DENPASAR – Pulau Bali telah menutup pintu rapat-rapat untuk masuknya produk daging babi dari luar Pulau Bali.
Langkah tersebut dilakukan untuk mengantisipasi masuknya virus African Swine Fever (ASF) ke Bali. Sebagaimana diketahui, virus ASF ditemukan tahun 2018 lalu di beberapa negara.
Seperti Hongkong, Laos, Vietnam dan lainnya. “Kami melakukan pelarangan masuknya produk daging babi ke Bali,” tegas Kadis Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnak) Provinsi Bali I Wayan Mardiana kemarin.
Wayan Mardiana menjelaskan, virus ASF ini juga merembet ke Indonesia, tepatnya terjadi di Sumatera Utara. Untuk itu, seluruh pintu masuk ke Bali diperketat.
Menurutnya, virus ASF ini memang tidak membahayakan ataupun menyerang manusia. Tapi, membahayakan bagi ternak babi.
Bahkan, virus ini memiliki tingkat kematian yang tinggi pada semua jenis babi. Termasuk babi hutan. Jika terkena virus ASF, babi pasti akan mati dalam rentang waktu 20 hari.
Penyebabnya cukup beragam. Untuk Bali, virus ini cukup mengancam. Sebab, di Bali masih banyak yang memanfaatkan sisa makanan untuk pakan babi.
“Belum ada obat atau vaksin virus ini. Makanya perlu juga para peternak untuk menjaga kebersihan kandang dan termasuk memperhatikan pakan ternak,” katanya
Untuk mengantisipasi itu, selain melarang produk berbahan babi masuk ke Bali, baik seperti sosis, burger dan lainnya,
pihaknya juga menyiapkan petugas untuk melakukan pemantauan di 25 titik di wilayah yang berisiko tinggi.
“Sampai saat ini, Bali masih aman. Untuk kasus di Indonesia, baru ditemukan di Sumatera Utara saja,” tegasnya.
Lalu apa yang mesti dilakukan peternak? “Kalau ada babi sakit, segera melaporkan ke petugas. Jangan dijual. Kalau babi mati segera melapor agar bisa diinvestigasi,” tuturnya.