GEROKGAK – Sampai menjelang akhir bulan November 2019 musim kemarau masih berlangsung di beberapa daerah di Bali.
Dampak kemarau panjang sejak bulan Agustus lalu membuat kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB) mengalami krisis air bersih.
Hal itu berdampak pada keberlangsungan kehidupan satwa liar di TNBB seluas 19.002,89 hektare itu.
Kepala TNBB Agus Ngurah Krisna menyebut kurung waktu empat bulan terakhir ini petugas TNBB memang intens memenuhi kebutuhan air bersih ke lokasi tempat hidup berbagai jenis satwa liar.
Terutama pada bak-bak penampungan air dan kubungan air yang selalu didatangi satwa liar. Kebutuhan air itu untuk memenuhi satwa liar yang mengalami dehindrasi.
“Kami masih suplai dan drop air seminggu dua kali. Karena sama sekali belum turun hujan di TNBB,” kata Agus Ngurah Krisna.
Menurut Agus Ngurah Krisna, wilayah yang mengalami dampak krisis air bersih berada di kawasan Prapat Agung, Teluk Brumbun, Blok Lampu Merah, dan Pulau Menjangan.
Petugas TNBB paling banyak suplai air ke lokasi Prapat Agung dan Pulau Menjangan, mengingat dua kawasan tersebut ratusan rusa hidup disana.
“Suplai air dilakukan oleh petugas TNBB dengan menggunakan mobil tangki air berkapasitas 5000 liter air,” ucap Ngurah Krisna.
Diakui Ngurah Krisna, kemarau panjang ini pihaknya juga mengantisipasi masalah kebakaran hutan dan lahan.
Pohon, dan daun yang tumbuhan dikawasan TNBB sudah mengering. Maka akan memicu terjadi kebarakan.
“Dari petugas kami terus pantau dan melakukan pengawasan pada titik kawasan yang berpotensi terjadi kebakaran. Karena cuaca panas akhir ini masih berlangsung,” ujarnya.
Untuk saat ini, kata Ngurah Krisna di TNBB ada sekitar 900 hewan menjangan/rusa yang hidup, 204 jenis burung dan sebanyak 246 Curik Bali yang hidup di alam.
Kemudian satwa lainnya pihaknya belum lakukan inventalirisir. Dengan jenis satwa kijang, kera abu-abu, musang, landak, trengggiling, kera dan satwa lainnya.