan, lama-lama dua yang punya pantai. Kami kan ada Pura Dalem Khayangan disitu,” tegasnya.
Terlebih, pantai itu juga sering dijadikan tempat upacara adat oleh Desa Adat Tengkulung, seperti upacara ngankit. Bahkan, sebelum masa Covid-19 juga ada yang kesurupan.
“Ada yang kesurupan dan kami melakukan upacara ngaturan pakelem. Karena dianggap dicemarkan. Tercemar karena dipergunakan untuk pembuangan ini itu,” kata Jro Rustam.
Diketahui sebelumnya, Hotel Lavaya Nusa Dua jadi sorotan. Pasalnya, proyek yang berdiri di atas tanah seluas 2,1 hektare di daerah Tanjung Benoa mengusung konsep private residence.
Lokasi yang berada tepat di pinggir pantai dengan tumpukan pasir putih dirancang sebagai private beach. Kontraktor Ardhi Persada Gedung juga mengklaim akan mengelola kawasan mangrove di lokasi tersebut menjadi kawasan private.