29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:29 AM WIB

Kulkul Dibunyikan, Warga Desa Suwat Perang Air

 

GIANYAR- Mengawali tahun 2022, masyarakat Desa Suwat, Kecamatan Gianyar menggelar festival Siat Yeh atau perang air pada Sabtu (1/1). Festival berlangsung di perempatan desa. Warga tampak semangat dan antusias.

 

Festival kali ini terasa spesial. Sebab bertepatan dengan hari Siwaratri. Hari saat umat Hindu memuja Dewa Siwa. Hari merenungi laku diri untuk menapak langkah menjadi lebih baik dari sebelumnya.

 

Festival dimulai dengan dibunyikannya kulkul desa. Kemudian warga desa berdatangan. Mereka berkumpul di perempatan desa. Kemudian dilakukan persembahyangan yang dipimpin sejumlah Pemangku di catus pata atau perempatan desa adat. Sedangkan krama duduk tersebar di empat penjuru arah.

 

Usai sembahyang, Siat Yeh dimulai. Satu sama lain saling menyiram menggunakan gayung warna warni. Tawa terdengar di antara hiruk gamelan dan lemparan cipratan guyuran air.

 

Bendesa Adat Suwat, Ngakan Putu Sudibya mengatakan, festival tahun ini dimaknai sebagai momentum bangkitnya Bali setelah nyaris dua tahun dilanda pandemi Covid-19. “Kami berharap, pariwisata segera pulih dan aktivitas kembali seperti sediakala. Sudah saatnya kita keluar dari kungkungan dan ketakutan berlebihan, namun tanpa mengabaikan kewaspadaan (protokol kesehatan, Red),” ujar Ngakan Sudibya.

 

Festival Siat Yeh ke-7 ini dimaknainya sebagai momentum membangun visi desa adat 2024 menuju destinasi wisata air. “Beberapa tahapan sudah dilalui, baik dari perencanaan, penataan, hingga terwujudnya desa yang memiliki objek wisata,” ungkapnya.

 

Selama ini, untuk menyokong pariwisata, desa Suwat sudah memiliki objek wisata Suwat Waterfall atau air terjun. Kemudian wisata spiritual berupa pemandian suci pangelukatan Siwa Melahangge. Tak sampai di sana, akan ada rencana selanjutnya yang perlu direalisasikan untuk membangun kemandirian ekonomi desa. 

 

“Desa Adat Suwat berusaha membangun kekuatan ekonomi berbasis desa adat. Kami telah membuat usaha yang berkaitan dengan air,” ungkapnya. Ke depan, pihaknya berusaha mengarah ke usaha kuliner. “Kami berharap bisa kami wujudkan dan tentu atas dukungan semua,” jelasnya.

 

Sudibya menambahkan, setiap desa adat pasti memiliki potensi yang bisa digali. Jika masing-masing desa mampu menggarap sektor tersebut, maka akan ada pemerataan pariwisata untuk kesejahteraan bersama. “Sejatinya desa adat saling punya potensi. Ini peluang besar namun belum tergarap. Kalau mampu digarap maka, saya yakin kita bisa mandiri secara ekonomi,” pungkasnya. 

 

GIANYAR- Mengawali tahun 2022, masyarakat Desa Suwat, Kecamatan Gianyar menggelar festival Siat Yeh atau perang air pada Sabtu (1/1). Festival berlangsung di perempatan desa. Warga tampak semangat dan antusias.

 

Festival kali ini terasa spesial. Sebab bertepatan dengan hari Siwaratri. Hari saat umat Hindu memuja Dewa Siwa. Hari merenungi laku diri untuk menapak langkah menjadi lebih baik dari sebelumnya.

 

Festival dimulai dengan dibunyikannya kulkul desa. Kemudian warga desa berdatangan. Mereka berkumpul di perempatan desa. Kemudian dilakukan persembahyangan yang dipimpin sejumlah Pemangku di catus pata atau perempatan desa adat. Sedangkan krama duduk tersebar di empat penjuru arah.

 

Usai sembahyang, Siat Yeh dimulai. Satu sama lain saling menyiram menggunakan gayung warna warni. Tawa terdengar di antara hiruk gamelan dan lemparan cipratan guyuran air.

 

Bendesa Adat Suwat, Ngakan Putu Sudibya mengatakan, festival tahun ini dimaknai sebagai momentum bangkitnya Bali setelah nyaris dua tahun dilanda pandemi Covid-19. “Kami berharap, pariwisata segera pulih dan aktivitas kembali seperti sediakala. Sudah saatnya kita keluar dari kungkungan dan ketakutan berlebihan, namun tanpa mengabaikan kewaspadaan (protokol kesehatan, Red),” ujar Ngakan Sudibya.

 

Festival Siat Yeh ke-7 ini dimaknainya sebagai momentum membangun visi desa adat 2024 menuju destinasi wisata air. “Beberapa tahapan sudah dilalui, baik dari perencanaan, penataan, hingga terwujudnya desa yang memiliki objek wisata,” ungkapnya.

 

Selama ini, untuk menyokong pariwisata, desa Suwat sudah memiliki objek wisata Suwat Waterfall atau air terjun. Kemudian wisata spiritual berupa pemandian suci pangelukatan Siwa Melahangge. Tak sampai di sana, akan ada rencana selanjutnya yang perlu direalisasikan untuk membangun kemandirian ekonomi desa. 

 

“Desa Adat Suwat berusaha membangun kekuatan ekonomi berbasis desa adat. Kami telah membuat usaha yang berkaitan dengan air,” ungkapnya. Ke depan, pihaknya berusaha mengarah ke usaha kuliner. “Kami berharap bisa kami wujudkan dan tentu atas dukungan semua,” jelasnya.

 

Sudibya menambahkan, setiap desa adat pasti memiliki potensi yang bisa digali. Jika masing-masing desa mampu menggarap sektor tersebut, maka akan ada pemerataan pariwisata untuk kesejahteraan bersama. “Sejatinya desa adat saling punya potensi. Ini peluang besar namun belum tergarap. Kalau mampu digarap maka, saya yakin kita bisa mandiri secara ekonomi,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/