SINGARAJA– Semakin didalami, ternyata dugaan kasus korupsi di Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Adat Anturan kian berkembang. Penyidik pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng menemukan aliran dana ke pengurus LPD. Konon dana itu merupakan “bonus” dari hasil penjualan tanah kapling yang dilakukan Ketua LPD Anturan, Nyoman Arta Wirawan.
LPD Anturan selama ini dikenal sebagai salah satu dari tiga LPD terbaik di Kabupaten Buleleng. Salah satu usaha yang membuat LPD ini melejit adalah jual beli tanah kapling. Meski di atas kertas dinyatakan dalam kondisi sehat, ternyata pada tahun 2020 lalu, LPD Anturan mengalami kolaps.
Dari hasil penyelidikan Kejari Buleleng, ada dugaan korupsi di LPD tersebut. Selain itu penyidik menemukan sekitar 80 bidang tanah yang terdaftar atas nama Ketua LPD Anturan. Penyidik menduga tanah itu merupakan aset LPD Anturan. Namun, tanah-tanah itu tak tercantum dalam daftar aset LPD.
Informasi yang dihimpun Jawa Pos Radar Bali, penyidik pun menelusuri aliran dana dari hasil transaksi jual-beli tanah itu. Ternyata keuntungan jual-beli juga mengalir kepada pengurus LPD Anturan. Keuntungan jual-beli itu disebut sebagai “bonus”. Namun pemberian bonus itu tak pernah tercantum dalam pembukuan LPD.
Senin pagi (18/7), penyidik memeriksa lima orang pengurus LPD Anturan terkait aliran dana tersebut. Dari hasil pemeriksaan, mereka mengaku menerima uang bonus dari LPD Anturan. Nilainya bervariasi. Mulai dari Rp 150 juta hingga Rp 300 juta per orang. Nilai itu bergantung pada masa kerja masing-masing pengurus.
Ada dua orang pengurus yang menggunakan uang bonus itu untuk membeli tanah. Masing-masing tanah seluas 2,6 are yang dibeli seharga Rp 100 juta, serta tanah seluas 4 are yang dibeli seharga Rp 400 juta. Pengurus itu pun menyerahkan sertifikat hak milik (SHM) mereka pada penyidik, karena khawatir ikut terseret kasus korupsi.
Kasi Intel Kejari Buleleng Anak Agung Ngurah Jayalantara yang dikonfirmasi, mengakui penyidik menerima tambahan bukti dari pengurus LPD Anturan. “Mereka menyerahkan pada penyidik. Selanjutnya akan kami gunakan sebagai bukti dalam proses persidangan,” kata Jayalantara.
Menurut Jayalantara penyidik masih mempelajari status “uang bonus” tersebut. Sebab uang itu tidak pernah tercantum dalam pembukuan LPD Anturan. Jayalantara juga secara tegas menyebut bahwa uang bonus itu berbeda dengan fee marketing maupun fee penjualan.
“Ini bukan fee penjualan. Beda lagi. Mereka menyebutnya bonus. Saat ada penjualan tanah, ada keuntungan, maka keuntungan itu langsung dibagi-bagi ke pengurus dengan istilah bonus. Tidak dicatat sebagai keuntungan LPD,” ungkapnya.
Lebih lanjut Jayalantara mengatakan, kejaksaan sangat mengapresiasi pihak-pihak yang bersedia menyerahkan aset-aset yang terkait dengan LPD Anturan. Ia menegaskan penyidik akan tetap menelusuri seluh aset yang terkait dengan LPD tersebut. Sehingga dapat dihadirkan sebagai barang bukti dalam proses persidangan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua LPD Adat Anturan Nyoman Arta Wirawan ditahan penyidik pada Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Buleleng, pada Selasa (22/6) sore. Dia dibawa ke Rutan Mapolres Buleleng pada pukul 17.43 sore.
Tersangka diduga melakukan tindakan korupsi senilai Rp 151 miliar sepanjang tahun 2018-2020. Dampaknya LPD Anturan kolaps pada pertengahan 2020 lalu. (eps)