DENPASAR – Sejumlah nama bermunculan sebagai kandidat menteri, mewakili Bali. Silih berganti nama-nama beredar di sosial media (medsos).
Nah, dari Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Pemuda Hindu (DPN Peradah) pun membuat polling, untuk mencari siapa saja nama-nama yang diinginkan masyarakat Bali.
Pemerintahan Jokowi periode ke dua memiliki segudang pekerjaan rumah yang harus diselesaikan 5 (Lima) tahun ke depan.
Hal tersebut dipaparkan dalam focus group discussion (FGD) yang diadakan oleh DPN Peradah Indonesia, bersama DPP Persadha Nusantara.
FGD yang dilaksanakan dalam rangka menyampaikan hasil aspirasi dan atau survei sebagian masyarakat
Bali dan Umat Hindu terkait sosok menteri yang pas untuk membantu Presiden Jokowi
yang dilakukan DPN Peradah dan DPP Persadha Nusantara, I Wayan Jondra, Ketua Harian DPP Persadha Nusantara, mengatakan bahwa tantangan merawat kebangsaan tidak semakin mudah.
Tapi, justru semakin sulit, pelik, rumit, di era global. Ditambah lagi isu demokratisasi terus berkembang, dengan tuntutan kemerdekaan berpendapat.
Untuk polling ini, Jondra menyatakan bahwa sebelum polling dilakukan didahului dengan diskusi terbuka internal organisasi orang Bali dan organisasi Hindu. Sehingga, muncul nama lima orang.
Lanjutnya, kelima nama itu disurvei melalui kuesioner yang juga memberi kebebasan untuk menambah nama.
Terdapat 221 orang yang mengembalikan formulir dalam bentuk Google form dari seluruh Indonesia.
Dengan berbagai pertimbangan dan kajian mendalam, serta kriteria tersebut, berdasar aspirasi sebagian warga Bali, disimpulkan beberapa nama tokoh Bali dan Hindu Nasional.
Ini untuk direkomendasikan membantu Presiden Jokowi. Beberapa nama yang muncul antara lain :1. Gede Pasek Suardika (senator/DPD RI periode 2014 – 2019/Ketua Komisi III DPR RI ).
2. AAGN Ari Dwipayana (staf khusus Presiden 2014 – 2019/akademisi politik UGM). 3. Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (wagub Bali 2018 – 2023 / pelaku pariwisata Bali).
Suara terbanyak pertama, I Gede Pasek Suardika memperoleh ( 38,8 persen), selanjutnya Anak Agung GN. Ari Dwipayana (27,2 persen) , dan Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) (22,4 persen).
“Lima nama itu GPS, Ari Dwipayana, Gusti Putu Artha, Demer, dan Rai Wirajaya. Nama Cok Ace muncul pada saat pengembalian kuesioner,” tutur pria yang juga sebagai pengajar di perguruan tinggi di Bali ini.
Menurutnya, dengan memahami kontribusi orang Bali yang ada di Bali dan di luar Bali juga orang Hindu yang ada di Bali dan di luar Bali,
jatah menteri untuk orang Bali dan Hindu itu masing-masing minimal yang duduk menjadi pembantu presiden dua orang.
Sementara itu, dua orang yang muncul bukan dari Kader PDIP, khususnya GPS. Jondra pun menyatakan kembali lagi pada pernyataan Jokowi yang menginginkan menteri profesional, muda dan milenial serta ada peluang.
Polling tertinggi jatuh pada GPS yang merupakan politisi Hanura. Diakui kalau melihat partai akan sulit. Sedangkan yang mendapat suara terbanyak adalah Ari Dwipayana.
Ari adalah seorang akademisi, dan bukan orang partai, tapi juga memiliki kans yang sama. “Sejak awal Jokowi sudah menyampaikan, bahwa koalisi tidak menuntut jatah menteri,” tukasnya.
Sambung Jondra, menyatakan bahwa Bali gudangnya orang pintar dalam berbagai ilmu dan pariwisata adalah puncaknya.
Potensi pariwisata tidak akan muncul apabila tidak terdapat budayawan hebat, orang hukum hebat, politisi hebat sehingga hajatan politik aman.
“Orang hebat dalam lingkungan pun ada di Bali sehingga alam Bali lestari,” pungkasnya. Sementara itu, mengenai nama tiga nama orang yang muncul untuk menteri perwakilan Bali,
Ketua DPD Partai PDIP Bali, Wayan Koster langsung menjawab bahwa khusus untuk Cok Ace, menurutnya tidak mungkin.
Sedangkan saat ditanya I Gede Pasek Suardika yang bukan kader PDIP dan juga Ari Dwipayana yang berasal dari kalangan akademisi,
Koster menjawab bahwa pemilihan menteri adalah kewenangan presiden. “Cok Ace? Itu tidak mungkin. Pasek? Wah, itu kewenangan presidenlah,” sergahnya.