DENPASAR – Bertepatan dengan peringatan hari buruh internasional (May Day) yang jatuh pada Selasa (1/5), ratusan pekerja dari berbagai serikat pekerja melakukan aksi di Depan kantor Gubernur Bali.
Mereka terdiri dari Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Bali, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali, Aliansi Jurnalis Independent (AJI) Denpasar yang mewakili pekerja media,
dan organisasi kemahasiswaan salah satunya Front Mahasiswa Nasional (FMN) Denpasar ikut meramaikan aksi peringatan buruh ini.
Sembilan tuntutan tersebut beberapa diantaranya tolak upah murah, cabut PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan, hapus sistem kerja kontrak dan outsourcing, stop pemberangusan serikat pekerja.
Koordinator aksi, Khairul Anam dari LBH Bali menyampaikan, kondisi di Bali dikatakan masih banyak yang memberikan upah kecil kepada pekerjanya.
Selain itu banyak perusahaan di Bali yang juga tidak memberikan hak jaminan kesehatan sosial padahal itu menjadi kewajiban.
“Dari keluhan-keluhan ini harus kita gaungkan kepada pemerintah dan juga pemilik perusahaan untuk memberikan kesejahteraan kepada pekerjanya,” katanya.
“Ini yang terus kita gaungkan setiap peringatan hari buruh, karena kesejahteraan buruh di Bali masih belum terwujud secara menyeluruh,” imbuhnya.
Ketua Aji Denpasar Hari Puspita mewakili pekerja media mengungkapkan, perusahaan media wajib memberikan kesejahteraan kepada jurnalis.
Namun sayang, sejauh ini masih banyak yang tidak memenuhi kesejahteraan jurnalisnya. Misalnya, ada kewajiban untuk
perusahaan media memberikan kesejahteraan kepada pekerja media dalam satu tahun berdasarkan keuntungan yang didapat dengan cara fair.
“Jurnalis bagian dari kalangan profesional yang dituntut memiliki keahlian khusus, dan itu ditopang dengan upah yang layak yang profesional.
Tapi dalam prakteknya masih banyak yang belum memenuhi itu, hanya sebagian kecil,” kata pria yang akrab disapa Pipit ini.
Karena itu, AJI Denpasar terus mendorong pemberlakuan upah sektoral pekerja media. Sayangnya, desakan itu hingga saat ini belum ada perubahan.