25.9 C
Jakarta
25 April 2024, 4:03 AM WIB

Kasus Mark-Up Sewa Tanah Desa Adat Keramas Nyangkut di Polda

DENPASAR – Kasus dugaan  mark up harga sewa tanah milik desa adat Keramas, Gianyar, dengan tersangka Bendesa Adat I Nyoman Puja Waisnawa hingga kini belum menemui titik terang. Waisnawa sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Bali. Dan kini dirinya masih menghirup udara bebas karena belum disidangkan di pengadilan.

Terkait kasus ini, Polda Bali hanya menyebutkan bahwa kasusnya masih dalam proses. Hal itu disampaikan Wadir Reskrimum Polda Bali AKBP Suratno kepada wartawan, Jumat (20/11/2020). Dijelaskannya, bahwa terkait adanya pengembalian Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari pihak Kejaksaan ke penyidik Ditreskrimum Polda Bali, itu merupakan hal yang wajar. 

“Untuk perkara itu saya tidak mengingatnya. Kalau pengembalian SPDP itu artinya masih berproses. Biasanya itu petunjuk dari Jaksa,” terang AKBP Suratno.

Sebelumnya, pihak kejaksaan dalam hal ini Kejakaaan Tinggi (Kejati) Bali saat dikonfirmasi membenarkan bahwa pihaknya sudah mengembalikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke penyidik Polda Bali. Namun, Kasi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Baki A. Luga Herliano yang ditemui, Rabu (18/11/2020) mengatakan, meski ada mengembalikan SPDP ke Polda Bali, bukan berarti kasus ini dihentikan. 

“Kalau penyidik masih mau melanjutkan perkara ini itu sah-sah saja. Nanti kan tinggal dikirim SPDP baru ke Kejaksaan,” terang Luga.

Ditanya terkait alasan pengembalian SPDP ke Polda Bali itu, Luga menjelaskan, itu terjadi karena masa waktu penyidik untuk memenuhi petunjuk jaksa sudah habis. 

Diceritakan Luga, sebelum ada pengembalian SPDP ke Polda Bali, berkas masuk pada tanggal 5 Maret 2020. Setelah dipelajari jaksa peneliti, di bulan yang sama jaksa peneliti mengirim petunjuk sebanyak dua kali ke penyidik. Isinya untuk meminta perkembangan atas petunjuk yang sudah diberikan.

“Karena setelah 3 bulan usai diberi petunjuk oleh jaksa tidak ada kabar, jaksa mengirim surat ke penyidik,” kata pejabat asal Medan ini.

Lalu, di bulan Juli 2020 surat itu dibalas pihak penyidik dengan mengatakan belum bisa memenuhi petunjuk jaksa untuk melakukan pemeriksaan saksi-saksi karena terhalang Covid-19. 

Atas alasan itu, jaksa peneliti masih menunggu hingga September 2020. “Karena hingga bulan September belum juga ada kabar, jaksa peneliti akhirnya mengembalikan SPDP ke penydik,” ungkapnya.

Lalu, 30 September 2020, penyidik kembali mengirim SPDP. Sehingga menurut Luga, belum ada berkas masuk ke Kejati dan hanya SPDP saja. 

Sebelumnya, Waisnawa dilaporkan warga bernama I Gusti Agung Suadnyana. Pelapor Suadnyana menerangkan peristiwa itu terjadi sekitar 5 tahun silam.

Itu bermula saat terduga pelaku sebagai Kelian Banjar  diberi kepercayaan oleh warga Banjar untuk memberikan sewa lahan milik Banjar kepada investor. Saat rapat di Banjar, terduga pelaku mengaku kesepakatan dengan investor disepakati jika harga sewa senilai Rp 3 juta per are untuk satu tahun. Luas tanah yang disewakan seluas 56 are.

“Harganya Rp3 juta per tahun untuk satu are dipotong pajak 10 persen. Saat pembayaran oleh investor, ada uang masuk ke rekening banjar ada kelebihan sebanyak sekitar kurang lebih Rp400 juta. Nah, kok bisa lebih. Akhirnya dari rapat ada yang menjawab jika itu dana titipan. Akhirnya dikejar-kejar akhirnya disuruh seorang prajuru Banjar untuk mencari berapa nilai kontrak. Setelah ditemukan akta kontrak ternyata nilai kontrak yang disepakati dengan pihak investor senilai Rp3.300.000 per tahun untuk 1 are selama 25 tahun,” beber Suadnyana saat dihubungi via telpon, Rabu (18/11/2020)

Atas temuan itu, pihak warga Banjar melalui pelapor melaporkan kasus ini ke Polda Bali. Setelah melakukan penyelidikan, pada tahun 2018 lalu, terduga pelaku akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Bali.

Namun sayangnya, kasus ini tidak ada kejelasan hingga sekarang. Bahkan tersangka belum disidangkan di pengadilan.

DENPASAR – Kasus dugaan  mark up harga sewa tanah milik desa adat Keramas, Gianyar, dengan tersangka Bendesa Adat I Nyoman Puja Waisnawa hingga kini belum menemui titik terang. Waisnawa sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Bali. Dan kini dirinya masih menghirup udara bebas karena belum disidangkan di pengadilan.

Terkait kasus ini, Polda Bali hanya menyebutkan bahwa kasusnya masih dalam proses. Hal itu disampaikan Wadir Reskrimum Polda Bali AKBP Suratno kepada wartawan, Jumat (20/11/2020). Dijelaskannya, bahwa terkait adanya pengembalian Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari pihak Kejaksaan ke penyidik Ditreskrimum Polda Bali, itu merupakan hal yang wajar. 

“Untuk perkara itu saya tidak mengingatnya. Kalau pengembalian SPDP itu artinya masih berproses. Biasanya itu petunjuk dari Jaksa,” terang AKBP Suratno.

Sebelumnya, pihak kejaksaan dalam hal ini Kejakaaan Tinggi (Kejati) Bali saat dikonfirmasi membenarkan bahwa pihaknya sudah mengembalikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke penyidik Polda Bali. Namun, Kasi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Baki A. Luga Herliano yang ditemui, Rabu (18/11/2020) mengatakan, meski ada mengembalikan SPDP ke Polda Bali, bukan berarti kasus ini dihentikan. 

“Kalau penyidik masih mau melanjutkan perkara ini itu sah-sah saja. Nanti kan tinggal dikirim SPDP baru ke Kejaksaan,” terang Luga.

Ditanya terkait alasan pengembalian SPDP ke Polda Bali itu, Luga menjelaskan, itu terjadi karena masa waktu penyidik untuk memenuhi petunjuk jaksa sudah habis. 

Diceritakan Luga, sebelum ada pengembalian SPDP ke Polda Bali, berkas masuk pada tanggal 5 Maret 2020. Setelah dipelajari jaksa peneliti, di bulan yang sama jaksa peneliti mengirim petunjuk sebanyak dua kali ke penyidik. Isinya untuk meminta perkembangan atas petunjuk yang sudah diberikan.

“Karena setelah 3 bulan usai diberi petunjuk oleh jaksa tidak ada kabar, jaksa mengirim surat ke penyidik,” kata pejabat asal Medan ini.

Lalu, di bulan Juli 2020 surat itu dibalas pihak penyidik dengan mengatakan belum bisa memenuhi petunjuk jaksa untuk melakukan pemeriksaan saksi-saksi karena terhalang Covid-19. 

Atas alasan itu, jaksa peneliti masih menunggu hingga September 2020. “Karena hingga bulan September belum juga ada kabar, jaksa peneliti akhirnya mengembalikan SPDP ke penydik,” ungkapnya.

Lalu, 30 September 2020, penyidik kembali mengirim SPDP. Sehingga menurut Luga, belum ada berkas masuk ke Kejati dan hanya SPDP saja. 

Sebelumnya, Waisnawa dilaporkan warga bernama I Gusti Agung Suadnyana. Pelapor Suadnyana menerangkan peristiwa itu terjadi sekitar 5 tahun silam.

Itu bermula saat terduga pelaku sebagai Kelian Banjar  diberi kepercayaan oleh warga Banjar untuk memberikan sewa lahan milik Banjar kepada investor. Saat rapat di Banjar, terduga pelaku mengaku kesepakatan dengan investor disepakati jika harga sewa senilai Rp 3 juta per are untuk satu tahun. Luas tanah yang disewakan seluas 56 are.

“Harganya Rp3 juta per tahun untuk satu are dipotong pajak 10 persen. Saat pembayaran oleh investor, ada uang masuk ke rekening banjar ada kelebihan sebanyak sekitar kurang lebih Rp400 juta. Nah, kok bisa lebih. Akhirnya dari rapat ada yang menjawab jika itu dana titipan. Akhirnya dikejar-kejar akhirnya disuruh seorang prajuru Banjar untuk mencari berapa nilai kontrak. Setelah ditemukan akta kontrak ternyata nilai kontrak yang disepakati dengan pihak investor senilai Rp3.300.000 per tahun untuk 1 are selama 25 tahun,” beber Suadnyana saat dihubungi via telpon, Rabu (18/11/2020)

Atas temuan itu, pihak warga Banjar melalui pelapor melaporkan kasus ini ke Polda Bali. Setelah melakukan penyelidikan, pada tahun 2018 lalu, terduga pelaku akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Bali.

Namun sayangnya, kasus ini tidak ada kejelasan hingga sekarang. Bahkan tersangka belum disidangkan di pengadilan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/