RadarBali.com – Empat dari enam terdakwa kasus pengeroyokan dan penganiayaan berat hingga menyebabkan tewasnya salah seorang anggota TNI-AD yang juga siswa Secata Dikjur Infanteri Singaraja Prada Yanuar Setiawan, Senin (7/8) menjalani sidang lanjutan di ruang sidang khusus anak PN Denpasar.
Dipimpin majelis hakim Agus Walujo Tjahjono, dan dua hakim anggota, Made Sukereni dan I Wayan Kawisada, satu dari empat terdakwa yakni DKDA yang tak lain anak anggota dewan dari Fraksi PDI Perjuangan DPRD Bali dari daerah pemilihan (Dapil) Buleleng Dewa Nyoman Rai dituntut dengan hukuman pidana paling tinggi, yakni 5 tahun dan 6 bulan (5, 5 tahun). Sementara tiga teman lainnya, yakni CI dituntut 5 tahun penjara (3 tahun dan 2 tahun penjara).
Sedangkan KCA dan KTS dituntut masing-masing 1 tahun penjara.
Sesuai surat tuntutan, hukuman 5, 5 tahun penjara bagi DKDA, karena JPU Ni Made Ayu Citra Mayasari dkk menilai perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melanggar Pasal 170 ayat (2) angka 3 Jo UU RI Nomor. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Sedangkan terdakwa CI dari dua berkas, yakni pada Berkas Perkara 30/pidsus anak/2017/PN Denpasar di sidang pertama, hukuman 3 tahun bagi CI karena JPU IGAA Fitria Candrawati menilai perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 170 ayat ( 2) ke 2 jo UU RI No. 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak sebagaimana dakwaan kesatu primer, dan pada Berkas Perkara 31/pidsus anak/2017/PN Denpasar di sidang kedua, tuntutan2 tahun penjara bagi CI, karena terdakwa terbukti secara sah dan bersalah melanggar Pasal 170 ayat 2 ke 1 KUHP jo UU RI No. 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak. Sementata untuk hukuman 1 tahun bagi terdakwa KCA dan KTS, karena keduanya dinilai secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 170 ayat 2 ke-2 KUHP.
Atas tuntutan JPU, para terdakwa yang kesemuanya didampingi penasehat hukum langsung menyampaikan pledoi secara lisan. Pada intinya mereka meminta keringanan hukuman dengan alasan telah menyadari kesalahan dan perbuatan, terdakwa masih sekolah dan meminta maaf. “Setelah berembug dengan anak-anak ini, kami tidak perlu lagi mengajukan pembelaan secara tertulis, namun kami mengajukan pembelaan lisan. Kami mohon putusan yang seringan-ringannya, mengingat masih anak-anak, masih sekolah. Kemudian di persidangan dia berlaku sopan, keluarga sudah meminta maaf dan menyesali perbuatannya yang telah mengakibatkan korban Jauhari luka-luka,” ujar penasihat hukum terdakwa KTS, Gede Wena dan Abdullah usai sidang.
Demikian halnya dari penasehat hukum Imen alias CI. Senada dengan Suwena, pihaknya juga berharap agar majelis menjatuhkan hukuman bagi Imen seringan-ringgannya. CI alias Imen tidak berbelit-belit dalam persidangan, juga sudah meminta maaf dan sudah ada perdamaian dengan keluarga korban (Yanuar dan Jauhari). “Sehingga kami mohon diberikan putusan seringan-ringannya, karena sudah mendapat jaminan dari orangtua dan aparat desa untuk dibina agar kembali ke jalan yang benar,” ungkap penasihat hukum CI alias .
Sayangnya, untuk SKDA, ayah DKDA, Dewa Nyoman Rai yang hadir pada sidang tuntutan menolak dan memilih bungkam saat dikonfirmasi. Tetapi, I Gusti Agung Dian Hendrawan penasehat hukum DKDA menyatakan, akan mengajukan pledoi (pembelaan) terkait tuntutan JPU. “Atas tuntutan JPU (5, 5 tahun) itu, kami akan mengajukan pembelaan besok (Selasa (8/8) hari ini, red),” jelasnya sembari bergegas pamit.
Sedangkan menanggapi pembelaan yang diajukan tiga terdakwa KCA, CI alias Imen, dan KTS melalui masing-masing penasihat hukumnya, JPU Made Ayu Citra Mayasari dan IGAA Fitria Chandrawati tetap pada tuntutan.